Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terungkap, Penyebab Kekuatan Gempa Tuban Bertambah dari M 6,0 Jadi M 6,5

Kompas.com - 23/03/2024, 06:30 WIB
Yefta Christopherus Asia Sanjaya,
Mahardini Nur Afifah

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan penyebab gempa susulan Tuban, Jawa Timur, Jumat (22/3/2024) sore, memiliki magnitudo lebih besar atau lebih kuat dibandingkan gempa awal pada Jumat siang.  

Untuk diketahui, gempa dengan kekuatan M 6,0 mengguncang Tuban pukul 11.22 WIB, sedangkan gempa dengan kekuatan lebih besar, yaitu M 6,5 terjadi pukul 15.52 WIB.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menyampaikan, kekuatan gempa susulan bisa lebih besar dibandingkan gempa awal karena proses rupture atau rekahan dalam sistem sesar memiliki dinamika yang berbeda-beda.

"Dalam proses rupture, ada bagian yang terkait dengan elastis batuan menunjukkan ada yang brittle (rapuh) dan ductile (liat). Sehingga, proses pembukanya itu (gempa di Tuban) bisa jadi dari bagian yang rapuh," jelas Daryono dalam konferensi pers daring, Jumat malam.

Menurut Daryono, terdapat proses triggering (pemicu) dan faktor lain yang menyebabkan munculnya pelepasan energi yang lebih besar untuk gempa susulan.

"Dari situ (gempa awal) bisa men-trigger sehingga batuan yang lebih elastis itu akan ke-trigger dan terjadi deformasi. Proses ini bisa melepaskan energi yang lebih besar dan muncul gempa susulan yang lebih besar," tambah dia.

Baca juga: Analisis Gempa Susulan Tuban M 6,5 Hari Ini, Tidak Berpotensi Tsunami

Karakteristik gempa Tuban

Daryono menuturkan, terjadinya gempa di suatu wilayah berkaitan dengan kondisi batuan di jalur sesar.

Itulah mengapa gempa yang terjadi mempunyai karakteristik apakah mainshock (gempa utama), aftershock (gempa susulan), foreshock (gempa awal), atau swarm (rangkaian gempa bermagnitudo kecil).

"Tidak semua gempa diawali dari gempa utama lalu susulan. Tapi, bisa juga gempa pembuka, gempa utama, gempa susulan, bahkan ada kawasan yang mengalami batuan rapuh atau brittle sehingga bakal mengalami aktivitas gempa susulan kecil yang banyak sekali," jelas daryono.

Meski begitu, Daryono menyampaikan bahwa pihaknya belum dapat menentukan gempa Tuban hari ini merupakan gempa tipe 1, 2, atau 3.

Pasalnya, rangkaian gempa masih terus berlangsung dan BMKG masih menunggu 1x24 jam setelah peristiwa gempa awal terjadi.

"Kami masih mengatakan sebagai sebuah rangkaian gempa. Terus amati pola-pola yang terjadi beberapa waktu. Baru nanti kami nilai tipenya kalau sudah beberapa hari sehingga bisa tahu (tipe gempanya)," terang Daryono.

Baca juga: Gempa Susulan Tuban M 6,5 Sore Ini, Guncangan Terasa sampai Jakarta dan Solo

Tidak terkait gempa Megathrust

Terpisah, geolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Gayatri Indah Marliyani menjelaskan, gempa Tuban tidak terkait dengan zona megathrust karena gempa terjadi pada sistem yang berbeda.

Menurut Gayatri, penyebab gempa Tuban berasal dari sesar aktif kerak dangkal di laut utara Pulau Jawa.

"Ditengarai merupakan reaktivasi sistem sesar tua yang membentang dari Pati hingga Kalimantan dengan arah relatif timur laut-barat daya. Analisis mekanisme fokal (sumber gempa) dari rekaman gempa menunjukkan pergerakan sesar mendatar," jelas Gayatri, saat dihubungi Kompas.com secara terpisahJumat malam.

Gayatri menambahkan, gempa Tuban belum dapat dipastikan mana yang merupakan gempa utamanya sebelum gempa yang paling besar terjadi.

"Saat ini gempa susulan terus terjadi yang terus kita pantau. Semoga polanya terus menurun sehingga harapannya M 6,5 yang terjadi sore tadi memang betul sudah gempa utamanya," pungkas Gayatri.

Baca juga: Gempa M 6,0 Tuban Terasa sampai ke Yogyakarta, Apa Penyebabnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com