Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Ferienjob di Jerman, Migrant Care: Eksploitasi Kerja Berkedok Magang Ada sejak 2005

Kompas.com - 27/03/2024, 05:45 WIB
Laksmi Pradipta Amaranggana,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja berkedok magang di Jerman pada periode Oktober sampai Desember 2023.

Polisi telah menetapkan lima tersangka dalam kasus tersebut, yaitu SS (65), AJ (55) dan MZ (60) yang berdomisili di Indonesia, serta ER (39) dan AE (37) yang berdomisili di Jerman.

Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Wahyu Widada, mengungkapkan, kasus ini bermula dari informasi adanya kejanggalan pada proses magang empat mahasiswa Indonesia.

Setelah dilakukan penyelidikan, para mahasiswa awalnya diberikan iming-iming bekerja dengan sistem magang yang berakhir dengan utang dan eksploitasi, dikutip dari Kompas.id, Rabu (20/3/2024).

Mahasiswa dijanjikan magang yang mereka lakukan termasuk ke dalam program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dan dapat dikonversi menjadi 20 satuan kredit semester (SKS).

Usai ditelusuri, program tersebut bukanlah magang, namun ferienjob yang merupakan kerja fisik paruh waktu saat musim libur untuk mengisi kekurangan tenaga kerja.

Baca juga: Ribuan Mahasiswa Jadi Korban Eksploitasi Kerja Berkedok Magang, Kampus Bisa Terseret


Terjadi sejak 2005

Koordinator Divisi Advokasi Kebijakan Migrant Care, Siti Bardiyah mengatakan, kasus eksloitasi kerja berkedok magang menurutnya pernah terjadi di sejumlah negara mulai tahun 2005.

Sebelum kasus di Jerman, terdapat kasus mahasiswa magang dipekerjakan di perusahaan dengan jam kerja panjang hingga 14 jam di Jepang.

Selain itu, mahasiswa juga digaji di bawah standar karena tercatat statusnya sebagai mahasiswa magang.

“Kalau yang di Jepang itu gajinya sekitar Rp 5 juta dengan durasi jam kerja yang panjang. Nominalnya itu di bawah standar status pekerja di Jepang,” ujar Siti saat dihubungi Kompas.com, Selasa (26/3/2024).

Menurut Siti, eksploitasi kerja berkedok magang merupakan salah satu kasus dengan pola lama yang terus berulang.

Untuk iming-imingnya pun mirip, yaitu mahasiswa dijanjikan akan magang yang dapat dikonversikan menjadi beberapa SKS, mendapatkan uang, dan punya pengalaman kerja.

Namun, setelah dijalankan, para mahasiswa justru mendapatkan beban kerja yang tidak sesuai.

“Jepang itu kurang lebih sama seperti Jerman, karena kedua negara tersebut sama-sama membutuhkan tenaga kerja dari luar negeri,” ungkapnya.

Siti mengatakan, selain mahasiswa magang, banyak juga pekerja resmi dari Indonesia yang bekerja di Jepang sebagai tenaga kerja asing.

Selain mahasiswa, pelajar tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) juga sering tertipu dengan praktik yang serupa.

Bedanya, siswa atau siswi SMK akan langsung diberikan kontrak kerja di Malaysia, bukan berstatus magang seperti pada mahasiswa

Menurut Siti, ia pernah menangani kasus kerja yang tak sesuai dengan perjanjian kontrak di Negeri Jiran tersebut.

“Kalau SMK kebanyakan di Malaysia. Dalam satu kali kasus, biasanya korbannya mencapai ratusan orang. Seharusnya bekerja di perusahaan A, tapi malah jadi perusahaan B dengan kondisi yang tidak layak,” kata Siti.

Baca juga: Kata Kemendibudristek soal Dugaan Kasus TPPO Berkedok Magang Mahasiswa di Jerman

Halaman:

Terkini Lainnya

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com