Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mana yang Paling Besar, Utang Negara Pemerintahan SBY atau Jokowi?

Kompas.com - 02/10/2021, 06:10 WIB
Maya Citra Rosa

Penulis

KOMPAS.com - Utang negara merupakan salah satu isu sensitif dari tahun ke tahun. Hal ini karena tercatat utang negara terus bertambah dengan totalnya menembus Rp 6.625,43 triliun.

Mengutip Kompas.com, utang pemerintah pada era Presiden Joko Widodo (Jokowi) diketahui terus mengalami kenaikan, baik pada periode pertama maupun periode kedua masa pemerintahannya.

Hal ini menunjukkan bahwa lonjakan utang sudah terjadi jauh sebelum pandemi Covid-19.

Jika diingat kembali pada masa kontestasi Pilpres lalu, Tim Kampanye Jokowi pernah beberapa kali melontarkan wacana akan mengurangi jumlah utang pemerintah.

Namun justru sebaliknya, utang negara terus bertambah. Tercatat dalam kurung 2014 hingga 2019, pemerintah sudah menbuat utang baru sebesar Rp 4.016 triliun.

Lantas, bagaimana perbandingan utang negara era Presiden Jokowi dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mana yang paling besar?

Utang negara pemerintahan SBY

Berdasarkan data dari laman DJPPR Kementerian Keuangan, jumlah utang pemerintah pada 2007 atau periode pertama pemerintah SBY tercatat Rp 1.389,41 triliun.

Hingga masa akhir periode pertama tahun 2009, utang pemerintah pada masa Presiden SBY adalah sebesar Rp.1.590,66 triliun.

Baca juga: Utang Tembus 40 Persen, Kemenkeu: Kita Butuh, tetapi Tidak Ugal-ugalan

Pada periode kedua pemerintahan SBY, tahun 2014 tercata utang pemerintah yaitu sebesar Rp 2.608,87 triliun.

Rincian utang negara era SBY dari tahun ke tahun selama 2 periode:

Total utang pemerintah tahun 2007: Rp 1.389.41 triliun

Total utang pemerintah tahun 2008: Rp 1.636,74 triliun

Total utang pemerintah tahun 2009: Rp 1.590,66 triliun

Total utang pemerintah tahun 2010: Rp 1.676,85 triliun

Total utang pemerintah tahun 2011: Rp 1.803.49 triliun

Total utang pemerintah tahun 2012: Rp 1.977,71 triliun

Total utang pemerintah tahun 2013: Rp 2.375,50 triliun

Total utang pemerintah tahun 2014: Rp 2.608,78 triliun

Utang negara pemerintahan Jokowi

Berdasarkan data dari laman APBN KiTa September 2021 yang dirilis oleh Kementerian Keuangan, utang pemerintah per Agustus 2021 naik dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu per Juli 2021 sebesar Rp 6.570,17 triliun.

Utang pemerintah tercatat memang mengalami kenaikan cukup besar sejak Presiden Jokowi menjabat. Di akhir tahun 2014, total utang negara yaitu Rp 2.608 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 24,7 persen.

Namun, pada akhir tahun 2015 atau setahun menjabat, Presiden RI sudah membuat utang melonjak menjadi Rp 3.089 triliun dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 27 persen.

Hingga pada Januari 2017, utang negara sudah mengalami lonjakan sebesar RP 3.549 triliun dengan rasio utang terhadap PDB yaitu 28 persen.

Baca juga: Membandingkan Utang Pemerintah Era SBY dan Jokowi, Mana Paling Besar?

Tercatat pada akhir tahun 2017, utang pemerintah menembus Rp 3.938 triliun, sementara rasio utang terhadap PDB juga meningkat sebesar 29,2 persen.

Berikut ini rincian utang pemerintahan Jokowi dari tahun ke tahun:

Total utang pemerintah tahun 2014: Rp 2.608,78 triliun
Total utang pemerintah tahun 2015: Rp 3.165,13 triliun
Total utang pemerintah tahun 2016: Rp 3.706,52 triliun
Total utang pemerintah tahun 2017: Rp 3.938,70 triliun
Total utang pemerintah tahun 2018: Rp 4.418,30 triliun
Total utang pemerintah tahun 2019: Rp 4.779,28 triliun
Total utang pemerintah tahun 2020: Rp 6.074,56 triliun
Total utang pemerintah Agustus 2021: Rp Rp 6.625,43 triliun.

Janji kampanye Jokowi soal utang negara

Saat masih menjadi calon Presiden dari PDI Perjuangan tahun 2014, Jokowi mempunyai visi misi untuk mengurangi utang negara.

Salah satu caranya, Jokowi ingin merubah Indonesia sebagai negara produsen dan mengurangi konsumsi terutama dari barang impor.
"Dilarikan ke produksi, Indonesia jadi negeri produsen," ujar Jokowi dikutip dari pemberitaan Tribunnews, 5 Juni 2014.

Untuk meningkatkan produksi, Jokowi berharap produk dalam negeri bisa banyak di ekspor.
Karena Jokowi sudah berpengalaman sebagai pengusaha kayu selama 24 tahun.

"Harus dibarengi dengan peningkatan produksi, dan produksi arahkan ke pasar ekpsor, kebetulan saya eksportir bagaimana memasarkan," jelas Jokowi.

Mantan walikota Solo itu menjelaskan semakin tinggi angka ekspor cadangan devisa semakin besar. Otomatis neraca perdagangan negara menjadi lebih baik.

"Kuncinya hanya disitu, cadangan devisa meningkat jika bisa ditingkatkan. Mengurangi hal-hal dengan impor, neraca kita semakin baik. Jangan jadi negara konsumen," papar Jokowi.

Hal yang sama juga diutarakan Ketum Tim Ekonomi Pasangan Jokowi-JK saat itu, Arif Budimanta.

Baca juga: Puan Tegaskan DPR Akan Awasi Investasi dan Rasio Utang Negara Saat Pandemi
Kata Arief, jika terpilih menjadi Presiden RI, Jokowi akan secara bertahap mengurangi utang pemerintah.

"Utang harus dikurangi perlahan, agar menciptakan keseimbangan primer di APBN," jelas Ketua Tim Ekonomi pasangan Jokowi-JK, Arif Budimanta dikutip dari Kontan, 8 Juni 2014.

Pasangan ini juga akan mengalihkan utang baru hanya untuk pembiayaan produktif, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan utang yang berbasis program bakal dihentikan.

Sebagai ganti sumber pendanaan APBN, mereka menjanjikan peningkatan penerimaan pajak. dengan optimalisasi penerimaan pajak, serta pencegahan pengemplangan pajak.

(Sumber: Kompas.com Penulis Muhammad Idris | Editor Muhammad Idris)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com