Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengurai Intensi Memilih Kandidat Presiden

INGAR bingar pemilihan presiden (pilpres) yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024 mulai terasa.

Sejumlah pihak mencoba memetakan “kekuatan” para calon presiden yang sejauh ini terdapat tiga calon (berdasarkan urutan abjad), yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto.

Tingkat keterpilihan (elektabilitas) menjadi sorotan. Di balik angka-angka elektabilitas tersebut terdapat intensi pemilih yang melatarbelakangi.

Intensi diyakini merupakan prediktor terbaik untuk memprediksi perilaku pemilih pada hari pemilihan presiden nanti.

Riset mengenai perilaku memilih dimulai dengan penelitian yang dipelopori oleh Lazarsfeld, Berelson dan Gaudet (1944) dari Biro Penelitian Sosial Terapan Columbia University, Amerika Serikat.

Untuk menjelaskan keputusan memilih dalam pemilihan presiden tahun 1940, mereka mewawancara panel responden di Erie County, Ohio.

Berdasarkan tradisi sosiologi, mereka mengonsentrasikan pada variabel demografis, peran media massa dan proses komunikasi interpersonal.

Satu kesimpulan utama dari penelitian tersebut adalah karakteristik sosial menentukan preferensi politik berdasarkan temuan bahwa variabel demografis memungkinkan prediksi perilaku memilih yang cukup akurat.

Secara khusus mereka berpendapat bahwa status sosial ekonomi yang tinggi, afiliasi dengan agama Protestan dan tempat tinggal di perdesaan memengaruhi seseorang untuk memilih Partai Republik.

Berlawanan dengan faktor tersebut (sosial ekonomi rendah, afiliasi Katolik, tempat tinggal perkotaan) berkencenderungan untuk memilih Partai Demokrat.

Studi lanjutan dari pemilihan presiden pada 1948 (Berelson, Lazarsfeld, & McPhee, 1954) kembali menemukan karakteristik demografis dikaitkan untuk keputusan memilih, tetapi Berelson dan kawan-kawan mengaitkan pentingnya peran komunitas tempat pergaulan seseorang.

Para investigator menemukan bahwa seseorang cenderung berinteraksi dengan orang yang secara demografis serupa.

Sistem kontak dan komunikasi antarpribadi yang relatif tertutup ini disebutkan akan memperkuat pendapat dan mempertahankan pola pemungutan suara yang ditentukan secara demografis.

Penentu faktor psikologis

Pada 1950-an, sekelompok ilmuwan yang bekerja di pusat penelitian survei Universitas Michigan meneliti hal serupa dan menganggap temuan tersebut kurang tepat.

Mereka menentang pandangan bahwa karakteristik sosial menentukan preferensi politik, karena dianggap tidak memadai.

Sebagai alternatif, mereka mengusulkan bahwa faktor psikologis berperan sebagai faktor penentu perilaku memilih.

Mereka mengidentifikasi beberapa "kekuatan psikologis" atau "faktor motivasi" yang diasumsikan memediasi dampak karakteristik sosial.

Studi pertama yang dilakukan oleh kelompok Michigan adalah survei nasional terhadap pemilih potensial pada pemilihan presiden tahun 1952 (Campbell, Gurin, & Miller, 1954).

Dalam studi ini, pilihan pemungutan suara ditentukan oleh tiga orientasi motivasi partisan: identifikasi partai, keberpihakan pada isu, dan keberpihakan pada kandidat.

Campbell dan kawan-kawan (1960) menegaskan kembali bahwa pilihan memilih dalam arti langsung bergantung pada kekuatan psikologis.

Dia juga menyatakan bahwa masyarakat memilih kandidat tertentu karena arah dan intensitas sikap partisan mereka, dan sikap ini dipengaruhi oleh identifikasi partai.

Namun hal-hal tersebut tidak menjelaskan bagaimana para pemilih yang mengidentifikasi diri dengan partai yang sama bisa mempunyai sikap yang berbeda. Atau apakah dan bagaimana sikap mereka bisa diubah.

Kemampuan memprediksi bagaimana para memilih menentukan kandidat yang dipilih lebih kuat daripada kemampuan untuk menjelaskan mengapa mereka memilih seperti itu.

Singkatnya, kelompok peneliti di Columbia dan Michigan berfokus pada variabel eksternal, seperti karakteristik demografi, identifikasi partai, dan sikap terhadap kandidat dan partai.

Dengan menggunakan Theory of Reasoned Action (Ajzen & Fishbein, 1980), dapat dijelaskan perilaku pemilih.

Komponen yang dapat digunakan untuk memprediksi intensi sebagai dasar untuk memprediksi perilaku pemilih adalah sikap terhadap perilaku (attitude toward behavior) dan norma subjektif (teman kerja, sejawat, keluarga).

Sikap terhadap perilaku memilih dari pemilih (voter) adalah pandangan mengenai konsekuensi atas perilaku memilih kandidat tertentu.

Jika dipandang akan memberikan konsekuensi positif jika memilih capres tertentu, maka akan berdampak kuat terhadap perilaku memilih.

Sementara norma subjektif terkait pada tekanan sosial di sekitar seseorang yang berdampak pada intensi untuk memilih pada kandidat tertentu. Teman, komunitas, dan keluarga memberikan efek yang tidak dapat dipandang sebelah mata.

Menurut Theory of Reasoned Action, jenis-jenis variabel seperti karakteristik demografi, identifikasi partai dan sebagainya mempunyai dampak tidak langsung terhadap perilaku memilih dan tidak dapat memberikan penjelasan yang memadai mengenai proses yang dilakukan pemilih dalam mengambil keputusan.

Meskipun terdapat bukti bahwa orang-orang dengan karakteristik demografi yang sama cenderung memilih kandidat yang sama pada suatu pemilu, namun tidak diketahui mengapa mereka memilih kandidat tersebut atau mengapa mereka memilih kandidat oposisi pada pemilu berikutnya (Ajzen & Fishbein, 1980).

Ketika banyak lembaga survei mencoba mengukur intensi untuk memilih kandidat tertentu, sementara waktu pilpres masih terentang beberapa bulan ke depan, sangat terbuka kemungkinan intensi tersebut akan berubah. Sebuah jalan menuju RI 1 yang sungguh dinanti.

*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis, Universitas Tarumanagara

https://www.kompas.com/tren/read/2023/09/25/090000265/mengurai-intensi-memilih-kandidat-presiden

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG 11-12 Mei | Peserta BPJS Kesehatan Bisa Berobat Hanya dengan KTP

Tren
Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Kronologi Kecelakaan Bus di Subang, 9 Orang Tewas dan Puluhan Luka-luka

Tren
Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Warganet Pertanyakan Mengapa Aurora Tak Muncul di Langit Indonesia, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Saya Bukan Otak

Saya Bukan Otak

Tren
Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Pentingnya “Me Time” untuk Kesehatan Mental dan Ciri Anda Membutuhkannya

Tren
Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Bus Pariwisata Kecelakaan di Kawasan Ciater, Polisi: Ada 2 Korban Jiwa

Tren
8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

8 Misteri di Piramida Agung Giza, Ruang Tersembunyi dan Efek Suara Menakutkan

Tren
Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Mengenal Apa Itu Eksoplanet? Berikut Pengertian dan Jenis-jenisnya

Tren
Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Indonesia U20 Akan Berlaga di Toulon Cup 2024, Ini Sejarah Turnamennya

Tren
7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

7 Efek Samping Minum Susu di Malam Hari yang Jarang Diketahui, Apa Saja?

Tren
Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU 'Self Service', Bagaimana Solusinya?

Video Viral, Pengendara Motor Kesulitan Isi BBM di SPBU "Self Service", Bagaimana Solusinya?

Tren
Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Pedang Excalibur Berumur 1.000 Tahun Ditemukan, Diduga dari Era Kejayaan Islam di Spanyol

Tren
Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Jadwal Pertandingan Timnas Indonesia Sepanjang 2024 Usai Gagal Olimpiade

Tren
6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

6 Manfaat Minum Wedang Jahe Lemon Menurut Sains, Apa Saja?

Tren
BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

BPJS Kesehatan: Peserta Bisa Berobat Hanya dengan Menunjukkan KTP Tanpa Tambahan Berkas Lain

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke