"Jika peningkatan jumlah uang tidak diimbangi oleh peningkatan produksi barang dan jasa, maka harga akan naik," terang Akhmad.
"Inflasi yang tinggi dapat mengikis daya beli masyarakat, khususnya bagi mereka dengan pendapatan tetap atau rendah," sambungnya.
Baca juga: Ghana Bangkrut Tak Mampu Membayar Utang, Apa Penyebabnya?
Dampak lain yang ditimbulkan akibat mencetak uang dalam jumlah banyak adalah melemahkan nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lain.
Hal tersebut bisa terjadi karena investor dan pasar mungkin melihat tindakan tersebut sebagai tanda ketidakstabilan ekonomi.
Akhmad mengatakan, mencetak uang dalam jumlah besar juga bisa dipandang sebagai kebijakan moneter yang tidak bertanggung jawab. sehingga mereka menjual Rupiah.
Ia menambahkan, kebijakan burden sharing antara pemerintah dan BI dalam rangka merespons dampak pandemi Covid-19 dapat dianggap sebagai bentuk lunak dari pencetakan uang.
"Dalam praktiknya, kebijakan ini melibatkan Bank Indonesia membeli surat berharga pemerintah, yang pada dasarnya memberikan pendanaan tambahan kepada pemerintah," pungkas Akhmad.
Baca juga: 5 Negara yang Miliki Utang Terbanyak ke China, Adakah Indonesia?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.