Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Tes PCR Jadi Ladang Bisnis Menggiurkan Selama Pandemi

Kompas.com - 24/10/2021, 17:57 WIB
Artika Rachmi Farmita

Penulis

KOMPAS.com - Biaya tes polymerase chain reaction atau PCR yang dinilai masih belum terjangkau menuai kritik masyarakat terhadap peraturan baru pemerintah.

Dalam peraturan baru yang berlaku mulai hari ini, pemerintah mewajibkan calon penumpang pesawat udara dari dan menuju bandara di Pulau Jawa dan Bali untuk menunjukkan hasil negatif tes PCR.

Peraturan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor 88 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perjalanan Orang Dalam Negeri dengan Transportasi Udara pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Pada mulanya, tes PCR digunakan untuk mendiagnosis penyakit Covid-19, yaitu dengan mendeteksi material genetik virus Corona, lebih akurat dibandingkan tes swab antigen.

Namun di balik peraturan tersebut, terdapat oknum yang menjadikan tes PCR sebagai ladang bisnis di tengah pandemi.

Bagaimana temuan di lapangan selama ini?

Baca juga: Naik Pesawat Wajib Negatif PCR, Ini Biaya Tes PCR Terbaru di Indonesia

Harga eceran tertinggi tes PCR berkali lipat

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, membeberkan selama ini ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) tes PCR di lapangan banyak diakali oleh penyedia sehingga harganya naik berkali lipat.

"HET PCR di lapangan banyak diakali oleh provider (penyedia) dengan istilah 'PCR Ekspress', yang harganya tiga kali lipat dibanding PCR yang normal. Ini karena PCR normal hasilnya terlalu lama, minimal 1x24 jam," tutur Tulus dilansir dari Antara, Minggu (24/10/2021).

Dia juga menilai kebijakan wajib PCR bagi penumpang pesawat diskriminatif karena memberatkan dan menyulitkan konsumen.

"Diskriminatif, karena sektor transportasi lain hanya menggunakan antigen, bahkan tidak pakai apapun," katanya. 

Tulus menyebutkan syarat wajib PCR sebaiknya dibatalkan atau minimal direvisi. Misalnya, waktu pemberlakuan PCR menjadi 3x24 jam, mengingat di sejumlah daerah tidak semua laboratorium PCR bisa mengeluarkan hasil cepat.

Baca juga: 2 Alasan IDI Dukung Tes PCR Tetap Jadi Syarat Terbang

 

"Atau cukup antigen saja, tapi harus vaksin dua kali. Dan turunkan HET PCR kisaran menjadi Rp 200 ribuan," imbuhnya.

Tulus meminta agar kebijakan soal syarat penumpang pesawat terbang benar-benar ditentukan secara adil. "Jangan sampai kebijakan tersebut kental aura bisnisnya. Ada pihak pihak tertentu yang diuntungkan," pungkas Tulus Abadi.

Fasilitas tes di bandara kurang mumpuni

Dalam aturan terbaru surat keterangan hasil negatif RT-PCR maksimal 2x24 jam dijadikan syarat sebelum keberangkatan perjalanan dari dan ke wilayah Jawa-Bali serta di daerah yang masuk kategori PPKM level 3 dan 4.

Untuk luar Jawa-Bali, syarat ini juga ditetapkan bagi daerah dengan kategori PPKM level 1 dan 2, namun tes antigen tetap berlaku dengan durasi 1x24 jam.

Sebelumnya, pelaku penerbangan bisa menggunakan tes antigen 1x24 jam dengan syarat calon penumpang sudah divaksin lengkap.

Dikutip Kompas dari Kantor Berita Antara, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setidjowarno meminta pihak bandara untuk memperbaiki layanan sebagaimana syarat penerbangan yang sudah ditentukan.

Pihak bandara dinilai tidak sigap menyiapkan fasilitas tes agar memudahkan penumpang.

"Jujur saja, pelayanan di bandara itu tidak jelas. Kalau di stasiun, untuk pemberangkatan jam 6 pagi, pelayanan tes sudah dibuka sejam sebelumnya. Kalau di bandara tidak jelas. (Tes) Genose saja antrenya panjang, bahkan saya pernah sampai satu jam. Ini membuat konsumen malas dan enggan bepergian (naik pesawat)," katanya.

Baca juga: YLKI: Harga Tes PCR di Lapangan Banyak Diakali

 

Perbedaan harga pulau Jawa dan luar Jawa

Senada dengan YLKI, Djoko mengungkapkan selama ini banyak lab kesehatan yang memaksimalkan keuntungan dari PCR.

Terutama soal biaya tes yang tidak sama antara di Jawa dan luar Jawa meski pemerintah sudah menetapkan harga tertingginya sebesar Rp 495 ribu dan Rp 525 ribu.

"Di luar Jawa itu Rp 495 ribu mau berapa jam pun, semua sama. Tapi di Jawa, Rp 495 ribu untuk hasil 24 jam. Kalau minta yang 12 jam, harganya sampai Rp 750 ribu," ujarnya.

Djoko pun menilai kewajiban PCR bagi penumpang pesawat seharusnya bisa dihapuskan. Jika hal itu bisa dilakukan, ia meyakini bisnis angkutan udara bisa kembali membaik.

"Kalau mau perbaiki bisnis udara, ya hilangkan saja (syarat PCR) atau dibayarkan oleh pemerintah. Lagipula harganya beda-beda. Bahkan di beberapa tempat juga ditawari surat hasilnya. Tes PCR juga tidak tersedia di semua tempat," ucap dia.

Seperti diketahui, pemerintah secara resmi mewajibkan penumpang pesawat untuk penerbangan dari atau menuju bandara di Pulau Jawa dan Pulau Bali menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama.

Baca juga: YLKI Beberkan Bisnis Permainan Harga Tes PCR Demi Kejar Untung

 

Syarat naik pesawat selanjutnya, yakni calon penumpang diminta memperlihatkan surat keterangan hasil negatif covid tes reverse transcription polymerase chain reaction atau RT-PCR.

 

Pemerintah hanya mengakui penggunaan surat keterangan bebas Covid-19 dari RT-PCR, sehingga hasil antigen, terlebih GeNose, tak lagi diakui.

Aturan ini berlaku efektif mulai 24 Oktober 2021, kecuali di daerah terpencil atau perintis. Penumpang pesawat perintis dibebaskan dari kewajiban tes PCR.

Aturan wajib menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR ini juga berlaku bagi penerbangan antar kota di Pulau Jawa dan Pulau Bali dan daerah yang menerapkan PPKM level 4 dan 3.

Dengan kata lain, wilayah di luar Pulau Jawa dan Bali yang masuk kategori PPKM level 4 dan 3 juga wajib menunjukkan tes RT-PCR.

Sementara, seluruh wilayah di Pulau Jawa dan Bali yang masuk kategori PPKM level 4-1 wajib menunjukkan tes RT-PCR.

Sumber: Antara, Kompas.com (Penulis : Muhammad Idris)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com