Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Registrasi SIM Card, Spam SMS, dan Miliaran Nomor Bocor

Kompas.com - 03/09/2022, 11:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejak 2018, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mewajibkan registrasi kartu seluler (SIM Card) menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).

Dasar hukum registrasi kartu seluler ini tertuang dalam Peraturan Menkominfo Nomor 14 Tahun 2017.

Dengan begitu, masyarakat tak bisa mengaktifkan kartu seluler apabila tidak mendaftarkannya dengan NIK.

Baca juga: 1,3 Miliar Data Registrasi Kartu SIM Diduga Bocor, Pengamat Sebut Datanya Valid

Dalih perlindungan konsumen

Kominfo mengklaim kewajiban registrasi SIM Card ini dilakukan untuk memberi perlindungan terhadap konsumen.

Perlindungan yang dimaksud adalah terkait penyalahgunaan nomor ponsel oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab, seperti upaya penipuan.

Selain perlindungan itu, kewajiban registrasi kartu seluler dengan data kependudukan ini juga dimaksudkan untuk kepentingan National Single Identity yang dicanangkan pemerintah.

Maksudnya, sistem operator seluler dapat terhubung dengan database Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), sehingga identitas pemilik kartu akan terkait langsung dengan data kependudukan.

Baca juga: 1,3 Miliar Data SIM Card Diduga Bocor, Anggota DPR Harap RUU PDP Segera Selesai

Spam tak kunjung hilang

Namun, niat baik Kominfo itu tak kunjung dirasakan oleh warga. Sebab, konsumen masih kerap menerima SMS penipuan dengan berbagai jenis.

Di antaranya adalah penipuan SMS modus mengaku teman lama dan penipuan modus undian.

Bahkan, tak sedikit warga yang menjadi korban atas SMS spam itu.

Pada 2021 misalnya, Polda Metro Jaya menangkap dua penipu yang beraksi dengan modus undian SMS dengan hasil Rp 200 juta per bulan.

"Pengakuannya tersangka ada baru sekali dan dua kali. Tetapi keuntungannya setelah kami dalami hampir Rp 200 juta per bulan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus, Senin (1/3/2021).

 

Dikutip dari pemberitaan Kompas.com, pelaku biasanya menggiring korban yang terperangkap pada pesan singkat itu untuk masuk ke dalam salah satu situs.

Di situ, korban diminta untuk mengisi data diri serta mengirim pulsa sebesar Rp 300.000 ke nomor salah satu tersangka.

Permintaan pelaku untuk mengirim pulsa itu merupakan persyaratan awal pengambilan hadiah Rp 100 juta.

Sementara itu, seorang warga di Nusa Tenggara Timur pada 2020 pernah menjadi korban penipuan SMS banking.

Akibatnya, uang sebesar Rp 28 juta dari rekening korban harus terkuras habis.

Baca juga: 1,3 Miliar Data SIM Card Bocor, Anggota DPR Minta Pemerintah Tetapkan Penanggung Jawab Kedaulatan Data

Miliaran nomor bocor

Bukan hanya SMS spam masih menjamur, baru-baru ini publik dihebohkan dengan adanya informasi 1,3 miliar data registrasi kartu seluler bocor.

Data itu kemudian dijual di forum online "Breached Forums" dan diklaim berasal dari registrasi kartu SIM prabayar.

Bahkan, penjual memberikan sampel NIK dan nomor ponsel secara cuma-cuma dengan jumlah 2 juta data sampel.

Data tersebut berukuran 18 GB (Compressed) atau 87 GB (Uncompressed) dan dijual dengan harga 50.000 dollar AS atau sekitar Rp 743 juta.

Pengamat siber menyebut bahwa data-data yang bocor itu valid.

Peneliti keamanan siber independen yang juga seorang bug hunter (pemburu celah keamanan internet) Afif Hidayatullah memastikan data yang dibagikan seorang pengguna bernama "Bjorka" ini valid.

Hal itu ia simpulkan berdasarkan penelusuran acak untuk beberapa sampel NIK dan nomor HP yang dibagikan secara cuma-cuma, yang jumlahnya mencapai 2 juta sampel data.

"Saya sudah melakukan test random dengan sumber testing yang ada di public, dan saya memastikan bahwa NIK dan nomor HP yang tersebar itu benar," tutur Afif ketika dihubungi KompasTekno, Kamis (1/9/2022).

Penjelasan Kominfo

Kominfo membantah bahwa masalah kebocoran data ini datang dari kesalahan sistem internal.

Sebab Kominfo mengeklaim tidak punya database registrasi kartu SIM.

"Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan penelusuran internal. Dari penelusuran tersebut, dapat diketahui bahwa Kementerian Kominfo tidak memiliki aplikasi untuk menampung data registrasi prabayar dan pascabayar," demikian keterangan Kominfo dikutip KompasTekno dari situs resmi Kominfo, Kamis (1/9/2022).

"Berdasarkan pengamatan atas penggalan data yang disebarkan oleh akun Bjorka, dapat disimpulkan bahwa data tersebut tidak berasal dari Kementerian Kominfo," lanjut pihak Kominfo.

Kominfo juga mengatakan bahwa pihaknya saat ini sedang melakukan penelusuran lebih lanjut terkait sumber data dan hal-hal lain yang berkenaan dengan dugaan kebocoran data SIM Card tersebut.

Baca juga: Data Registrasi SIM Prabayar Diduga Bocor, Kominfo, Dukcapil dan Operator Kompak Mengelak

(Sumber: Kompas.com/Vitorio Mantalean, Rully R Ramli, Bill Clinten, Muhammad Isa Bustomi | Editor: Dani Prabowo, Aprillia Ika, Yudha Pratomo, Sandro Gatra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com