Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta Kasus Santri di Kediri Tewas Dianiaya, Sempat Minta Dijemput

Kompas.com - 28/02/2024, 19:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang santri laki-laki asal Banyuwangi, Jawa Timur berinisial BB (14) meninggal usai diduga mengalami penganiayaan di sebuah pesantren di Kediri, Jatim.

Korban dinyatakan meninggal dunia pada Jumat (23/2/2024). Awalnya, korban dilaporkan meninggal akibat terjatuh dalam kamar mandi.

Namun, hasil penyelidikan menunjukkan kematian korban diduga akibat tindak penganiayaan sejumlah santri lain di pesantren tersebut.

Hingga saat ini, empat santri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian. Salah satu pelaku yang ditetapkan tersangka masih punya hubungan sepupu dengan korban.

Berikut sejumlah fakta terbaru terkait kasus santri pesantren Kediri yang meninggal dunia diduga karena dianiaya santri lain.

Baca juga: 4 Fakta Kasus Penganiayaan Santri asal Banyuwangi, Jawa Timur


1. Awalnya dilaporkan meninggal akibat jatuh di kamar mandi

Kakak kandung korban, Mia Nur Khasanah (22) mengaku dapat kabar adiknya meninggal dari pengasuh pesantren di Kediri. Dia diberitahu adiknya meninggal karena terjatuh di kamar mandi

"Saya langsung bergegas pulang," ungkap Mia dikutip dari Kompas.com (27/2/2024).

Mendengar kabar tersebut, Mia dan ibunya Suyanti (38) yang sedang bekerja di Bali bergegas pulang ke Banyuwangi, Jawa Timur. Sampai di rumah, jenazah korban datang.

Keluarga awalnya meyakini korban meninggal karena terjatuh dari kamar mandi. Namun, kecurigaan muncul ketika wakil pesantren melarang kain kafan korban dibuka.

Padahal, Mia melihat terdapat ceceran darah yang keluar dari keranda tempat jasad adiknya dibaringkan. 

"Kami tetap ngotot karena curiga ada ceceran darah keluar dari keranda," ujar Mia.

2. Korban alami luka-luka di leher, kaki, dan dada

Karena paksaan keluarga, kain kafan korban akhirnya dibuka. Pihak keluarga lalu kaget melihat jasad korban penuh luka.

Korban memiliki luka seperti bekas jeratan tali di leher, sundutan rokok berwarna hitam di kulit kaki, tulang hidung yang terlihat patah, dan lubang di dada.

"Ini sudah pasti bukan jatuh dari kamar mandi, tapi dianiaya," kata Mia.

Kondisi korban yang diduga meninggal karena dianiaya membuat pihak keluarga melaporkan hal tersebut ke Polsek Glenmore, Banyuwangi. Jasad korban juga dibawa ke RSUD Blambangan untuk diperiksa.

Baca juga: 4 Fakta Guru Setrika Punggung Santri di Parepare, Pelaku Langsung Dipecat

3. Korban mengaku ketakutan ke ibunya

Ibu korban, Suyanti (38) bercerita anaknya sempat mengirimkan pesan melalui WhatsApp seminggu sebelum meninggal dunia. Dalam pesannya, korban mengaku ketakutan saat berada di pesantren Kediri.

"Sini jemput bintang. Cepat ma ke sini. Aku takut ma, maaaa tolonggh. Sini cpettt jemput," tulis pesan singkat korban dikutip dari Kompas.com (27/2/2024).

Namun saat itu korban tidak menjelaskan alasan dia merasa takut dan ingin dijemput untuk pulang.

Suyanti hanya membalas pesan tersebut dengan meminta anaknya bersabar sampai bulan Ramadhan. Namun, korban bersikukuh ingin dijemput.

"Terus ketika mau saya jemput sehari setelahnya, katanya tidak usah. Sudah enak dan nyaman begitu katanya," ujar Suyanti.

4. Pesantren mengaku tidak tahu ada penganiayaan

Jenazah korban saat akan dimakamkan pihak keluarga (Kompas.com/Rizki Alfian Restiawan) Jenazah korban saat akan dimakamkan pihak keluarga
Sementara itu, perwakilan pesantren tempat korban belajar mengaku tidak tahu ada kejadian penganiayaan yang menimbulkan korban jiwa.

Pengasuh pesantren Al Hanifiyah, Fatihunada menjelaskan pihaknya hanya menerima laporan  korban meninggal akibat terpeleset di kamar mandi dari pengurus pesantren.

"Saya dikabari (kondisi) sudah meninggal. Dapat laporan itu karena jatuh terpeleset di kamar mandi,” kata Fatihunada.

Usai mendengar kabar tersebut, sejumlah pengurus kemudian membantu pemulangan jenazah ke Banyuwangi.

Baca juga: 23 Santri Kesurupan Saat Porseni NU 2023, Ini Penjelasan Ilmiahnya

5. Polisi tetapkan empat tersangka

Kapolres Kediri Kota, AKBP Bramastyo Priaji mengungkapkan korban meninggal setelah dianiaya empat santri. Para pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka.

Empat santri tersebut adalah MN (18) pelajar kelas 11 asal Sidoarjo, MA (18) pelajar kelas 12 asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, serta AK (17) asal Kota Surabaya.

Penetapan empat tersangka itu setelah pihak keluarga membuat laporan ke Polsek Glenmore, Banyuwangi dan polisi melakukan penyelidikan. 

"Empat orang kita tetapkan sebagai tersangka dan kita laksanakan penahanan lebih lanjut,” ujar Bramastyo, dilansir dari Kompas.com (27/2/2024).

Pihaknya menjelaskan, penganiayaan terjadi karena ada kesalahpahaman antara korban dengan para pelaku. Saat ini, pihaknya masih melakukan penyidikan lebih lanjut terhadap luka yang ada pada jasad korban.

“Kami juga masih dalami keterangan saksi-saksi, termasuk saksi dokter yang menerima jenazah di Banyuwangi,” terangnya.

6. Satu tersangka sepupu korban

Salah satu tersangka yang diduga melakukan penganiayaan berinisial AF (16) ternyata adalah sepupu korban. Tersangka kini ditahan di Mapolres Kediri Kota.

Suryanto seorang paman dari korban dan AF merasa terpukul atas kejadian ini.

“Saya sebagai pakdhe sedih. Sangat terpukul. Semua keluarga sedih,” ujar Suryanto, diberitakan Kompas.com (28/2/2024).

Dia mengungkapkan, kakek korban yang merawatnya sejak kecil juga merasa kalut atas kejadian ini. Sebab di saat yang sama, salah satu tersangka adalah cucunya.

Walau begitu, pihak keluarga tetap akan menghormati proses hukum. Suryanto menyebutkan, kejadian ini akan membuat keluarga dan pihak pesantren mengevaluasi diri.

“Ujian Allah begitu beratnya kepada kami. Biarlah menjadi introspeksi," lanjut dia.

Baca juga: Hati-hati, Beredar Surat Bantuan untuk Pondok Pesantren Mengatasnamakan Kemenag

7. Pesantren tidak berizin Kemenag

Terpisah, Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur mengungkapkan pesantren di Kediri tempat korban mengalami penganiayaan ternyata tidak memiliki izin dari Kementerian Agama.

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim As’adul Anam menjelaskan, pesantren Al Hanifiyah Kediri tidak mengantongi izin operasional pesantren.

Padahal, di tempat tersebut ada 93 santri dan pesantren beroperasi sejak 2014.

Dia mengakui, pihak Kemenag Jawa Timur bertanggung jawab mengawasi pesantren tersebut. Namun, pihaknya belum bisa menutup pesantren itu.

Pihaknya menyebutkan, sekolah dan pesantren adalah entitas yang berbeda. Sekolah yang izinnya dicabut akan otomatis berhenti beroperasi. Namun, pesantren tetap bisa beroperasi karena sifatnya non-formal.

Untuk mencegah kejadian serupa terjadi, pihaknya telah mengadakan sejumlah kegiatan termasuk sosialisasi pesantren ramah anak, pelatihan satuan tugas pesantren ramah anak, dan bekerjasama dengan UNICEF.

"Kami, Kanwil Kemenag Jatim menyatakan sikap sangat menyayangkan adanya kasus kekerasan dalam pesantren,” imbuhnya.

(Sumber: Kompas.com/Rizki Alfian Restiawan, Laksmi Pradipta Amaranggana, M Agus Fauzul Hakim | Editor: Pythag Kurniati, Ahmad Naufal Dzulfaroh, Rachmawati, Aloysius Gonsaga AE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com