Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menolong Korban Kecelakaan Kerap Dituduh sebagai Pelaku, Apa yang Harus Dilakukan?

Kompas.com - 07/02/2023, 06:30 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Sementara itu, apabila hanya seorang diri, Abdul menyarankan agar penolong berteriak meminta tolong agar orang lain mendekat, sebelum memutuskan menolong korban.

"Paling tidak ada dua orang, kecuali penolong tidak membawa apa pun ketika melakukan pertolongan kepada orang lain," ujarnya.

Baca juga: Ramai soal Hajatan di Jalan Umum, Bagaimana Aturannya?

Tolong korban bisa memperparah kondisi

Terpisah, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, berada di posisi melihat kecelakaan memang serba salah.

"Kalau tidak ditolong dia kehilangan waktu untuk dilakukan pertolongan, tapi kalau ditolong dan salah angkat, yang seharusnya tidak fatal bisa jadi fatal," jelasnya kepada Kompas.com, Senin.

Oleh karena itu, Djoko mengungkapkan bahwa cara terbaik jika tidak berani menolong langsung adalah dengan menelepon orang terdekat atau ambulans.

Dia mengimbuhkan, ambulans memiliki tenaga medis yang mengerti tata cara mengangkat korban, sehingga tak memperparah keadaan.

"Sebetulnya kalau sudah telepon ambulans, sudah membantu ya. Memang ngeri kalau ada kecelakaan itu," ujar dia.

Baca juga: Mobil Parkir di Pinggir Jalan karena Tak Ada Garasi, Bagaimana Aturannya?

Korban kecelakaan bisa menuntut pengelola jalan

Di sisi lain, Djoko menyoroti jarangnya korban kecelakaan yang menuntut pengelola jalan saat mengalami kecelakan.

Padahal, kata dia, pengelola jalan bisa dimintai pertanggungjawaban saat kecelakaan terjadi akibat jalan rusak.

"Itu salahnya ada di pengelola jalan. Jalannya rusak kan ada di tangan dia, itu bisa dituntut pakai UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)," terang dia.

Aturan soal kecelakaan akibat jalan rusak ini terdapat pada Pasal 24 UU Nomor 22 Tahun 2009 (UU LLAJ).

Pasal tersebut mengatur bahwa:

  • Penyelenggara jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
  • Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara wajib memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

"Sanksi pidananya ada di Pasal 273 UU LLAJ," imbuh Djoko.

Adapun sanksi tersebut, meliputi:

  • Penyelenggara jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 12 juta.
  • Apabila mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta.
  • Apabila mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 120 juta.
  • Tidak memberi tanda atau rambu pada jalan rusak dan belum diperbaiki, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp 1,5 juta.

Penuntutan tersebut, dilakukan terhadap penyelenggara jalan yang memiliki kewenangan akan jalan rusak tempat kecelakaan terjadi.

"Jalan nasional wewenang Kementerian PUPR, jalan provinsi milik pemerintah provinsi, dan jalan kabupaten/kota wewenang pemerintah kabupaten atau pemerintah kota," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Terkini Lainnya

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Tren
KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

Tren
5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

5 Wilayah Berpotensi Banjir Rob 1-10 Juni 2024, Mana Saja?

Tren
Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Mengapa Anjing Peliharaan Menjulurkan Lidah? Berikut 7 Alasan Umumnya

Tren
12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

12 Wilayah yang Berpotensi Kekeringan pada Juni 2024

Tren
Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Alasan Pekerja yang Sudah Punya Rumah Tetap Harus Jadi Peserta Tapera

Tren
Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Cara Mengajukan Pinjaman Melalui Layanan Dana Siaga BPJS Ketenagakerjaan, Apa Syaratnya?

Tren
Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Viral, Video Harimau Sumatera Masuk ke Halaman Masjid di Solok, Ini Penjelasan BKSDA

Tren
Kata 'Duit' Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Kata "Duit" Disebut Berasal dari Belanda dan Tertulis di Koin VOC, Ini Asal-usulnya

Tren
Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Juru Bahasa Isyarat Saat Konpers Pegi Tersangka Pembunuhan Vina Disebut Palsu, Ini Kata SLBN Cicendo Bandung

Tren
Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Viral, Video TNI Tendang Warga di Deli Serdang, Ini Kata Kapendam

Tren
Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tips Memelihara Anjing untuk Pemula, Ini Beberapa Hal yang Perlu Anda Lakukan

Tren
Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Berlaku mulai 1 Juni 2024, Ini Cara Beli Elpiji 3 Kg Menggunakan KTP

Tren
Inilah Alasan Harga BBM dan Tarif Listrik Juni Masih Sama dengan Mei 2024

Inilah Alasan Harga BBM dan Tarif Listrik Juni Masih Sama dengan Mei 2024

Tren
Hiu Paus Gorontalo Menghilang karena Takut Orca, Apakah Akan Kembali?

Hiu Paus Gorontalo Menghilang karena Takut Orca, Apakah Akan Kembali?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com