"Pertama kali produksi rempah tidak ada 10 bungkus. Cuma saya sampelin dan coba sendiri," terangnya.
Elisa mengaku, modal awal usahanya hanya sekitar Rp 500.000. Tentu saja dengan modal sekecil itu, untung yang didapatkan pun tak langsung besar.
Baca juga: Jangan Dibuang, Bumbu Rempah Kedaluwarsa Masih Bisa Didaur Ulang
Dulu, kenang Elisa, segala sesuatu yang menyangkut usaha wedang rempah dia kerjakan sendiri.
Dari memilih rempah, mengeringkannya dengan alat khusus, hingga meracik dan mengemasnya.
Seiring berkembangnya usaha, Elisa akhirnya merekrut tiga karyawan tetap untuk membantu mengurusi pekerjaan teknis.
Dia menceritakan, titik awal usahanya semakin dikenal dan mendapat pesanan dari luar negeri tak lepas dari program Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) bertajuk Lapak Ganjar.
"Pertama kali kirim ke luar negeri, ke Jepang itu, katanya (pembeli) dapat dari Lapak Ganjar. Waktu itu saya ikut program Lapak Ganjar, kemudian di-repost malam, dan paginya sudah ada yang pesan," ucap Elisa.
Lapak Ganjar merupakan program Pemprov Jawa Tengah hasil inisiasi eks Gubernur Ganjar Pranowo untuk membantu pelaku UMKM memasarkan produk di tengah krisis masa pandemi.
"Lapak Ganjar itu 2022 kalau tidak salah. Tahun 2022 pertama kali (diekspor) ke luar negeri," ungkap Elisa.
Tak sampai di situ, sehari hingga dua hari setelah diliput oleh tim Lapak Ganjar dan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jateng, akun e-commerce D'Lizfood Borobudur pun langsung diserbu pembeli.
Pembeli juga berdatangan dari akun resmi Instagram D'Lizfood Borobudur, @dlizfood.
Elisa mengakui, meski sebelumnya produk Roseliz telah mendulang pelanggan, tetapi program Pemprov telah membantu meningkatkan brand awareness.
Bahkan, Roseliz ditunjuk oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) untuk menjadi salah satu buah tangan para tamu dalam rangkaian acara G20 di Indonesia.
Kini, produk Roseliz milik Elisa telah terjual di seluruh Indonesia, dan beberapa negara tetangga, termasuk Malaysia dan Singapura.