Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Jejaring Perhubungan Udara dan IKN

Kompas.com - 11/11/2022, 16:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BELAKANGAN ini kita banyak mendengar tentang akan berpindahnya ibu kota negara (IKN) Republik Indonesia ke Kalimantan.

Sayangnya adalah sampai sekarang ini belum tersiar ke masyarakat umum tentang konsep dari sistem perhubungan udara nasional yang mapan dalam mendukung keberadaan ibu kota baru. Sebuah konsep yang sangat dibutuhkan bagi lancarnya mekanisme dukungan logistik demi terselenggaranya administrasi pemerintahan dari sebuah negara besar, luas, dan berbentuk kepulauan serta berpenduduk banyak sekali.

Sejatinya, sistem perhubungan udara nasional di Indonesia memang belum memperoleh perhatian yang memadai. Padahal perhubungan udara adalah “nyawa” dari sebuah negara seperti Indonesia.

Baca juga: Sistem Pertahanan Udara Ibu Kota Negara

Perhubungan udara adalah mesin ampuh penggerak perekonomian nasional. Indonesia, saat dahulu masih sebagai Hindia Belanda, telah menjadi “sapi perahan” yang efektif dan sangat diandalkan oleh Belanda berkat terselenggaranya sebuah sistem perhubungan udara dan perhubungan laut yang sangat canggih untuk ukuran ketika itu.

Sebagai sebuah negara yang terletak pada posisi strategis, berbentuk kepulauan terbesar di dunia, berpenduduk banyak, dan memiliki kekayaan alam melimpah, Nusantara ketika itu mengundang banyak negara kolonial untuk menguasainya.

Penguasaan yang efektif untuk memperoleh keuntungan besar dalam penerimaan negara adalah sektor perhubungan udara, di samping tentu saja perhubungan laut.

Dewasa ini sistem perhubungan udara nasional masih belum memperoleh perhatian yang cukup. Belum ada sebuah konsep yang utuh dari sebuah jejaring perhubungan udara nasional.

Perhubungan udara pada hakikatnya adalah sumber penerimaan keuangan negara yang sangat dapat diandalkan. Setidaknya, sebagai sumber daya alam maka wilayah udara Indonesia harus dikuasai negara dan diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat luas.

Indonesia belum punya konsep perencanaan jejaring perhubungan udara

Negara Indonesia setidaknya harus memiliki maskapai penerbangan berskala nasional yang menghubungkan kota kota besar di dalam dan di luar negeri. Maskapai penerbangan perintis yang menghubungkan kota-kota terpencil di pedalaman dan wilayah perbatasan negara.

Maskapai penerbangan carter untuk melayani kegiatan investor asing beroperasi di dalam negeri dan sebuah maskapai kargo untuk distribusi kebutuhan pokok nasional dengan target “satu harga” di seluruh Indonesia.

Sekali lagi sayangnya adalah, belakangan ini maskapai penerbangan perintis Merpati Nusantara sudah lama bangkrut dan tidak terdengar lagi kabarnya. Demikian pula maskapai penerbangan Garuda yang tengah mengalami, untuk kesekian kalinya, kesulitan keuangan belum juga pulih dari “sakit”nya yang selalu berulang.

Masyarakat seolah menjadi hafal bahwa Garuda maju dan sukses, kemudian mengalami kesulitan keuangan yang entah apa penyebabnya. Berikutnya terjadi penggantian manajemen yang disertai dengan digelontorkannya “dana talangan” yang membuat Garuda sukses lagi untuk kemudian menghadapi lagi kesulitan keuangan kembali.

Siklus ini, maju dan sukses - kesulitan keuangan - ganti manajemen plus dukungan dana besar - sukses lagi dan kemudian kesulitan keuangan lagi. Sebuah siklus yang tidak mudah untuk dipahami oleh orang awam tentang apa gerangan sebenarnya yang terjadi.

Baca juga: 6 Alasan Ibu Kota Negara Pindah dari Jakarta ke Kalimantan Timur

Demikianlah bahwa pada dasarnya kita memang belum memiliki konsep strategis yang jelas dalam perencanaan jejaring perhubungan udara nasional. Pemerintah belum memiliki maskapai penerbangan dengan penataan yang matang untuk mendukung jalannya adminstrasi negara.

Perhubungan udara, di Indonesia sebenarnya memiliki potensi yang tidak kalah dari sebuah tambang emas raksasa. Rute gemuk pada jalur domestik, rute gemuk tertentu pada jalur antar negara, rute penerbangan umroh dan haji adalah sumber keuangan yang sampai sekarang belum digarap secara serius, profesional sistematis dan menyeluruh.

Potensi yang terlihat masih dinikmati oleh segelitir pihak yang cukup pandai memanfaatkan peluang walau belum cukup pandai menanganinya secara profesional. Itu sebabnya maka maskapai penerbangan di Indonesia tampak datang dan pergi, sukses dan bangkrut sesuai dengan keuntungan dan kerugian yang dideritanya dari waktu ke waktu.

Potensi yang sangat berbahaya, apabila ke depan tidak dikuasai dengan baik oleh negara dengan jajaran personel yang kompeten di bidang tugasnya bagi kepentingan rakyat banyak.

Akhirnya, dalam hura-hura dan semangat tinggi untuk memindahkan ibu kota dalam rangka meningkatkan efisiensi jalannya pemerintahan, kiranya sistem perhubungan udara sudah waktunya memperoleh perhatian yang memadai.

Perhubungan udara nasional butuh sebuah konsep perencanaan strategis yang matang dan terintegrasi dalam sistem pembangunan nasional. Kemana pun ibu kota negara berpindah, tanpa hadirnya konsep strategis perhubungan udara nasional, maka sulit sekali untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com