Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fakta Oknum Guru Membotaki 19 Siswi SMPN di Lamongan, Tidak Ada Aturan Pakai Ciput

Kompas.com - 31/08/2023, 17:00 WIB
Erwina Rachmi Puspapertiwi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Seorang oknum guru berinisial EN kedapatan membotaki rambut 19 siswinya di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur.

Tindakan tersebut dilakukan karena EN melihat belasan siswi tersebut tidak memakai ciput atau dalaman kerudung.

Akibat tindakannya, EN mendapat sanksi dari dinas pendidikan setempat. Sementara itu, belasan siswi yang rambutnya dicukur mengalami trauma dan memerlukan bantuan psikiater.

Baca juga: 4 Fakta Oknum Guru Ngaji di Bandung yang Diduga Cabuli Belasan Muridnya

Berikut sejumlah fakta terkait tindakan guru yang membotaki belasan siswi SMPN 1 Sukodadi tersebut:


Baca juga: Motif dan Modus Oknum Paspampres Diduga Aniaya Warga Aceh hingga Tewas

1. Terjadi pada 23 Agustus 2023

Kepala SMPN 1 Sukodadi Harto menjelaskan bahwa kejadian pembotakan oleh oknum guru kepada siswa itu terjadi pada Rabu (23/8/2023). Saat itu, para siswa kelas IX akan pulang.

"Memang benar, ada kejadian itu tanggal 23 Agustus 2023 kemarin saat siswa mau pulang, gara-gara tidak pakai ciput jilbab. Entah terlalu sayang (kepada siswi) atau seperti apa, kemudian Bu EN melakukan itu (pembotakan)," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (28/8/2023).

Harto mengungkapkan bahwa EN mencukur rambut siswi-siswinya menggunakan alat cukur elektrik. Tindakan ini membuat banyak rambut siswa yang terpotong.

Para siswi yang mendapatkan hukuman tersebut kemudian melapor kepada orangtua masing-masing.

Baca juga: Kronologi Dugaan Pelecehan Guru Honorer oleh Oknum ASN di Makassar

2. Pelaku merupakan guru bahasa Inggris

Harto menyatakan, guru EN merupakan pengajar yang sudah lama mengajarkan mata pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 1 Sukodadi.

Ia menyebut, EN memang sering mengingatkan para siswi untuk mengenakan dalaman jilbab atau ciput.

Sayangnya, para siswi diduga tidak memakai ciput saat itu. Guru EN kemudian memanggil para siswa saat akan pulang sekolah dan membotaki kepala mereka.

3. Membotaki 19 siswi

Ilustrasi pelajar sekolah menengah.DOK. PEMKOT SURABAYA Ilustrasi pelajar sekolah menengah.

Menurut Harto, guru EN mengakui telah membotaki rambut 19 siswi SMPN 1 Sukodadi tersebut.

Setelah melakukan aksinya, EN didampingi Harto berinisiatif mendatangi rumah para siswi untuk meminta maaf.

"Kami datangi rumah mereka untuk minta maaf, tapi belum semuanya hari sudah malam, dilanjutkan mediasi di sekolah pada esok paginya," katanya lagi.

4. Sudah dilakukan mediasi dengan wali murid

Harto mengungkapkan proses mediasi antara guru EN dan orangtua siswi dilangsungkan Kamis (24/8/2023). 

Semua orangtua dari 19 siswi yang menjadi korban pembotakan diundang ke sekolah. Namun hanya 10 orangtua yang hadir.

Selama mediasi berlangsung, guru EN menyampaikan permintaan maaf atas tindakannya. Dia juga memberikan penjelasan kepada para orangtua siswi yang hadir dalam mediasi.

"Sudah damai melalui mediasi pada tanggal 24 Agustus 2023 kemarin, orangtua siswi (korban pembotakan) menyadari perilaku anaknya serta apa yang telah dilakukan Bu EN dan mereka semua (para orangtua) menerima," kata Harto.

Ia menambahkan, proses belajar-mengajar terhadap para siswi kembali berjalan dengan lancar sejak Senin (28/8/2023).

Baca juga: Berkaca Kasus Guru Karawang, Benarkah Korban Penganiayaan Tak Dijamin BPJS Kesehatan?

5. Tidak ada aturan memakai ciput

Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Munif Syarif menyatakan bahwa para siswi yang rambutnya dibotaki terkejut dan mengalami trauma atas kejadian tersebut.

Sementara itu, diberitakan Kompas.id, Rabu (30/8/2023), tindakan guru EN memunculkan polemik.

Ini karena SMP Negeri 1 Sukodadi sebenarnya tidak memiliki peraturan tertulis tentang kewajiban memakai ciput.

6. Para siswi dapat bantuan psikologis

Munif mengungkapkan bahwa SMPN 1 Sukodadi memberikan pendampingan psikologis kepada para siswi atas kejadian tersebut.

"Pihak sekolah juga menyediakan psikiater untuk pendampingan bagi para siswi (yang sempat menjadi korban pembotakan)," jelasnya.

Sementara itu, Harto menambahkan bahwa pihaknya mendatangkan psikiater untuk mendampingi para siswi.

"Baru tadi siang (Selasa (29/8/2023)), kami kerja sama dengan Dinas PPPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) Lamongan. Mereka punya psikiater dan rencananya besok Kamis (31/8/2023) ke sekolah," katanya.

7. Guru EN dapat sanksi dan dilarang mengajar

Guru EN mendapatkan sanksi menjadi staf di Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan dan dilarang mengajar.

"Mulai Senin (28/8/2023) kemarin (guru EN) sudah tidak lagi mengajar di sekolah kami. Mulai Senin sudah ditarik ke dinas (pendidikan) untuk pembinaan," ujarnya, dilansir dari Kompas.com, Selasa (29/8/2023).

Harto menjelaskan, pihaknya tidak mengetahui sampai kapan sanksi tersebut akan diberlakukan karena tidak tercantum dalam surat pemberitahuan dari Dinas Pendidikan Lamongan kepada sekolah.

Sementara itu, Munif menjelaskan sanksi kepada guru EN berlaku sampai ada evaluasi lagi dari pihak dinas pendidikan.

"Setelah kejadian kemarin, guru yang bersangkutan kita tarik sementara ke dinas. Soal berapa lama sanksinya, ya nanti kita evaluasi. Ini sekaligus menjadi perhatian bagi sekolah-sekolah lain untuk bisa melakukan pendekatan yang lebih baik,” kata Munif.

Baca juga: Soal Kasus Pelecehan Seksual di Rute Monas-Pulogadung, Transjakarta: Sudah Ditangkap

(Sumber: Kompas.com/Hamzah Arfah | Editor: Pythag Kurniati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com