Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Era Indo-Pasifik dan Posisi Strategis Blok Masela-Papua

Kompas.com - 06/03/2023, 11:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Waktu kini, sejarah, dan geografi membawa kita tepat pada titik temu dua lautan yakni Lautan Pasifik dan Lautan India. Begitu penglihatan Perdana Menteri Abe (2007). Ia mengutip judul buku ke-5 karya Dara Shikoh (11 Maret 1615 – 30 Agustus 1659) Majma-ul-Bahrain atau Titik Temu Dua Lautan tahun 1655. Buku ini mengurai harmoni filosofi sufi (Islam) dan vedanta (Hindu). 

Mengapa meracik geostrategi prisai-Bangsa Indonesia dari simpul awal zona Blok Masela hingga Papua sebagai satu provinsi?

Kawasan ini sangat kaya keragaman-hayati dan sumber daya alam. Zona ini adalah titik temu peradaban dari Asia, Afrika, Timur Tengah, Eropa dan Nusantara sejak pra-Masehi. Zona ini dilabel oleh pedagang Levants (Arab, Persia, Afrika Utara, India) : Jazirat-al-mulk atau “Tanah para raja” (Swadling, 1996:23).

Secara bio-geografi, zona Blok Masela atau NTT-Maluku-Papua adalah satu garis arus alam bersifat saling-terkait, saling-dukung, dan saling-lindung. Maka penerapan geostrategi bio-economy, blue-economy, sea-power dan maritime power pada simpul Blok Masela – Papua dapat menghasilkan perubahan signifikan dan simultan seluruh sektor di Timur Indonesia hingga level nasional.

Sejak era pra-Masehi, kebutuhan komoditi dunia banyak dipasok dari kawasan NTT-Maluku-Papua, misalnya lada, pala, cengkeh, cendana, dan bulu burung.

Selain itu, basis-basis pulau terluar Indonesia Timur sangat banyak. Pulau terluar di zona Maluku yakni Pulau Yiew Besar (Provinsi Maluku Utara), Pulau Ararkula, Pulau Karerei (Pulau Karaweira Besar), Pulau Penambulai, Pulau Kultubai Utara, Pulau Kultubai Selatan, Pulau Karang, Pulau Enu, Pulau Batugoyang, Nuhuyut (Pulau Kei Besar), Pulau Larat, Pulau Sutubun, Pulau Selaru, Pulau Batarkusu, Pulau Marsela, Pulau Metimarang, Pulau Letti, Pulau Kisar, Pulau Wetar dan Pulau Lirang (Provinsi Maluku).

Pulau Terluar di Provinsi Papua Barat ialah Pulau Moff (Pulau Budd), Pulau Fani, Pulau Miossu; Pulau Terluar Provinsi Papua ialah Pulau Fanildo, Pulau Bras, Pulau Befondi, Pulau Liki, Pulau Habe, Pulau Komolom, Pulau Kolepom, Pulau Laag dan Pulau Puriri.

Pulau Terluar di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ialah Pulau Alor, Pulau Batek, Pulau Rote, Pulau Ndana, Pulau Sabu, Pulau Dana, dan Pulau Mangudu.

Mengapa bangsa kita sangat membutuhkan ‘sabuk-prisai bangsa’ khususnya mulai dari wilayah timur? Kita belajar dari sejarah, serikat dagang asal Belanda VOC menguasai hasil-hasil alam hayat dan non-hayat asal Indonesia melalui dagang. Hindia Belanda menjajah bangsa kita, bermula dari monopoli dagang-ekonomi. Jejak sejarah ini harus kita renungkan.


Kita baca pesan Presiden Soekarno (1955), “Jangan tertipu oleh anggapan: ‘Kolonialisme sudah mati’! Aku katakan kepada Anda, kolonialisme belum mati!"

Apa alasan Presiden Soekarno? “Colonialism has also its modern dress, in the form of economic control, intellectual control, actual physical control by a small but alien community within a nation,” ujat Soekarno dari Bandung, Jawa Barat, tahun 1955 saat Konferensi Asia-Afrika..

Kolonialisme tidak hanya berbentuk klasik di berbagai zona dunia. Kolonialisme, kata Soekarno, memiliki busana modern berupa kontrol ekonomi, kontrol intelektual, kontrol fisik aktual oleh komunitas kecil tapi asing di dalam suatu bangsa dan negara. Jenis kolonialisme ‘modern’ ini adalah musuh Asia-Afrika, sangat trampil, gigih, dan muncul dalam banyak samaran.

Jenis kolonialisme ‘modern’ juga tidak mudah menyerah dan menguasai lahan-lahan di bawah kaki rakyat. Maka bangsa kita harus mencegah lahir dan berkembang kolonialisme ‘modern’ mulai dari kawasan Blok Masela hingga Papua dan seluruh wilayah Indonesia. Siasat dagang dan sejenisnya adalah awal dari penjajahan bangsa kita ratusan tahun. Jejak sejarah ini tidak perlu terulang lagi kini dan masa-masa datang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com