KOMPAS.com - Hari ini 139 tahun lalu, tepatnya 27 Agustus 1883, Gunung Krakatau di Pulau Rakata, perairan Selat Sunda, antara Pulau Jawa dan Sumatera, meletus.
Dikutip dari Harian Kompas, 26 Januari 2018, letusan Krakatau kala itu merupakan yang terkuat dalam sejarah, dengan level 6 skala Volcanic Explosivity Index (VEI).
Bahkan, letusan Gunung Krakatau disebut berkekuatan 21.574 kali daya ledak bom atom yang meleburkan Hiroshima, Jepang, saat Perang Dunia II.
Letusan Gunung Krakatau tak hanya melenyapkan Pulau Krakatau, tetapi juga menghancurkan kehidupan di pesisir Banten dan Lampung.
Dikutip dari Kompas.com, 26 Agustus 2021, Krakatau telah menunjukkan peningkatan aktivitas pertama setelah lebih dari 200 tahun pada 20 Mei 1883.
Sebuah kapal perang Jerman yang melintas melaporkan adanya awan dan debu setinggi 7 mil di atas Krakatau.
Dua bulan usai laporan itu, letusan serupa disaksikan oleh kapal komersial serta penduduk Jawa dan Sumatera.
Namun kala itu, aktivitas vulkanik Gunung Krakatau justru disambut gembira oleh penduduk. Hal ini lantaran masih minimnya pengetahuan masyarakat terkait kebencanaan.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Letusan Gunung Krakatau Terdahsyat Dimulai
Hingga pada 26 Agustus 1883, tepatnya saat sore hari, kegembiraan masyarakat lenyap seiring ledakan dahsyat dari Gunung Krakatau.
Begitu dahsyatnya, letusan ini bahkan terdengar hingga Australia Tengah yang berjarak 3.300 km dari titik ledakan, serta Pulau Rodriguez, kepulauan di Samudera Hindia yang berjarak 4.500 km.
Diberitakan Harian Kompas, 27 Agustus 1981, esoknya di tanggal 27 Agustus 1883 pukul 10.52, ledakan dahsyat kembali terjadi hingga menghancurkan dua pertiga bagian utara pulau itu.
Runtuhnya Krakatau pun memicu tsunami besar yang melanda garis pantai di dekatnya.
Baca juga: Lukisan The Scream, Kecemasan Edvard Munch, dan Senja Merah Krakatau
Pada 27 Agustus pula, batu dan abu halus disemburkan ke angkasa hingga mencapai setinggi 70-80 km.
Pekatnya abu vulkanik mengakibatkan sinar matahari tak mampu menembusnya. Bagian selatan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa pun menjadi gelap gulita.
Tak hanya itu, abu juga menutupi atmosfer dan berakibat pada turunnya suhu di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat, Jepang dan Eropa.