Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sebelum Akun Twitternya Hilang, Bjorka Ungkap soal Kasus Munir

Kompas.com - 11/09/2022, 17:59 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

 

Penyebab meninggalnya Munir

Penyebab meninggalnya Munir diungkap oleh Institut Forensik Belanda (NFI). Menurut hasil otopsi dia meninggal dunia karena diracun dengan arsenikum.

Sementara tersangka baru ditetapkan setengah tahun setelah Munir meninggal. Tim penyidik Mabes Polri baru menetapkan Pollycarpus Budihari Priyanto sebagai tersangka dan menahannya di Rumah Tahanan Mabes Polri.

Aktor lapangan yang dihukum adalah pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto, Direktur Utama PT Garuda Indonesia Indra Setiawan, dan Sekretaris Chief Pilot Airbus 330 PT Garuda Indonesia Rohainil Aini.

Kejaksaan juga mendakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono sebagai penganjur dalam pembunuhan Munir.

Akan tetapi, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonisnya bebas. Mahkamah Agung menguatkan putusan itu.

Pollycarpus bebas lebih cepat karena mendapat dua kali remisi. Seharusnya dia bebas pada 19 Maret 2007, tapi terpidana dua tahun itu sudah bebas pada 25 Desember 2006.

Upaya untuk menetapkan dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam kasus pembunuhan aktivis Munir Said Thalib masih belum membuahkan hasil meski sudah 18 tahun berlalu.

Baca juga: 17 Tahun Kasus Munir: Kronologi dan Hasil Investigasi

Dokumen TPF diklaim hilang

Dokumen Tim Pencari Fakta kasus Munir sulit diungkap keberadaannya sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Dikutip Kompas.com, 8 September 2022, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Perpres nomor 111 Tahun 2004 tentang “Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir”. Perpres itu diteken pada 23 November 2004.

Dalam dokumen tercatat ada 11 orang yang dilibatkan dalam TPF. Mereka adalah Bambang Widjajanto, Hendardi, Usman Hamid, Munarman, Smita Notosusanto, I Putu Kusa, Kamala Tjandrakirana, Nazarudin Bunas, Retno Marsudi Arif Havas Oegroseno, Rachland Nashidik, dan Mun'im Idris.

TPF sudah menyerahkan hasil investigasi secara langsung pada SBY pada 24 Juni 2005 di Istana Negara dan tidak melalui Sekretariat Negara.

Mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra menjelaskan saat itu SBY tidak memerintahkan Sekretariat Negara mengarsipkan dokumen tersebut.

SBY tidak mengumumkan dokumen hasil TPF hingga akhir masa jabatannya. Dokumen itu juga tidak diungkap ke masyarakat.

Lebih parah lagi, saat pemerintah diminta membukanya, dokumen TPF diklaim hilang. Hilangnya dokumen itu baru diketahui pada pertengahan Februari 2016.

Saat itu Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mendatangi kantor Sekretariat Negara (Setneg) meminta penjelasan dan mendesak supaya hasil laporan TPF segera diumumkan.

Dalam laporan TPF kasus Munir terdapat 3 rekomendasi yang diberikan kepada SBY.

Rekomendasi pertama adalah kepada presiden RI untuk meneruskan pengungkapan kasus Munir secara tunta hingga mencapai sebuah keadilan hukum.

Untuk itu perlu pembentukan tim baru dengan wewenang dan mandat yang lebih kuat untuk mengembangkan temuan TPF, terutama terkait pencarian fakta di lingkungan Badan Intelijen Negara (BIN).

Lalu rekomendasi kedua, TPF merekomendasikan kepada presiden untuk memerintahkan Kapolri melakukan audit atas keseluruhan kinerja tim penyidik kasus meninggalnya Munir dan mengambil langkah konkret untuk meningkatkan kapasitas penyidik Polri secara profesional dalam mengusut tuntas permufakatan jahat dalam jangka waktu yang wajar.

Ketiga, TPF merekomendasikan kepada presiden untuk memerintahkan Kapolri agar melakukan penyidikan yang lebih mendalam terhadap kemungkinan peran sejumlah pihak dalam permufakatan jahat melakukan pembunuhan berencana terhadap Munir.

Naskah asli dokumen TPF tidak diketahui keberadaannya. Adapun yang diketahui hanyalah naskah pertama diserahkan kepada SBY selaku Presiden.

Sisanya dibagikan ke pejabat terkait, yakni Kapolri, Jaksa Agung, Kepala BIN, Menkumham, dan Sekretaris Kabinet.

(Sumber: Kompas.com/Rosy Dewi Arianti Saptoyo, Achmad Nasrudin Yahya, Singgih Wiryono | Editor: Aryo Putranto Saptohutomo, Bayu Galih, Bagus Santosa, Dani Prabowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com