Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hery Wibowo
Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Padjadjaran

Pengamat Sosial, praktisi pendidikan dan pelatihan

Libur Lebaran dan Filosofi Kerja dari Mana Saja

Kompas.com - 26/04/2023, 09:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DALAM mengantisipasi puncak arus balik Lebaran yang diperkirakan jatuh pada 24 dan 25 April 2023, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengimbau aparatur sipil negara (ASN), personel TNI/Polri, dan pegawai BUMN untuk menunda kepulangan dengan memperpanjang cuti bila tidak memiliki kepentingan mendesak (Kompas.id/24/04/23).

Kebijakan itu semakin menegaskan keniscayaan bahwa bekerja melayani publik dapat dikerjakan dari mana saja (work from anywhere). Secara tidak langsung, kebijakan penundaan pulang dari kampung halaman itu juga menguatkan impelementasi Perpres 21 Tahun 2023.

Peraturan Presiden (Perpres) itu mengatur jam kerja instansi pemerintah dan jam kerja para ASN secara lebih fleksibel, yaitu sebanyak 37 jam 30 menit seminggu, tidak termasuk jam istirahat. Selanjutnya ditentukan pula bahwa bekerja dapat dilakukan dimana saja (sesuai kebutuhan dan koordinasi dengan instansinya tentunya).

Baca juga: Arahan Pemerintah untuk ASN Selepas Lebaran, Boleh Perpanjang Cuti, WFH, dan Tunda Halalbihalal

Kebijakan tersebut juga merupakan cerminan dari urgensi pimpinan untuk selalu melihat dan mempertimbangkan situasi makro (helicopter view), dalam hal ini antisipasi lonjakan arus balik. Berbasis upaya untuk meminimalisir resiko yang terjadi, maka hal-hal yang sifatnya lebih fleksibel dapat diatur dengan sejumlah penyesuaian, dengan tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas layanan publik.

Pada satu sisi, ini adalah keputusan penting dan kontekstual dengan kebutuhan zaman. Pada dimensi lain, ini merupakan proses transisi dan adaptasi teknologi serta penyiapan sumber daya manusia untuk menghadapi era modernisasi atau bahkan postmodernisme.

Efektivitas dan Penghematan

Ketika sejumlah pekerjaan tidak perlu ataupun sudah bisa dikerjakan di laptop/gawai masing-masing, maka personel aparatur negara tidak wajib secara fisik hadir di kantor. Proses pekerjaan ditinjau dari indikator keberhasilan jauh lebih substantif dibandingkan hanya sekedar kehadiran fisik di hadapan pimpinan/pengguna jasa.

Implementasi lebih jauh dari Perpres itu tentunya akan menghasilkan efek domino. Tidak wajibnya sejumlah besar posisi ASN untuk selalu hadir secara fisik di kantor, akan menghasilkan sejumlah perubahan nyata.

Penghematan terkait energi transportasi akan terjadi secara luar biasa. Waktu dan tenaga yang biasa harus dikeluarkan ketika jam berangkat dan jam pulang kantor, dapat dihemat dan dikonversikan sedemikian rupa untuk menghasilkan produktivitas dan kinerja yang baik.

Baca juga: Arahan Jokowi soal Perpanjangan Cuti Lebaran ASN, TNI, Polri hingga Swasta

Tingkat polusi udara juga dapat ditekan sedemikian rupa untuk membangun kesinambungan usaha bersih di desa dan di kota. Bagi yang biasa menaiki transportasi publik, tingkat stres berdesak-desakan pada saat pergi dan pulang juga dapat diredusir sedemikian rupa untuk membangun kesehatan mental yang lebih baik.

Inilah abad modern, di mana manusia seyogianya mengoptimalkan kecanggihan teknologi untuk kemudahan pekerjaan dan kehidupannya. Ini momentum untuk membangun interaksi sosial yang sama kualitasnya baik ketika berhubungan secara maya/daring ataupun nyata/luring.

Etos Kerja

Manajemen modern, sebagai contoh teori profound knowledge dari W Edwards Deming telah mengupas ini 20 tahun lalu, yaitu asumsi positif memandang manusia/karyawan/pegawai.

Lensa manusia mengajarkan kepada pemimpin untuk melihat pegawai sebagai manusia yang baik, dengan premis sebagai berikut: sebagian besar manusia (pegawai), di sebagian besar waktunya, ingin berbuat yang terbaik.

Dengan premis itu, seyoginya kita tidak perlu kawatir (berlebihan) bahwa Perpres 21 Tahun 2023 akan menurun kinerja para ASN, membuat mereka bolos berjemaah, atau kabur dari tanggung jawab.

Meskipun demikian, tetap diperlukan pengawasan melekat di awal-awal implementasinya. Selalu diperlukan penguatan etos kerja bagi seluruh pegawai. Wajib ditekankan bahwa pekerjaan adalah amanah yang harus ditunaikan dan tidak boleh dikhianati.

Pada tataran ideal nantinya, akan tercipta ASN yang walaupun work from anywhere, tetap melaksanakan tugasnya dengan baik dan penuh amanah serta tanggung jawab.

Dengan demikian, bekerja dari mana saja, tidak dianggap sebagai kesempatan untuk berleha-leha dan lari dari tanggung jawab, melainkan justru tantangan untuk lebih efektif dalam bekerja, substantif dalam pelayanan, dan tajam dalam pemenuhan indikator kinerja.

Sekali lagi, kelonggaran metode dan cara bekerja dalam kebijakan Presiden perlu dimaknai positif. Filosofi servant leadership (memimpin untuk melayani, menjabat untuk menebar manfaat) perlu selalu tertanam dihati.

Inilah kesempatan bagi ASN untuk terus meningkatkan dan memperbaiki citra pada masyarakat sebagai klien utamanya. Inilah pembelajaran besar bagi bangsa dan negara bahwa di atas prioritas masih ada substansi maslahat yang lebih tinggi. Fisik boleh berada di mana saja, tetapi hati dan pikiran terpusat pada pelayanan publik yang terbaik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com