Mereka menentang pandangan bahwa karakteristik sosial menentukan preferensi politik, karena dianggap tidak memadai.
Sebagai alternatif, mereka mengusulkan bahwa faktor psikologis berperan sebagai faktor penentu perilaku memilih.
Mereka mengidentifikasi beberapa "kekuatan psikologis" atau "faktor motivasi" yang diasumsikan memediasi dampak karakteristik sosial.
Studi pertama yang dilakukan oleh kelompok Michigan adalah survei nasional terhadap pemilih potensial pada pemilihan presiden tahun 1952 (Campbell, Gurin, & Miller, 1954).
Dalam studi ini, pilihan pemungutan suara ditentukan oleh tiga orientasi motivasi partisan: identifikasi partai, keberpihakan pada isu, dan keberpihakan pada kandidat.
Campbell dan kawan-kawan (1960) menegaskan kembali bahwa pilihan memilih dalam arti langsung bergantung pada kekuatan psikologis.
Dia juga menyatakan bahwa masyarakat memilih kandidat tertentu karena arah dan intensitas sikap partisan mereka, dan sikap ini dipengaruhi oleh identifikasi partai.
Namun hal-hal tersebut tidak menjelaskan bagaimana para pemilih yang mengidentifikasi diri dengan partai yang sama bisa mempunyai sikap yang berbeda. Atau apakah dan bagaimana sikap mereka bisa diubah.
Kemampuan memprediksi bagaimana para memilih menentukan kandidat yang dipilih lebih kuat daripada kemampuan untuk menjelaskan mengapa mereka memilih seperti itu.
Singkatnya, kelompok peneliti di Columbia dan Michigan berfokus pada variabel eksternal, seperti karakteristik demografi, identifikasi partai, dan sikap terhadap kandidat dan partai.
Dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (Ajzen & Fishbein, 1980), dapat dijelaskan perilaku pemilih.
Komponen yang dapat digunakan untuk memprediksi intensi sebagai dasar untuk memprediksi perilaku pemilih adalah sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dan norma subjektif (teman kerja, sejawat, keluarga).
Sikap terhadap perilaku memilih dari pemilih (voter) adalah pandangan mengenai konsekuensi atas perilaku memilih kandidat tertentu.
Jika dipandang akan memberikan konsekuensi positif jika memilih capres tertentu, maka akan berdampak kuat terhadap perilaku memilih.
Sementara norma subjektif terkait pada tekanan sosial di sekitar seseorang yang berdampak pada intensi untuk memilih pada kandidat tertentu. Teman, komunitas, dan keluarga memberikan efek yang tidak dapat dipandang sebelah mata.
Menurut Theory of Reasoned Action, jenis-jenis variabel seperti karakteristik demografi, identifikasi partai dan sebagainya mempunyai dampak tidak langsung terhadap perilaku memilih dan tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai mengenai proses yang dilakukan pemilih dalam mengambil keputusan.
Meskipun terdapat bukti bahwa orang-orang dengan karakteristik demografi yang sama cenderung memilih kandidat yang sama pada suatu pemilu, namun tidak diketahui mengapa mereka memilih kandidat tersebut atau mengapa mereka memilih kandidat oposisi pada pemilu berikutnya (Ajzen & Fishbein, 1980).
Ketika banyak lembaga survei mencoba mengukur intensi untuk memilih kandidat tertentu, sementara waktu pilpres masih terentang beberapa bulan ke depan, sangat terbuka kemungkinan intensi tersebut akan berubah. Sebuah jalan menuju RI 1 yang sungguh dinanti.
*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.