Misalnya, para pemimpin QUAD merilis pernyataan bersama tentang Indo-Pacifik tahun 2021 sebagai suatu zona “free, open, inclusive, healthy, anchored by democratic val-ues, and unconstrained by coercion” atau zona terbuka, bebas, sehat, inklusif, demokratis, tanpa paksaan atau tekanan.
Jepang sejak Perdana Menteri Abe Shinz tahun 2006-2007, merilis proposal “Arc of Freedom and Prosperity” Indo-Pasifik. QUAD adalah jantung proposal Jepang. Sedangkan 10 negara ASEAN, termasuk Indonesia, sejak Juni 2019, mengadopsi konsep ‘Outlook on the Indo-Pacific’ yang lebih inklusif dan konstruktif (Nihon Keizai Shinbun, 2019).
Tapi, Menlu Tiongkok, Wang Yi, tahun 2018, melihat konsep Indo-Pasifik cuma ide pengisi berita utama surat kabar. Menurut Yi, visi, konsep, dan geostrategi Indo-Pasifik bakal menerima nasib: “fade like the sea foam in the Pacific or in the Indian Ocean” (The Straits Times, 2018) atau “memudar seperti buih laut di Samudera Pasifik dan Samudera India”.
Uni Eropa mulai aktif masuk ke zona Pasifik, terutama Laut China Selatan. Sebab zona ini, tulis Giulio Pugliese (2022), terutama perairan internasional, tempat sangketa sejumlah wilayah dan maritim dan teater rivalitas strategis kekuatan global asal Asia, Eropa dan AS. Maka sejak 2014-2015, misalnya, mengerahkan kapal perang dan kapal selam ke zona ini.
“As a pivotal region, the Indo-Pacific has become the power center of world geopolitics,” tulis Muhammad Saeed (2017:499) tentang pergeseran arah persaingan strategis kekuatan Amerika Serikat (AS) dan Rusia dari Asia Pasifik ke Indo-Pasifik kini dan ke depan.
Misalnya, jalur maritim hampir 80 persen minyak impor Tiongkok melintasi Selat Malaka. Indo-Pasifik adalah produsen sekitar 60 persen GDP dunia, pusat dagang dunia, aliran investasi dunia, mata-rantai nilai dan kemajuan teknologi dunia.
Untuk merespons dinamika lingkungan strategis kawasan Indo-Pasifik, Indonesia perlu menerapkan geostrategi ‘prisai-bangsa’ berbasis zona timur Indonesia, khususnya wilayah Blok Masela hingga Papua. Zona ini perlu dijadikan satu provinsi baru di Indonesia. Sebab geografi dan ekonominya sangat strategis sebagai ‘prisai bangsa’ guna perlindungan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Kita baca pidato bersejarah Soekarno, anggota Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) di depan Rapat Besar BPUPKI, 1 Juni 1945 di Jakarta. “Kita mendirikan satu negara kebangsaan Indonesia,” papar Soekarno.
Suatu bangsa, menurut Soekarno terbentuk dari “persatuan antara manusia dan tempatnya.” Secara geopolitik, kebangsaan adalah persatuan antara orang dan tempat. “Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan! Tidak dapat dipisahkan rakyat dari Bumi yang ada di bawah kakinya,” tegas Soekarno.
Manakah letak dan peta tanah tumpah-darah negara-kebangsaan Indonesia, Tanah Air kita? “Menurut geopolitik, maka Indonesialah Tanah Air kita. Indonesia yang bulat, bukan Jawa saja, bukan Sumatera saja, atau Borneo saja, atau Selebes saja, atau Ambon saja, atau Maluku saja, tetapi segenap kepulauan yang ditunjuk oleh Allah swt menjadi suatu kesatuan antara dua benua dan dua samudera, itulah Tanah Air kita!” tegas Soekarno.
Baca juga: Soal Blok Masela, Pertamina Belum Capai Kesepakatan
Kini awal abad 21, zona dan peta yang disebut Soekarno (1945) itu menjadi suatu ‘pivot area’ atau zona poros geografis interaksi kekuatan dan pengaruh aktor-aktor global. Kini dan ke depan, ‘pivot area’ global bukan lagi Eurasia seperti kajian Mackinder (1904:435), tetapi zona titik-temu arus kekuatan maritim (maritime power) dan kelautan (seapower) seperti dikemukakan Alfred Thayer Mahan (1890), yakni zona Indo-Pasifik!
Dalam jurnal Science edisi Februari 2002, hasil riset dan kajian Roberts et al. (2002) dan Veron et al. (2009) menyebut bahwa Indo-Pasifik memiliki keragaman dan kekayaan spesies sangat banyak, bahkan jumlah spesies paling banyak di dunia, terdapat di jantung Segitiga Terumbu Karang Indo-Pasifik.
Indo-Pasifik memiliki lebih dari 3.000 spesies ikan dan 500 spesies pembentuk terumbu (reef building); sedangkan perairan Atlantik Barat hanya memiliki sekitar 1.200 spesies ikan dan 50 spesies karang pembentuk terumbu (Helfman, 1997).
Indo-Pasifik Tengah adalah titik-temu dua samudera (India dan Pasifik) dan memiliki kekayaan dan keragaman organisme laut paling banyak, khususnya di Segitiga Terumbu Karang. Riset dan kajian Veron et al. (2009) menyebut bahwa 76 persen spesies karang di dunia, hidup dan berkembang di Segitiga Terumbu Karang. Jantung Segitiga Terumbu Karang itu terletak di zona antara Blok Masela hingga Papua.
Awal abad 21, zona satu kesatuan pulau yang disebut Soekarno (1945) adalah titik temu dua samudera dan dua benua yang menjadi fokus geopolitik dan geostrategi global. Misalnya, “Confluence of the Two Seas” atau titik temu dan tumpuan dua lautan adalah judul pidato Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (21 September 1954 – 8 Juli 2022) di Gedung Central Hall Majelis Tertinggi (Parlemen) India pada 22 Agustus 2007.