Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menikah Muda Bisa Jadi Ancam Psikologis bagi Siswa

Kompas.com - 19/10/2020, 21:10 WIB
Dian Ihsan,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pelajar SMK, Ahmad Rizal (18) asal Lombok Barat, NTB, menikahi dua gadis. Kedua gadis yang dinikahinya masih teramat muda, karena istri pertama baru lulus dari bangku SMP dan istri kedua baru duduk di kursi Madrasah Aliah.

Kejadian itu direspon psikolog, Devi Sani. Menurutnya pernikahan usia dini sangat berisiko, khususnya mengancam psikologis seseorang.

Baca juga: Ayuni, Ayah Siswa SMK yang Menikahi 2 Gadis, Juga Kawin di Usia 14 Tahun

"Ketika persiapan pernikahan, skill dan kualitas belum dimiliki. Tentunya akan ada berpengaruh pada psikologis, yang akhirnya ada tekanan dalam pernikahan itu, tekanan pernikahan yang akhirnya membuat konflik," ucap Devi kepada Kompas.com, Senin (19/10/2020).

Lalu, kata Devi, risiko menikah di usia muda juga menjadi tambahan bagi mereka yang menjalankan. Bayangkan, mereka harus menjadi pelajar (siswa) ketika sekolah, menjadi anak untuk kedua orangtuanya, dan menjadi seorang istri bagi pasangannya.

"Ada peran baru, yang tadinya hanya jadi anak dan siswa, kini ada tambahan beban menjadi seorang istri bagi pasangan. Jadi harus bisa menyesuaikan, ada risiko dari segi pelajaran dan sekolahnya," tutur dia.

Dia mengakui, anak di usia SMP, SMA atau SMK masih dalam tahapan mencari identitas. Namun, ketika sudah dihadapi dengan masalah pernikahan, maka akan menjadi tantangan bagi anak itu sendiri.

"Jadi masih dalam tahapan mencari identitas, sudah diberikan komitmen (menikah dini). Nanti akan ada gap yang besar, komitmen yang dijalani saat pernikahan. Memang ada keunikan dari masing-masing individu, tapi itu bisa dibangun dengan cepat atau lama," tegas dia.

Tiga hal yang dibutuhkan saat menikah

Paling terpenting, sambung dia, ada tiga hal yang harus dimiliki saat menjalankan pernikahan. Ketiganya adalah kualitas, keterampilan (skill), dan sikap mau bertanya.

Masalah kualitas, perempuan yang merupakan pendiri klik tumbuh kembang anak Rainbow Castle menyebutkan, seseorang harus mempunyai sikap kesabaran dalam menjalani bahtera rumah tangga, bisa menjaga hubungan penikahan, berkomitmen dalam pernikahan, dan memiliki tujuan yang baik dalam pernikahan.

Terkait keterampilan, dia menyebutkan, kedua pasangan harus memiliki komunikasi yang efektif, saling kerjasama dalam membangun pernikahan, dan mampu bernegosiasi bersama pasangan.

"Ini kita lakukan supaya bisa mengatur ketika saat terjadi konflik. Jadi harus saling komunikasi dan bersama-sama membangun pernikahan yang baik," sebut Devi.

Poin terakhir, sikap saling bertanya antar pasangan harus dijalankan. Salah satu hal yang bisa ditanyakan terkait keinginan mempunyai anak secara cepat atau tidak, masalah keuangan, dan sebagainya.

Baca juga: Kisah Pelajar SMK Nikahi 2 Gadis dalam Sebulan, Orangtua Kaget hingga Pingsan

"Itu pertanyaan yang bisa ditanyakan ke kita sendiri atau pasangan kita. Jadi harus ditanyakan, masalah anak, keuangan, siapa yang harus bekerja setelah pernikahan," tukas Devi.

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com