KOMPAS.com - Belakangan ini lini masa tengah diramaikan dengan pemberitaan seorang anak berusia 4 tahun di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), yang meninggal dunia akibat gigitan anjing rabies.
Salah satu akun Twitter yang juga memuat berita terkait dengan anak yang meninggal karena gigitan anjing rabies adalah ini, Rabu (10/5/2023).
Unggahan itu banyak dikomentari oleh warganet. Beberapa warganet menyebutkan bahwa bukan hanya anjing yang bisa menyebabkan rabies, melainkan kucing juga bisa menjadi pembawa rabies.
"Gua pernah digigit kucing malam demam bengkak mual panas pagi berobat lgsg di rujuk ke rs infeksi Sulianti Saroso biar lgsg di tindak lanjuti itu bener2 takut parah," ungkap akun ini.
"Bisa berlaku ke kucing ya guys. Pengalaman teman SDku kena cakar kucing, lnsung demam hbis itu lnsgung vaksin alhamdulilah selamat," kata akun ini.
"Kucing termasuk hewan pembawa rabies, mamalia dapat tertular rabies," tulis akun ini.
Lantas, benarkah kucing menjadi salah satu hewan pembawa rabies?
Baca juga: Apa Itu Rabies: Penyebab, Gejala, dan Penanganan Pertama Terkena Gigitan
Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (UGM) drh Slamet Raharjo membenarkan bahwa kucing memang termasuk hewan pembawa rabies (HPR).
"Kucing bisa menjadi pembawa rabies. Namun untuk bisa menularkan rabies, kucing harus tertular rabies terlebih dahulu," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (12/5/2023).
Ia mengatakan, berdasarkan data kasus rabies di Indonesia, terdapat 98 persen kasus rabies yang ditularkan oleh anjing, sementara 2 persen lainnya ditularkan oleh kucing, monyet, dan musang.
"Jadi untuk kasus penularan rabies yang disebabkan oleh kucing sangat jarang terjadi, meskipun ada kemungkinannya juga," ucap Slamet.
Slamet turut menyampaikan bahwa kucing rabies juga disebabkan karena kucing tertular oleh hewan lainnya yang sudah terkena rabies.
Sementara itu, untuk penularan rabies dari hewan ke manusia adalah 99 persen melalui gigitan.
Baca juga: Kemenkes Buka Suara soal Kasus Rabies yang Tewaskan Anak di NTT
Berikut untuk penjelasannya:
Fase prodormal dimulai dari awal terinfeksi virus rabies sampai menunjukkan gejala awal. Biasanya fase ini akan berlangsung selama 3 hari hingga 3 bulan, tergantung derajat dan keganasan infeksi.
"Pada fase ini virus akan berkembang dalam tubuh dan memengaruhi kondisi kucing yang ditandai dengan perubahan perilaku yang drastis (180 derajat)," ungkap Slamet.
Kucing akan lebih sering bersembunyi di tempat gelap, menjadi takut cahaya, dan takut air (hidrofobia).
Tak hanya kucing, semua hewan yang terkena rabies yang biasanya aktif akan menjadi sangat tenang/pemalu. Begitu pula sebaliknya, hewan yang biasanya pemalu justru akan menjadi lebih hiperaktif.
Fase eksitasi terjadi ketika virus sudah berkembang dalam kelenjar air ludah/saliva.
Pada fase ini akan ditandai dengan produksi air liur berlebih dan hewan berubah menjadi agresif, tidak mengenali tuannya, dan akan menggigit benda apapun yang bergerak di sekitarnya.
Selain itu, fase ini juga menjadi fase penular yang berbahaya bagi hewan lain termasuk ke manusia. Fase eksitasi akan berlangsung selama 3-5 hari dan akan berlanjut ke fase paralisis.
Fase paralisis atau disebut juga sebagai fase kelumpuhan. Hal ini terjadi akibat dari penyebaran virus rabies yang sudah mencapai otak.
Di mana, otak akan rusak, saraf terganggu, rahang mengunci atau lock jaw, dan diikuti dengan kondisi hewan ambruk atau tidak bisa berdiri lagi.
"Fase ini akan berlangsung selama 3-4 hari dan diakhiri dengan kematian," ungkap Slemet.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.