Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Webinar Unair: Kekerasan pada Perempuan Naik 800 Persen dalam 12 Tahun

Kompas.com - 14/12/2021, 16:40 WIB
Mahar Prastiwi,
Dian Ihsan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kekerasan terhadap perempuan suatu peristiwa yang sebenarnya sudah sejak lama terjadi.

Namun adanya media massa yang saat ini makin banyak, peristiwa tersebut semakin banyak yang ter-blow up.

Amnesty International Indonesia Chapter Universitas Airlangga (Unair) dan Komisi Nasional (Komas) Perempuan membahas isu kekerasan terhadap perempuan yang saat ini marak terjadi.

Acara ini merupakan rangkaian webinar Hari HAM Internasional. Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani mengatakan, terkait RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), bentuk baru dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang tak kunjung diputuskan oleh DPR.

Baca juga: Sejak Kapan Rempah Dipakai Rakyat Indonesia? Ini Penjelasan Pakar IPB

Kasusnya naik 800 persen sejak 12 tahun terakhir

Membludaknya jumlah Kekerasan terhadap Perempuan (KTP) mencapai 800 persen dalam 12 tahun terakhir. Hal ini menjadi acuan bagi Tiasri bahwa eradikasi KTP merupakan suatu tantangan besar.

Perspektif hak perempuan masih minim implikasinya dalam kinerja lembaga negara dan aktor-aktor kunci masyarakat.

Sekalipun Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sejak era Orde Baru, pemahaman terkait prinsip-prinsipnya masih minim.

"Hal ini diperburuk dengan menguatnya paham fundamentalisme dan konservatisme. Respon penganut paham ini dapat dilihat dari penolakan kerasnya terhadap RUU PKS dan Permendikbud PPKS kemarin," terang Tiasri seperti dikutip dari laman Unair, Selasa (14/12/2021).

Menurutnya, hal ini dianggap bahwa peraturan tersebut akan melegalkan seks bebas. Padahal itu tidak pada konteksnya. Dia menilai, tidak mungkin seorang Menteri membuat peraturan dengan semangat legalisasi zina.

Baca juga: Ini Hasil Riset Ilmuwan Berpengaruh Dunia dari Telkom University

Dihalangi banyak keterbatasan hukum

Tiasri menegaskan, kondisi penanganan kekerasan seksual di Indonesia masih dihalangi banyak keterbatasan hukum. Selain itu juga budaya yang jarang berpihak terhadap korban seperti victim blaming dan kekerasan seksual dianggap sebagai aib.

Problematika seperti inilah yang ingin dijawab oleh RUU TPKS. Beberapa kemajuan yang dicatatkan oleh Tiasri dalam RUU TPKS adalah adanya pengaturan pidana khusus terkait kekerasan seksual.

Perspektif korban sudah mulai diejawantahkan, melalui model pembuktian dan hak atas restitusi, serta pendampingan korban dan saksi. Tiasri menyinggung terkait dimasukkannya pencegahan dan partisipasi masyarakat terkait penghapusan kekerasan seksual.

"Namun RUU ini juga patut diberikan catatan kritis, mengingat ia adalah produk perampingan dari RUU PKS. Elemen pencegahan kekerasan seksual dan penegasan perlindungan korban harus diperkuat lagi," tegasnya.

Baca juga: Dokter Muda UM Surabaya Tangani Psikososial Pengungsi Gunung Semeru

Model Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) juga harus mulai dirumuskan karena Komnas Perempuan sering menemui jenis KTP seperti itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com