Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Obesitas di Usia Muda Berbahaya bagi Kesehatan, Ini Faktor Penyebabnya

Kompas.com - 13/03/2022, 08:45 WIB
Maya Citra Rosa

Penulis

KOMPAS.com - Sebanyak 39 persen atau 1,9 miliar orang muda berusia 18 tahun ke atas di dunia mengalami berat badan berlebih.

Data ini berdasarkan catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di tahun 2016, diantaranya ada 650 juta orang dikategorikan obesitas.

WHO melaporkan, angka kejadian atau prevalensi obesitas di seluruh dunia juga meningkat tiga kali lipat di tahun 2016.

Sementara itu, hasil laporan di the 2018 Congress on Obesity di Vienna, Austria juga menemukan sebanyak 22 persen masyarakat dunia diprediksi akan mengalami obesitas pada 2045 mendatang.

Laporan ini menyebutkan, satu dari delapan orang akan mengalami diabetes tipe 2.

Obesitas di Indonesia, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) prevalensi obesitas pada orang berusia di atas 18 tahun meningkat dari 11,7 persen di tahun 2010 menjadi 21,8 persen pada 2018.

Hal tersebut diungkapkan Koordinator Substansi P2 Penyakit Diabetes Melitus dan Gangguan Metabolik (P2DMGM) Kemenkes, dr Esti Widiastuti, M.ScPH dalam webinar #BeatObesity Community Festival 2022 – Anak Muda Lawan Obesitas.

Baca juga: Waspada Obesitas Banyak Dialami Orang Usia Muda, Ini Penjelasannya

"Masalah ini sebetulnya bukan hanya pada dewasa, anak pun juga sudah ada (obesitas). Jadi obesitas pada balita pun juga sudah ada. Meskipun angkanya turun-naik semakin lama semakin perlu tindakan untuk mengatasinya," ujar Esti Senin, (7/3/2022).

Lebih lanjut, Esti berkata, sejumlah data obesitas di Indonesia selama pandemi Covid-19 menunjukkan angkanya semakin meningkat.

Obesitas berisiko dialami usia muda, lantaran terjadinya perubahan aktivitas fisik.

Faktor penyebab obesitas pada usia muda

Selain itu, faktor penyebab obesitas pada orang muda yakni meningkatnya konsumsi makanan tinggi kalori dengan kandungan gula, garam, dan lemak yang tinggi.

Untuk diketahui, obesitas adalah penumpukan lemak yang berlebihan akibat ketidak seimbangan asupan energi dengan energi yang digunakan.

Obesitas, kata dia, ialah faktor risiko terjadinya penyakit tidak menular, dan faktor penyebab kematian tertinggi ke-5.

"Jadi kontribusinya (obesitas) di disability adjusted life year tahun 2017, di mana sesorang banyak memiliki banyak penyakit sebesar 7,67 persen," kata Esti sambil menjelaskan obesitas berisiko dialami usia muda.

Adapun obesitas juga berkontribusi pada risiko penyakit jantung, diabetes, serta penyakit ginjal. Selain itu, obesitas juga meningkatkan hampir dua kali lipat risiko seseorang terkena diabetes melitus.

"Obesitas tidak hanya sekadar kelebihan berat badan, tetapi masuk dalam kategori penyakit. Obesitas adalah suatu penyakit dengan aspek patofisiologi dan membutuhkan intervensi dalam upaya pencegahan dan pengendaliannya," terang Esti.

Baca juga: Kenali Apa itu Obesitas Sentral, Perut Buncit yang Perlu Diwaspadai

Waspada faktor risiko obesitas

Telah diketahui bahwa obesitas bisa menyerang siapa saja, terlepas dari usianya. Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, banyak pula masyarakat yang lebih banyak berkegiatan di rumah seperti bekerja ataupun sekolah.

Beberapa kebiasaan baru yang tidak sehat selama pandemi mungkin kerap dilakukan, misalnya jarang beraktivitas fisik, maupun lebih banyak duduk.

Faktanya, dr Esti memaparkan sedikit bergerak justru akan meningkatkan potensi obesitas pada seseorang. Di samping itu, ada beberapa hal lain yang juga menjadi faktor risiko obesitas, di antaranya:

  • Kemajuan teknologi, misalnya penggunaan aplikasi pesan antar tanpa perlu banyak bergerak
  • Kurangnya waktu untuk berolahraga
  • Pola makan tidak sehat dan berlebihan
  • Kurangnya konsumsi buah dan sayur

"Kalau melihat data, banyak sekali masyarakat kita yang pola makannya cukup berisiko terhadap penyakit tidak menular," jelas Esti.

Baca juga: Alami Obesitas, Bocah 11 Tahun di Bekasi Capai Bobot Tubuh hingga 115 Kilogram

Lantas, bisakah obesitas dideteksi sejak dini?

Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi Seimbang, batasan indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam satuan meter, kemudian dikuadratkan.

Apabila IMT menunjukkan angka lebih dari 27, maka seseorang mungkin telah dianggap mengalami obesitas. Berikut adalah daftar indeks massa tubuh:

  • Kurang dari 17: sangat kurus
  • Antara 17 sampai 18,5: kurus
  • Antara 18,5 sampai 25: normal
  • Antara 25 sampai 27: gemuk atau overweight
  • Lebih dari 27: obesitas

Selain dengan perhitungan IMT, Anda dapat mengukur obesitas berdasarkan lingkar perut. Pada pria, lingkar perut lebih dari 90 cm bisa mengartikan dirinya obesitas, sedangkan pada wanita yang obesitas ukuran lingkar perutnya di atas 80 cm.

Baca juga: 6 Cara Mencegah Obesitas pada Anak, Perlu Dimulai sejak Lahir

Di sisi lain, pemerintah melalui Kemenkes pun telah memberlakukan kebijakan mengenai penanggulangan penyakit tidak menular yang tertuang dalam Permenkes No. 71 Tahun 2015.

Kebijakan tersebut menetapkan penanggulangan PTM dapat dilakukan dengan promosi kesehatan, deteksi dini, serta penanganan kasus ataupun perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan.

Dengan begitu, masyarakat bisa mengakses semua informasi maupun layanan untuk mencegah obesitas.

(Sumber: Kompas.com Penulis Zintan Prihatini | Editor Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com