Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Terbentuknya Matahari 4,6 Miliar Tahun Lalu, Dipicu oleh Supernova

Kompas.com - 09/04/2024, 08:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Matahari adalah pusat tata surya di mana Bumi berputar atau berevolusi mengelilinginya.

Matahari menjadi sumber kehidupan seluruh makhluk hidup yang tinggal di Bumi.

Tanpa Matahari, Bumi akan terus gelap gulita sehingga manusia, hewan, dan tumbuhan tak akan bisa bertahan hidup.

Diperkirakan, Matahari terbentuk 4,6 miliar tahun lalu.

Lantas, bagaimana proses terbentuknya Matahari?

Baca juga: Berbentuk Asli Bulat, Mengapa Bintang Digambarkan Bersudut Lima?

Proses terbentuknya Matahari

Dikutip dari NDTV, tata surya terbentuk dari keruntuhan gravitasi awan molekul gas dan debu raksasa yang sangat padat dan dikenal sebagai nebula surya. Runtuhnya nebula surya ini  diakibatkan oleh gravitasinya sendiri.

Meski begitu, keruntuhan yang terjadi kemungkinan besar dipicu oleh gangguan gelombang kejut yang lewat dari bintang masif yang meledak. Ledakan inilah yang disebut sebagai supernova.

Gelombang kejut ini cukup menekan awan molekul hingga mulai meruntuhkannya, dan lama kelamaan membentuk sistem tata surya.

Nebula surya tersebut sebagian besar terdiri dari hidrogen dengan sedikit helium dan satu persennya adalah unsur lain.

Setelah runtuh, sebagian besar massa atau bekas runtuhannya terkonsentrasi di pusat.

Semakin lama, massa runtuhan dari nebula surya itu kemudian membentuk Matahari yang menjadi pusat tata surya.

Tak sampai di situ, pada awal pembentukan, Matahari terus berkontraksi atau menyusut mencapai ukuran dan kepadatan saat ini.

Fusi atau reaksi hidrogen menyulut inti Matahari, sehingga bisa memancarkan cahaya dan panas.

Di sekitar Matahari, terdapat sekitar setengah hingga satu persen massa bintang.

Hal itu kemudian menciptakan piringan protoplanet, tempat di mana planet-planet yang mengelilingi Matahari terbentuk.

Baca juga: Mengapa Planet-planet di Tata Surya Berbentuk Bulat? Berikut Penjelasannya

Ilustrasi matahari. Suhu permukaan Matahari sekitar 10.000 derajat Fahrenheit atau sekitar 5.500 derajat celsius.iStockphoto/rasslava Ilustrasi matahari. Suhu permukaan Matahari sekitar 10.000 derajat Fahrenheit atau sekitar 5.500 derajat celsius.

Suhu permukaannya sekitar 5.500 derajat celsius

Dilansir dari Space, suhu permukaan Matahari sekitar 10.000 derajat Fahrenheit atau 5.500 derajat Celsius.

Sementara suhu di inti Matahari bisa mencapai lebih dari 27 juta derajat Fahrenheit atau 15 juta derajat celsius.

Energi yang dihasilkan Matahari diperkirakan sama dengan seseorang yang meledakkan 100 miliar ton dinamit setiap detik.

Matahari mengorbit sekitar 25.000 tahun cahaya dari inti Galaksi Bima Sakti, dengan menyelesaikan revolusi setiap 250 juta tahun sekali atau lebih.

Baca juga: Apa Itu Satelit Alami Planet di Tata Surya? Berikut Pengertian dan Rinciannya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com