Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tren Wisata Tahun 2022, Kembali ke Alam di Negeri Sendiri

Tentu saja, tren berwisata di negara adidaya AS belum tentu sama dengan di Indonesia. Bukan soal destinasi yang dituju saja, tetapi juga gaya bepergian pun berbeda.

Di Amerika Serikat (AS), misalnya, dua pertiga warga Amerika yang hendak bepergian di tahun ini merencanakan suatu "big trip".

Suatu perjalanan besar yang lebih dari semua perjalanan sebelumnya. Temuan ini mengacu pada "The 2022 Travel Trends Reports" yang dirilis Expedia pada Desember 2021 lalu.

Gaya berwisata yang disebut Expedia sebagai sikap "GOAT" (Greatest of All Trips) ini juga bakal dijalani wisatawan asal Singapore di tahun ini.

Expedia sendiri dikenal sebagai perusahaan perjalanan berbasis teknologi terkemuka asal AS. Perusahaan ini mengelola sejumlah situs pencarian jasa wisata dan hotel, antara lain Expedia.com, Hotels.com, dan Orbitz.

Maklum, setelah lama terkurung, kini saatnya melakukan perjalanan. Dan bukan sekedar perjalanan wisata biasa, tetapi "A Travel of a Lifetime". Dan sama dengan riset lainnya yang memprediksi tahun 2022 dengan sebutan "Travel Less, Travel Better". Boleh saja lebih sedikit berwisata, tetapi sekali bepergian harus lebih baik dari sebelumnya.

Meskipun memiliki preferensi berbeda, tetapi melihat situasi global yang masih tidak menentu, pilihan bepergian sejatinya masih terbatas. Banyak destinasi global masih tertutup untuk kunjungan wisata. Sementara yang sudah dibuka pun menerapkan protokol kesehatan super ketat.

Belum lagi sewaktu-waktu, otoritas di negara tujuan bisa saja mengubah aturan perjalanan sesuai perkembangan naik-turunnya penyebaran covid-19. Wisatawan pun dituntut untuk mempertimbangkan semua potensi resiko dengan cermat. Hope for the best, but prepare for the worst.

WTTC, yang juga didukung "United Nations World Tourism Organization (UNWTO)" bahkan telah mengeluarkan sertifikat "Safe Travels" bagi pelaku pariwisata.Sertifikat ini menjadi semacam acuan bagi wisatawan untuk mengenali industri yang telah mengadopsi prokes berstandar global di era New Normal.

Dalam skala nasional, "Safe Travels" bisa disamakan dengan Sertifikasi "Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability (CHSE)" yang telah diterapkan di industri perhotelan dan berbagai destinasi wisata di tanah air.

Berdasarkan berbagai perkembangan terkini serta temuan perubahan perilaku wisatawan, maka tahun 2022 ini akan menyaksikan suatu tren berwisata yang berbeda. Suatu perjalanan wisata yang tidak semata 'balas dendam' setelah terkurung sekian lama (revenge travel).

Wisatawan saat ini sudah lebih sadar pentingnya menjaga diri serta keluarganya. Pilihan akomodasi dan restoran, misalnya, akan dicari yang kebersihannya lebih terjamin. Sebisa mungkin yang telah menerapkan prinsip CHSE. Sedangkan destinasi tujuan pun tidak lepas dari yang sudah mengikuti pedoman prokes yang dikenal sebagai gerakan 5M.

Hasilnya, seperti yang juga telah diprediksi banyak situs dan konsultan perjalanan, beberapa tren berikut ini bakal mewarnai perjalanan wisata di tahun 2022. Tren yang juga berlaku di tanah air Indonesia.

Bangkitnya wisata domestik

Tidak hanya di Negeri Paman Sam AS, di Indonesia pun perjalanan wisata di dalam negeri sendiri akan lebih dominan di sepanjang tahun 2022. Staycation akan tetap populer. Wisata ke destinasi yang tidak terlalu jauh dari wilayah domisili tetap menjadi pertimbangan utama.

Dikutip dari situs Travel+Leisure, perjalanan domestik akan jauh meninggalkan perjalanan internasional. Apalagi destinasi wisata favorit di dunia masih banyak yang ditutup. Perancis, contohnya. Destinasi wisata nomor satu di dunia ini baru saja mencatat rekor kasus Covid-19 varian Omicron.

Jelas lebih aman bepergian di negeri sendiri. Pemerintah Indonesia sendiri kian aktif mengimbau masyarakat Indonesia untuk berwisata di dalam negeri saja.

Tagar #DiIndonesiaSaja terus dikumandangkan. Indonesia kini ikut mempromosikan 5 DSP (Destinasi Super Prioritas), yakni Borobudur, Danau Toba, Labuan Bajo, Likupang dan Mandalika.

Perjalanan internasional saat ini memang terasa kian berat. Bayangkan saja, jika Anda bepergian ke suatu destinasi yang mewajibkan karantina. Bahkan ke destinasi tanpa karantina sekalipun, tetap saja ada resiko yang sewaktu-waktu membuat perjalanan Anda terhambat.

Dan ketika pulang ke tanah air, kembali wajib karantina menanti. Masa tinggal di hotel karantina bisa saja lebih lama daripada durasi wisata itu sendiri. Biaya perjalanan plus karantina jelas ikut melonjak. So, kenapa tidak di Indonesia saja? Setidaknya selama pandemi belum sepenuhnya mereda.

Meskipun perjalanan udara tetap diminati, tetapi selama memungkinkan, banyak orang mulai cenderung memilih perjalanan lewat jalur darat alias "Road Trip". Situasi di bandara yang selalu padat, serta prosedur prokes yang lebih rumit, membuat calon wisatawan berusaha menghindarinya.

Road trip dengan kendaraan pribadi jelas lebih memberikan rasa aman dan juga nyaman. Selain bisa lebih dekat dengan Keluarga sendiri, rute yang dilewati pun bisa lebih fleksibel. Anda bisa berhenti di manapun tanpa terikat itinerary yang kaku. Di banyak negara lain, perjalanan darat menggunakan campervan diperkirakan akan kian populer.

Menariknya, di Indonesia sendiri, tren memodifikasi mobil sejenis MPV (multi purpose vehicle) hingga Minibus menjadi Campervan kini makin merebak. Campervan atau kerap disebut mobil kemping memang tidak hanya sebagai alat transportasi, tetapi juga menyediakan tempat tidur untuk beristirahat.

Tidak kalah pentingnya, perjalanan di darat bersama Keluarga sendiri (grup kecil) sekaligus meminimalisir resiko tertular. Bandingkan dengan bila Anda harus bergabung dengan peserta tour lain yang tidak Anda kenal sebelumnya. Misalnya, mengikuti perjalanan dalam rombongan besar.

Kembali ke alam dan wisata berkelanjutan

Sebelum pandemi Covid-19, destinasi wisata seperti Disneyland atau Universal Studios selalu menjadi favorit wisatawan dunia. Antrean panjang di setiap wahana populer telah menjadi pemandangan biasa di semua theme park terkenal itu. Begitu pun yang kerap terlihat di Taman Impian Jaya Ancol dan TMII di Jakarta.

Akan tetapi, karena kekhawatiran masih merebaknya Covid-19, wisatawan tentu saja akan menghindari kerumunan yang biasanya terjadi di semua taman hiburan seperti itu.

Sekalipun kapasitas pengunjung telah dibatasi hingga setengah dari kapasitas maksimal. Berada di kerumunan seperti itu tetap lebih beresiko.

Tidak mengherankan, berwisata ke alam terbuka pun menjadi pilihan yang logis. Selain less crowded atau kurang padat, udara segar di alam terbuka tentunya jauh lebih menyehatkan. Misalnya, berwisata ke Geopark Ciletuh, Taman Nasional Baluran, Gunung Ijen, dan lain-lain.

Alternatif wisata seperti ini juga ditunjang kesadaran berwisata sekaligus menjaga lingkungan hidup di sekitarnya.

Suatu tren wisata yang populer disebut sustainable tourism atau pariwisata berkelanjutan. Inilah konsep berwisata yang ikut memperhitungkan dampak terhadap lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi setempat.

Salah satu air terjun di Geopark Ciletuh- Sukabumi. Sumber: dokumentasi pribadi
Di Indonesia, Wisata Berkelanjutan bisa ditemukan di beberapa destinasi wisata berlabel Geopark hingga ke desa-desa wisata. Belasan Desa Wisata yang tersebar di berbagai wilayah kini ikut dipromosikan. Mulai dari Desa Wisata Nglanggeran di Gunung Kidul- Yogyakarta sampai Desa Wisata Penglipuran di Bali.

Desa Wisata Nglanggeran termasuk salah satu desa wisata terkenal. Bersama 44 desa wisata dari 32 negara, desa ini terpilih sebagai "UNWTO Best Tourism Villages 2021". Sebelumnya, Desa Wisata yang berjarak sekitar 26 km dari Yogya ini juga berhasil masuk dalam Top 100 Destinasi Berkelanjutan versi Global Green Destinations Days (GGDC) pada tahun 2018 lalu. Bravo!

Sensasi destinasi baru

Yang tidak kalah menarik, wisatawan terkini jauh lebih rajin melakukan pencarian informasi sebelum bepergian. Situs-situs perjalanan menyajikan jutaan informasi perjalanan. Tidak hanya destinasi wisata yang sudah mapan, tetapi juga destinasi wisata baru yang relatif belum dikenal.

Godaan mengunjungi destinasi baru memang selalu lebih kuat. Ada sensasi tersendiri ketika menjadi bagian dari yang pertama mengunjunginya. Apalagi bagi wisatawan muda yang masuk Gen Z. Baik Expedia maupun Pegipegi sama-sama memprediksi motivasi bepergian seperti ini akan ikut meramaikan tren wisata di tahun ini.

Tempat wisata yang belum banyak diketahui memang memberikan kepuasan berbeda. Terlebih lagi bila destinasi wisata tersebut menawarkan sedikit petualangan untuk mencapainya. Pasti bakal tidak terlupakan!

Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Tren Wisata Tahun 2022: Di Indonesia Saja!"

https://www.kompas.com/wiken/read/2022/01/21/082815081/tren-wisata-tahun-2022-kembali-ke-alam-di-negeri-sendiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke