Padahal, pupuk bersubsidi yang sangat terbatas menjadi sumber persoalan. Pemerintah menugaskan PT Pupuk Indonesia dengan cara PSO tetapi dana PSO itu terlambat dibayar.
Selain terlambat bayar, pupuk yang tersedia juga acapkali salah sasaran akibat penegakan hukum yang lemah.
Hal inilah yang terjadi dan petani yang berharap mendapat subsidi menunggu. Tanaman mereka lalu jadi gagal panen akibat pupuk tidak tersedia.
Bicara pupuk identik dengan kelangkaan stok, harga yang mahal, penyelewenagan, manipulasi.
Berbicara ketahanan pangan berarti bicara petani. Berbicara petani berarti bicara lahan, benih, pupuk, teknologi produksi pertanian, teknologi pasca panen, dan harga.
Sayangnya, semua itu bermasalah. Lahan tanah adat bermasalah dan nyaris tanpa perlindungan pemerintah. Benih telah dikuasai korporasi. Teknologi nyaris tidak begitu berkembang dan kalaupun berkembang hanya dikuasai kelompok tertentu. Harga hasil pertanian juga tidak stabil.
Ketika terjadi krisis pangan, pemerintah malah membuat food estate. Food estate justru merupakan ancaman bagi petani karena produk estate akan mengganggu produk petani.
Sejak dahulu, petani kita tidak bergairah bekerja karena tidak ada jaminan harga hasil panen akan stabil. Andaikan ada jaminan harga produk pertanian stabil, petani pasti sangat bergairah, bahkan kreatif untuk bertani.
Jika harga tabil, petani kita akan melahirkan inovasi secara terus-menerus untuk meningkatkan produksi.
Jika food estate berproduksi dan hasil produksinya dilempar ke pasar, produk food estate akan menang dibanding produk petani tradisional.
Baca juga: Hari Tani dan Nasib Petani
Dengan kalahnya produk petani tradisional, nasib mereka akan semakin terpuruk. Akibatnya, ketika terjadi pendemi Covid-19 seperti beberapa waktu lalu, para petani malah diberi beras, telur, dan kebutuhan pokok yang sebenarnya sangat mudah dihasilkan petani sendiri.
Pemerintah kita, sejak Orde Baru gagal merangsang petani untuk kreatif. Sangat ironis, petani justru dikasih beras dan telur ayam.
Di Hari Tani Nasional ini, mari kita berkomitmen untuk memberikan kedaulatan kepada petani dengan menyediakan lahan bagi petani. Petani harus dilatih untuk memproduksi bibit unggul.
Teknologi pertanian harus yang berpihak kepada rakyat dan difasilitasi pemerintah. Dengan kestabilan harga produk pertanian, pemerintah harus memfasilitasi petani untuk memproduksi sesuatu yang bernilai lebih.
Terkait pupuk, pemerintah harus prioritaskan PSO dibandingan pengeluaran lain. Kita harus menyadari, prioritas hidup manusia adalah pangan. Sehebat apapun suksesnya usaha kecil menengah (UKM) dan pertumbuhan ekonomi, tanpa ketersediaan pangan, hal itu merupakan kesia-siaan.
Justru sangat mengherankan bahwa keberpihakan terhadap petani tidak menjadi prioritas. Jika ingin ketahaan pangan terjamin, negara harus memprioritaskan kebutuhan petani seperti ladang, pelatihan pembuatan benih unggul, keterampilan membuat pupuk organik, prioritas PSO untuk pupuk, teknologi pertanian, dan harga produk pertanian dikendalikan.
Jika kebijakan yang melindungi petani tidak segera dilakukan, petani akan makin menjadi beban negara. Rakyat yang sejatinya produktif membangun negara akan menjadi beban negara.
Slogan yang mengatakan, tidak ada nasi di meja makan tanpa ada jerih payah petani, harus menjadi renungan kita bersama yang kemudian diwujudkan agar petani sejahtera dan daya tahan negara kita kuat.
Selamat Hari Tani!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.