KOMPAS.com - Momen hari raya Idul Fitri rasanya tak lengkap jika tidak ada sajian ketupat.
Sajian ketupat biasanya akan ada dengan aneka menu pendamping yang sangat ditunggu-tunggu.
Tahukah Anda, ketupat bukan sekadar makanan biasa yang dimunculkan saat Lebaran.
Ternyata ada sejarah panjang dari kemunculannya. Selain itu, ketupat juga memiliki nilai historis tersendiri. Berikut ini sejarah ketupat dan makna di baliknya.
Awalnya, ketupat bukan tradisi yang identik dengan Islam maupun Lebaran.
Hal tersebut pernah disampaikan oleh Sejarawan Universitas Padjajaran Bandung, Fadly Rahman.
"Ketupat sudah ada pada masa pra-Islam dan tersebar di wilayah hampir di Asia Tenggara dengan nama yang berbeda-beda. Selain itu, ketupat juga identik dengan tradisi animisme," ujar Fadly seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (30/5/2019).
Baca juga: Resep Malbi Tanpa Santan Khas Sumatera Selatan, Lauk untuk Ketupat
Menurut dia, pada zaman dulu, di Nusantara ada tradisi menggantung ketupat di tanduk kerbau untuk mewujudkan rasa syukur karena panen yang dihasilkan.
Di masa sekarang, tradisi menggantung ketupat ini juga masih dilakukan di beberapa tempat. Yang digantung adalah ketupat kosong. Ketupat kosong digantung di pintu rumah untuk menolak bala.
Ketupat menjadi identik dengan Lebaran, tak lepas dari pengaruh Sunan Kalijaga.
Seperti diketahui, pada abad 15-16, Sunan Kalijaga merupakan pendakwah di Pulau Jawa yang cukup terkenal dalam menyiarkan agama Islam.
Fadly mengatakan, Sunan Kalijaga mengkreasikan makanan tersebut sebagai makanan khas Lebaran. Cara ini yang kemudian dianggap menarik minat masyarakat Jawa pada Islam.
"Titik tolaknya ketika Sunan Kalijaga menyebarkan Islam di kalangan masyarakat Jawa yang saat itu masih transisi beragama Islam," ujar Fadly.
Akhirnya, ketupat menyebar dan setiap daerah memiliki penamaan masing-masing. Di Jawa dan Sunda menyebut ketupat dengan "kupat".
Di Melayu, sebutannya ketupat. Di Bali, masyarakat menyebutnya dengan tipat. Ada juga wilayah lain yang menyebut ketumpat.