Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Saat Ditanya Suaminya, Santriwati Korban Pemerkosaan Guru Pesantren Terpaksa Berbohong

Kegetiran nasib para santriwati korban kejahatan seksual guru pesantrennya itu diceritakan oleh Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P22TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan, kepada wartawan, Jumat (10/12/2021),

Diah mengaku ia menyaksikan sendiri nasib mereka karena pihaknya yang melakukan pendampingan.

Diah menceritakan, para korban memasak, menjaga anak hingga mengantar kawan mereka yang hendak melahirkan. Hal itu dilakukan secara bersama-sama.

Mereka juga membagi tugas, dari mulai memasak, mencuci, dan menjaga anak.

"Ada yang mau melahirkan, diantar oleh mereka sendiri. Saat ditanya mana suaminya, alasannya suaminya kerja di luar kota. Jadi begitu selesai melahirkan, bayar langsung pulang, tidak urus surat-surat anaknya," kata Diah.

Diah mengatakan, selain tinggal di tempat belajar mereka di Cibiru, Kota Bandung, santriwati korban pencabulan gurunya juga ditempatkan di tempat khusus yang biasa disebut basecamp.

Tempat khusus tersebut dijadikan ruangan untuk bayi-bayi yang dilahirkan serta berkumpul para korban untuk pemulihan.

"Jadi di lingkungannya, saat ditanya bayi-bayinya anak siapa, mereka bilang anak yatim piatu yang dititipkan," katanya.

Diah mengatakan, pihaknya langsung melakukan pendampingan para korban sehingga bisa mengetahui detail kehidupan mereka di tempat itu.

Ia pun merasakan betul kegetiran yang dialami para santriwati korban pencabulan guru pesantren.

"Merinding saya kalau inget cerita-cerita mereka selama di sana diperlakukan oleh pelaku," ucap Diah.

Para korban, lanjut Diah, tidak berdaya karena diancam oleh gurunya agar tidak menceritakan peristiwa yang dialami mereka.

Akhirnya para korban tidak bisa bersuara selama bertahun-tahun.

Selain itu, orangtua juga tidak diberi kebebasan oleh pihak pesantren untuk menengok anak-anak mereka.

"Orangtua tidak diberi kebebasan menengok anak-anak. Anak-anak juga tidak bebas pulang, paling kalau mau lebaran, hanya 3 hari, itu pun diancam dilarang melapor pada orangtuanya," kata Diah.

Menurut Diah, pelaku mudah memperdaya para korban karena mereka masih lugu.

Pelaku dikecam

Perbuatan pelaku bernama Herry Wirawan ini mendapat kecaman dari berbagai pihak.

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyebut perbuatan pelaku adalah biadab dan tidak bermoral.

Bahkan, pria yang akrab disapa Emil ini meminta penegak hukum untuk menghukum pelaku seberat-beratnya.

Kecaman serupa disampaikan Staf Khusus Presiden Aminuddin Ma'ruf. Pria yang akrab disapa Amin ini menyebut bahwa perbuatan pelaku tidak beradab dan tidak bisa ditoleransi lagi.

Amin mengatakan bersedia untuk mendampingi psikologis korban pencabulan guru pesantren untuk menghilangkan trauma.

Ancaman 20 tahun penjara

Perkara ini pun telah masuk proses persidangan.

Herry Wirawan didakwa primair melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sedangkan dakwaan subsidair, Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Menurut jaksa dari Kejaksaan Negeri Kota Bandung, pelaku diancam 15 tahun penjara dan kemungkinan diperberat menjadi 20 tahun penjara karena yang bersangkutan adalah pendidik. (Sebagian dikutip dari Kompas.com/ Penulis: Kontributor Garut, Ary Maulana Karang | Editor: Khairina)

https://www.kompas.com/wiken/read/2021/12/11/065437681/saat-ditanya-suaminya-santriwati-korban-pemerkosaan-guru-pesantren

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke