Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alumni Metalurgi dan Material Gelar Seminar Nasional Baterai 2021

Kompas.com - 07/02/2021, 20:40 WIB
Mahar Prastiwi,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Keberadaan Li-on battery menjadi primadona bagi teknologi penyimpan daya. Bahkan hingga saat ini bisa dibilang teknologi Li-ion battery masih belum bisa tergantikan oleh system lain, terutama untuk portable electronic devices.

Adanya pandemi Covid-19 tampaknya tak menyurutkan agenda inovasi dan Research & Development advance technology di Indonesia.

Terlihat hingga awal tahun 2021 ini, selain pemberitaan tentang Covid-19, informasi masuknya investor-investor pengembang produk baterai berbasis ion lithium semakin gencar berseliweran di jagat media Indonesia.

Tak ingin kehilangan peluang untuk menggaungkan hal serupa, ikatan-ikatan alumni dari ILUMET FTUI, IA Teknik Metalurgi ITB, Keluarga Alumni Material ITB, Ikamat ITS, IKAMET UNJANI, ALUMET UNTIRTA dan IAM UTS, yang tergabung dalam Forum Komunikasi Ikatan Alumni Metalurgi dan Material Indonesia bekerjasama dengan Perhimpunan Mahasiswa Metalurgi Material se-Indonesia (PM3I), mengadakan Seminar Nasional Baterai 2021.

Baca juga: Kedaireka, Jembatan Perkuat Kolaborasi Perguruan Tinggi dan Industri

Seminar perkembangan teknologi baterai di Indonesia

Agenda bertajuk 'Perkembangan, Potensi, dan Tantangan Teknologi Baterai di Indonesia sebagai Energi Masa Depan' ini menghadirkan Menteri Riset dan Teknologi sekaligus Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional RI, Prof. Bambang Brodjonegoro, Ketua Tim Percepatan Pengembangan Electric Vehicle (EV) Battery Indonesia, Ir. Agus Tjahajana Wirakusuma.

Hadir pula Dr. Afriyanti Sumboja, peneliti muda di bidang baterai Li-ion, yang juga merupakan assisten Profesor di Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, pun baru-baru ini beliau berhasil meraih LIPI Young Scientist Award 2020.

Dalam acara tersebut Prof Bambang menyampaikan, penting bagi Indonesia untuk melakukan pengembangan inovasi teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan nilai tambah tingkat komponen dalam negeri (TKDN) serta menjadi substitusi impor. "Terutama untuk produk baterai lithium, yang telah masuk dalam program prioritas riset nasional tahun 2020-2024,” papar Prof. Bambang Brodjonegoro saat membuka acara seminar.

Roadmap hidupkan industri baterai Indonesia

Dalam kesempatan tersebut Ir. Agus Tjahajana Wirakusuma, yang juga merupakan Komisaris Utama Mining Industry Indonesia (MIND ID) mengungkapkan, ia tengah memimpin tim yang terdiri atas empat perusahaan BUMN besar. Yaitu ANTAM, Pertamina, PLN, dan MIND ID.

Baca juga: Yuk, Intip Keahlian yang Bakal Banyak Dibutuhkan di Era Industri 4.0

Tim tersebut mengemban tugas dari Menteri BUMN untuk mempersiapkan ekosistem dan mengembangkan roadmap untuk menghidupkan industri baterai Indonesia yang end-to-end, dari hulu hingga ke hilir.

Roadmap yang telah disusun sebelum pandemi Covid-19 tersebut akan dimulai dari tahun ini (2021) hingga tahun 2027. Di mana akhir dari perencanaan tersebut adalah operasional dari fasilitas battery recycling.

Bahkan, dengan merujuk pada peralihan sistem elektrolit baterai dari liquid state menuju solid state, yang baru dimulai aplikasi skala industrinya pada sekitar tahun 2030. Hal itu tidak akan mengganggu perencanaan yang tengah disusun.

"Yang kita jadikan concern saat ini adalah teknologi (katoda) NMC 8:1:1, Ni 8, Mn 1, Co 1, rasio itulah yang akan kami jadikan perhitungan untuk cadangan-cadangan (sumber daya) yang akan menjadi patokan kerjasama dengan partner. Dan meski sistemnya berganti menjadi solid state, basis (katoda) masih tetap menggunakan nikel," ungkap Ir Agus.

Baca juga: Pandemi Corona, Seminar Internasional Ini Tetap Bisa Berlangsung dengan Adanya Teknologi Informasi

Dr. Afriyanti Sumboja memaparkan keunggulan-keunggulan baterai lithium dibandingkan sistem baterai lainnya. Selain itu prinsip kerja charge-discharge pun juga tak luput dari pemaparan beliau. 

Kuantitas nikel di Indonesia mencapai 21 juta ton

Dr. Afriyanti juga mengingatkan tentang kuantitas sumber daya nikel di Indonesia yang jumlahnya hingga 21 juta ton.

Tentunya jika sumber daya tersebut ingin diolah untuk memenuhi permintaan sebagai bahan utama katoda baterai. Maka perlu adanya sinergi dan kolaborasi multidisiplin yang dilakukan oleh seluruh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama peneliti dan pihak industri.

Baca juga: Workshop Koding Robologee, Ajak Anak Dekat Teknologi Digital

"Jadi, kapan lagi kita bisa jadi raja teknologi atas sumber daya alam dan mineral milik negeri sendiri? Inilah saatnya, mari kita manfaatkan momentum perubahan yang tengah terjadi di era pandemi, keberadaan bonus demografi Indonesia, kebijakan akselerasi inovasi dari pemerintah, serta tumbuhnya geliat investasi di industri-industri tanah air untuk senantiasa mewujudkan Indonesia yang berdikari teknologi," ungkap Dr Afriyanti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com