Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Mana Sukarno dan Soeharto Saat Peristiwa G30S/PKI?

Kompas.com - 30/09/2023, 08:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Farid Firdaus

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gerakan 30 September (G30S) atau kerap disebut G30S/PKI merupakan peristiwa penculikan enam jenderal dan satu perwira TNI AD.

Setelah diculik pada 30 September 1965 malam, mayat mereka kemudian ditemukan di sebuah sumur di Lubang Buaya, Jakarta Timur keesokan harinya.

Penculikan dan pembunuhan tersebut dilakukan sebagai dalih untuk mengatasi upaya kudeta yang dikabarkan akan dilakukan oleh Dewan Jenderal TNI AD terhadap Presiden Sukarno.

Kendati demikian, Soeharto yang saat itu menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad) berpangkat mayor jenderal tidak ikut diculik dan dibunuh.

Sementara itu, Presiden Sukarno yang disebut akan dikudeta tidak berada di Istana Merdeka, Jakarta.

Lalu, di mana Soeharto dan Sukarno saat peristiwa G30S/PKI terjadi?

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (1): Sejarah yang Kita Kenal, Fakta atau Rekayasa?

Keberadaan Sukarno

Dikutip dari Kompas.com (11/11/22), pada 30 September 1965 sekitar pukul 23.00 WIB, salah satu ajudan Presiden Sukarno, yakni Kolonel Bambang meminta petunjuk apakah akan ada perubahan acara esok hari.

Pada 1 Oktober 1965, salah satu agenda Sukarno adalah bertemu dengan Wakil Perdana Menteri Leimena dan Pangad Jenderal Ahmad Yani.

Namun, pada hari itu setelah gladi resik peringatan HUT TNI yang saat itu masih bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) di Senayan, Bambang tidak menemukan Sukarno di Istana Merdeka.

Tak lama berselang, Bambang mendapat kabar dari Kolonel Sumirat dan AKBP Mangil Martowidjojo soal keberadaan Sukarno.

Ternyata, Sukarno menginap di rumah istrinya, yakni Ratna Sari Dewi di Wisma Yaso, Jalan Gatot Subroto pada 30 September 1965 malam.

Baca juga: Mengenal Dewan Jenderal, Hoaks yang Memicu Peristiwa G30S PKI

Sekitar pukul 06.00 WIB paginya, Presiden Sukarno menuju Istana Merdeka dengan diantar oleh Mangil dan dikawal oleh pengawal pribadinya.

Namun, dalam perjalanan menuju Istana, Sukarno berganti tujuan, yakni ke rumah istri keduanya, Haryati di Slipi.

Alasannya, Sukarno mendapat kabar bahwa Istana Merdeka sudah dikepung pasukan tak dikenal.

Menurut Bambang, Istana Merdeka memang benar telah dikelilingi pasukan bersenjata lengkap dengan kain berwarna kuning melingkar di leher pada 1 Oktober 1965 pagi.

Baca juga: Mengenal 7 Perwira yang Jadi Korban Peristiwa G30S/PKI

Dari rumah Haryati, Sukarno mendapat saran untuk segera mengungsi ke Halim Perdanakusuma. Namun, Bambang tidak menyebutkan dari siapa saran tersebut berasal.

Sesampainya di Halim Perdanakusuma, Sukarno disambut oleh Panglima Angkatan Udara Omar Dhani dan segera ditempatkan di rumah seorang perwira tinggi.

Sukarno sampai di Halim Perdanakusuma sekitar pukul 09.00 WIB untuk menemui beberapa perwakilan Angkatan Darat yang hendak menemuinya di Istana Merdeka beberapa jam sebelumnya.

Namun, sesampainya Sukarno di Halim Perdanakusuma, para jenderal yang akan dipertemukan dengannya telah tewas dan mayat mereka disebutkan dibuang ke dalam sebuah sumur yang dikenal sebagai Lubang Buaya.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (2): Apa Sih Bedanya PKI, Sosialisme, Komunisme, Marxisme, dan Leninisme?

Sukarno tindaklanjuti G30S

Mengetahui informasi itu, Sukarno segera memerintahkan Komisaris Besar Polisi Sumirat untuk memanggil para panglima Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Panglima Kodam V Jaya untuk meminta penjelasan terkait situasi genting yang sedang terjadi.

Sukarno juga harus segera bertindak untuk mengatasi situasi tersebut.

Sekitar pukul 10.45 WIB, Brigadir Jenderal Sabur tiba dari Bandung turut melaporkan situasi gawat saat itu.

Kemudian sekitar pukul 11.30 WIB, Sukarno beristirahat di rumah Komodor Susanto, pilot Jet Star yang berpangkalan di Halim Perdanakusuma.

Lalu, sekitar pukul 12.00 WIB siang, melalui radio transmitter pinjaman Komodor Susanto, Sukarno mendengar pengumuman dari Letnan Kolonel Untung yang mengatasnamakan Dewan Revolusi.

Karena kondisi yang semakin tidak kondusif, pimpinan Resimen Cakrabirawa atau pasukan pengawal presiden memutuskan mengamankan Sukarno ke Istana Bogor.

Baca juga: Film Pengkhianatan G30S PKI dan Rekayasa Sejarah

Pada 11 Maret 1966, Sukarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar pada 11 Maret 1966.

Isi Supersemar tersebut, yakni pemberian mandat kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan dalam upaya mengatasi konflik yang terjadi.

Supersemar itulah yang kemudian membawa Soeharto naik tampuk kekuasaan menggantikan Sukarno sebagai presiden.

Sejak itu, Suharto berkuasa hingga 1998.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (3): Benarkah CIA Terlibat di Balik Peristiwa 1965?

Keberadaan Soeharto dan alasannya tak ikut diculik

Dalam wawancara dengan Der Spiegel pada 19 Juni 1970, seperti dilansir dari Kompas.com (27/9/2022), Soeharto mengaku ditemui oleh salah satu pelaku, yakni Kolonel Abdul Latief pada malam 30 September 1965.

Saat itu, Soeharto sedang menjaga anak bungsunya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy yang dirawat karena luka bakar akibat ketumpahan sop panas.

Ia mengatakan, Latief ingin membunuhnya saat itu juga. Namun, karena berada di tempat umum, niat itu diurungkan.

Namun Soeharto menyatakan hal berbeda dalam otobiograinya yang berjudul Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya.

Dalam buku itu, Soeharto mengaku hanya melihat Latief dari kejauhan dan tak sempat berinteraksi.

Buntut dari peristiwa G30S yaitu pada 11 Maret 1966. Soeharto meminta Sukarno memberi kuasa untuk mengatasi keadaan sehingga keluarlah Supersemar.

Baca juga: Seputar G30S/ PKI (4): Misteri Dewan Jenderal dan Ujung Perjalanan DN Aidit di Sumur Tua

Kesaksian Latief

Soeharto disebut-sebut mengetahui rencana penculikan sejumlah jenderal yang diyakini sebagai Dewan Jenderal dan akan melakukan kudeta pada Presiden Sukarno.

Hal itu berdasarkan kesaksian Kolonel Abdul Latief dalam persidangan.

Saat itu, Latief bersaksi bahwa ia memberi tahu Soeharto yang sedang menunggu Tommy di RSPAD sehari sebelum kejadian.

Sehingga menurutnya, ia mendapat bantuan moral dari Soeharto dari laporannya itu.

Baca juga: Sejarah Film Pengkhianatan G30S/PKI dan Alasannya Dihentikan Tayang di TV

Tak hanya sekali, Latief bahkan sebelumnya pernah membahas soal isu adanya Dewan Jenderal di rumah Soeharto, Jalan Haji Agus Salim.

Pada pertemuan di rumah Soeharto itu, Latief melaporkan adanya isu Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta.

Menurut Latief, Soeharto telah mengetahui hal itu dari mantan anak buahnya dari Yogyakarta yang bernama Subagiyo.

Soeharto kemudian menanggapinya bahwa ia sedang menyelidiki isu tersebut.

Lebih lanjut, Latief membeberkan alasannya tidak memasukkan nama Soeharto dalam target penculikan karena merupakan loyalis Sukarno.

Latief bahkan melapor ke Soeharto terkait hal itu.

(Sumber: Kompas.com/Verelladevanka Adryamarthanino, Nur Fitriatus Shalihah | Editor:  Tri Indriawati, Rizal Setyo Nugroho)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Penjelasan UI soal UKT yang Mencapai Rp 161 Juta

Tren
Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Apa yang Terjadi pada Tubuh Saat Minum Teh Setelah Makan?

Tren
Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Daftar Nama 11 Korban Meninggal Dunia Kecelakaan Bus di Subang

Tren
Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik Warga, Begini Solusinya

Tren
Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Kapan Waktu Terbaik Minum Vitamin?

Tren
Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Daftar Negara yang Mendukung Palestina Jadi Anggota PBB, Ada 9 yang Menolak

Tren
Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Mengenal Como 1907, Klub Milik Orang Indonesia yang Sukses Promosi ke Serie A Italia

Tren
Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Melihat Lokasi Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Jalur Rawan dan Mitos Tanjakan Emen

Tren
Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Remaja di Jerman Tinggal di Kereta Tiap Hari karena Lebih Murah, Rela Bayar Rp 160 Juta per Tahun

Tren
Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni 'Atlantis yang Hilang' di Lepas Pantai Australia

Ilmuwan Ungkap Migrasi Setengah Juta Penghuni "Atlantis yang Hilang" di Lepas Pantai Australia

Tren
4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

4 Fakta Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang, Lokasi di Jalur Rawan Kecelakaan

Tren
Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Dilema UKT dan Uang Pangkal Kampus, Semakin Beratkan Mahasiswa, tapi Dana Pemerintah Terbatas

Tren
Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Kopi atau Teh, Pilihan Minuman Pagi Bisa Menentukan Kepribadian Seseorang

Tren
8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

8 Latihan yang Meningkatkan Keseimbangan Tubuh, Salah Satunya Berdiri dengan Jari Kaki

Tren
2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

2 Suplemen yang Memiliki Efek Samping Menaikkan Berat Badan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com