Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapan Awal Ramadhan Menurut NU? Kenali Metode Rukyatul Hilal untuk Tentukan Puasa

Kompas.com - 08/03/2024, 10:30 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jelang bulan Ramadhan 1445 Hijriah, sejumlah pihak melakukan metode penghitungan untuk menentukan awal puasa 2024.

Diketahui, Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan awal Ramadhan 1445 H jatuh pada Senin, 11 Maret 2024. Sementara Hari Raya Idul Fitri atau 1 Syawal 1445 H akan terlaksana Rabu, 10 April 2024.

Keputusan yang tertuang dalam maklumat nomor 1/MLM/I.0/E/2024 tersebut berasal dari metode hisab hakiki wujudul hilal berupa penghitungan matematis dan astronomis.

Sementara pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU) belum mengumumkan awal Ramadhan 2024. Ini karena masih menunggu penghitungan metode rukyatul hilal atau pengamatan langsung terhadap kemunculan hilal untuk menentukan awal bulan baru.

Namun, Kalender Hijriah Indonesia Tahun 2024 dari Kementerian Agama memperkirakan 1 Ramadhan 1445 H jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024.

Lalu, kapan dan bagaimana pemerintah dan Nahdlatul Ulama akan menentukan awal Ramadhan 2024?

Baca juga: Sidang Isbat Awal Ramadhan 2024: Link, Tahapan, Jadwal dan Lokasi Pantau Hilal


Kapan awal puasa NU?

Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah mengumumkan informasi terkait hilal untuk menentukan awal Ramadhan 1445 Hijriah.

Dikutip dari rilis resminya, PBNU menetapkan hari Minggu (10/3/2024) bertepatan sebagai tanggal 29 Sya’ban 1445 H sesuai Kalender Hijriyyah Nahdlatul Ulama.

Berdasarkan perhitungan, tinggi hilal saat itu bervariasi antara –0º 30’ hingga +0º 26’. Elongasi hilal haqiqy di Indonesia di antara 2º 16’ hingga 2º 42’. Sementara lama hilal di atas ufuk Indonesia bervariasi antara 0 menit 0 detik hingga 4 menit 21 detik.

"Kedudukan hilal di Indonesia terutama dari sisi tinggi hilal mar’ie dan elongasi hilal haqiqy masih di bawah nilai yang dinyatakan dalam kriteria Imkan Rukyah Nahdlatul Ulama (IRNU)," tulis NU.

Oleh karena itu, penetapan 1 Ramadhan 1445 H oleh Nahdlatul Ulama akan diadakan saat Ikhbar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Minggu, 10 Maret 2024 sekitar pukul 19:00 WIB.

Ini berarti, NU belum mengungkapkan tanggal awal puasa 2024 yang pasti dan masih menunggu hasil dari pengumuman resminya.

Meski begitu, NU kemungkinan tidak akan mulai puasa pada Senin, 11 Maret 2024, karena titik hilal masih di bawah ketentuan untuk menunjukkan awal Ramadhan 1445 H.

Baca juga: Mengapa Awal Ramadhan 2024 di Indonesia Diprediksi Beda tapi Lebaran Bisa Serentak?

Metode rukyatul hilal NU

Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi dalam jumpa pers keputusan sidang Isbat penetapan Lebaran 2023 di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Kamis (20/4/2023). KOMPAS.com/ADHYASTA DIRGANTARA Ketua Komisi VIII DPR Ashabul Kahfi dalam jumpa pers keputusan sidang Isbat penetapan Lebaran 2023 di Kantor Kemenag, Jakarta Pusat, Kamis (20/4/2023).
Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) akan melakukan rukyatul hilal pada 29 Sya’ban 1445 H atau 10 Maret 2024 untuk menentukan awal Ramadhan.

Rukyatul hilal atau rukyah hilal adalah pengamatan terhadap hilal atau lengkungan Bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian di atas ufuk barat setelah Matahari terbenam.

Metode ini dlakukan dengan tiga cara, yaitu melihat dengan mata telanjang, dibantu alat optik seperti teleskop, dan dengan alat optik yang terhubung sensor atau kamera. Keterlihatan hilal juga terbagi menjadi tiga, yaitu kasatmata, kasat teleskop, dan kasat kamera.

Keterlihatan hilal ditentukan sejumlah faktor. Contohnya, tinggi letak Bulan, elongasi atau jarak sudut pusat Bumi dan Matahari, kondisi atmosfer, dan sensitivitas mata/sensor kamera.

Rukyatul hilal digelar dengan mengamati ufuk barat sesuai arah Matahari tenggelam. Waktu terbenamnya Matahari dan kemunculan Bulan ditentukan dengan metode falak.

Untuk memutuskan hilal terlihat atau tidak, ada kriteria visibilitas yang diterapkan. Namun, jika parameter Bulan sedikit di bawah kriteria, peluang hilal masih ada dengan pertimbangan tertentu.

Namun jika hilal tidak terlihat, maka awal bulan Ramadhan tidak bisa ditentukan jatuh pada keesokan harinya.

Apabila ada perukyah yang melaporkan hilal terlihat tapi masih di bawah kriteria, hasil rukyah–nya hanya berlaku bagi sebagian jamaah, terdiri dari perukyah dan orang–orang sekitarnya.

NU lalu akan mengumpulkan laporan hasil rukyah hilal dari titik–titik rukyah di lapangan. Hasil tersebut akan diumumkan dalam sidang itsbat penetapan awal Ramadhan yang digelar Kementerian Agama.

Baca juga: Kapan Awal Puasa 2024? Ini Cara Menentukan Ramadhan NU, Muhammadiyah, dan Kemenag

Alasan NU tidak pakai hisab

Berbeda dari Muhammadiyah yang menentukan awal Ramadhan dengan metode hisab, NU memakai metode rukyatul hilal.

Ini sesuai dengan keputusan Muktamar ke–34 NU tahun 2021. Metode hisab juga dikenal sebagai metode falak.

"Nahdlatul Ulama menghormati penggunaan metode falak. Tetapi Nahdlatul Ulama berpedoman bahwa metode rukyah hilal–lah yang lebih tepat digunakan berdasarkan perspektif fiqih," tulis NU.

Rukyatul hilal dianggap paling tepat karena tercantum dalam teks hadis Nabi Muhammad SAW serta pendapat para ulama salafus shaalih.

Nahdlatul Ulama juga menganggap penggunaan metode falak harus dilengkapi dengan verifikasi faktual menggunakan rukyah hilal. Ini agar perhitungan metode falak lebih konklusif.

Bulan juga disebut memiliki hukum–hukum kehidupan yang tidak sama dengan perhitungan matematis. Dalam sudut pandang ilmiah, metode falak harus dilengkapi verifikasi faktual untuk memenuhi asas berfikir ilmiah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

6 Tanda yang Menunjukkan Seseorang Cerdas Tanpa Berbicara

6 Tanda yang Menunjukkan Seseorang Cerdas Tanpa Berbicara

Tren
Badai Matahari Besar Picu Kemunculan Aurora di Inggris sampai AS, Apa Dampaknya?

Badai Matahari Besar Picu Kemunculan Aurora di Inggris sampai AS, Apa Dampaknya?

Tren
Mengenal Kondisi Thalasemia, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Mengenal Kondisi Thalasemia, Berikut Penyebab dan Gejalanya

Tren
Media Asing Ramai-ramai Soroti Rasisme Oknum Suporter Indonesia ke Guinea

Media Asing Ramai-ramai Soroti Rasisme Oknum Suporter Indonesia ke Guinea

Tren
Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Pajak Makanan Dibayar Restoran atau Pembeli? Ini Penjelasan Ekonom

Tren
Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Tren
Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Tren
Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Tren
Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Tren
Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Tren
Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

Tren
Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com