Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Penyakit Kusta: Penularan, Gejala, dan Pengobatannya

Kompas.com - 19/08/2022, 21:04 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis yang menyerang saraf perifer sebagai afinitas pertama.

Namun, penyakit kusta juga bisa berpengaruh kepada kulit, mata, hidung, dan jaringan tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat.

Penyakit kusta diketahui disebabkan oleh organisme intraseluler obligat Mycobacterium leprae.

Bakteri ini merupakan kuman aerob dengan ciri-ciri, antara lain tidak membentuk spora, berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro

Penyakit ini dibedakan menjadi dua jenis yaitu kusta kering dan kusta basah. Perbedaan keduanya ada pada penyebab dan gejalanya.

Baca juga: Mengenal Penyakit Kusta, Penyebab, dan Seberapa Parah Bisa Menularkan

Penularan penyakut kusta

Penyakit kusta adalah salah satu penyakit tertua di dunia. Penyakit ini juga ditemukan di Indonesia.

Penyakit kusta kerap menjadi momok bagi masyarakat karena dianggap mudah menular. Faktanya, penyakit kusta justru tidak menular dengan cepat.

Dilansir dari Hermina Hospital, penyakit kusta sulit menular pada 95 persen orang dewasa karena sistem kekebalan tubuh mereka dapat melawan bakteri penyebab kusta.

Hanya sekitar 5 persen saja yang bisa tertular kusta. Artinya, dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat karena daya tahan tubuhnya tinggi, 2 orang menjadi sakit dan perlu pengobatan.

Dapat dikatakan bahwa penyakit kusta adalah penyakit menular yang sebenarnya sulit menular.

Baca juga: Hari Kusta Sedunia: Mengenal Kusta atau Penyakit Hansen dan Gejalanya

Pasien kusta dapat menunjukkan gejala seperti munculnya bercak putih di kulit, hingga sensitifitas kulit yang hilang. KOMPAS.COM/ZINTAN PRIHATINI Pasien kusta dapat menunjukkan gejala seperti munculnya bercak putih di kulit, hingga sensitifitas kulit yang hilang.

Penularan penyakit kusta berpotensi menular jika penderita tidak segera diobati dan melakukan kontak lama dengan orang lain.

Kontak lama itu menjadi media penularan penyakit kusta, yakni dengan cara droplet dalam jangka waktu yang lama.

Bakteri penyebab penyakit kusta mengalami proses perkembangbiakan 2-3 minggu. Bakteri ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9 hari di luar tubuh manusia dengan masa inkubasi rata-rata 2 - 5 tahun.

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang tertular penyakit kusta, antara lain:

  • Kontak erat dan lama dengan penderita kusta
  • Tinggal di daerah endemik kusta kondisi yang buruk seperti rumah yang tidak memadai dan tidak memiliki sumber air bersih
  • Menderita cacat genetik pada kekebalan tubuh serta menderita gangguan pada sistem kekebalan tubuh.

Baca juga: Penyakit Kusta: Penyebab, Cara Penularan, dan Pengobatannya


Gejala penyakit kusta

Menurut Mayapada Hospital, gejala awal penyakit kusta tidak terlihat jelas. Bahkan, di beberapa kasus gejala kusta baru terlihat setelah bakteri kusta berkembang biak dalam tubuh penderita selama 20–30 tahun.

Beberapa gejala kusta di antaranya:

  1. Mati rasa di kulit, termasuk kehilangan kemampuan merasakan suhu, sentuhan, tekanan, atau rasa sakit
  2. Anggota badan merasa kesemutan
  3. Muncul lesi pucat yang berwarna lebih terang dan hiperpigmentasi di kulit
  4. Benjolan kemerahan di area kulit
  5. Kulit tidak berkeringat
  6. Muncul luka namun tidak terasa sakit
  7. Terjadi pembesaran saraf di siku dan lutut
  8. Otot melemah, terutama otot kaki dan tangan
  9. Kehilangan alis dan bulu mata
  10. Mata menjadi kering dan jarang mengedip
  11. Mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung

Adapun gejala lanjutan yang bakal dialami penderita kusta adalah sebagai berikut:

  1. Mengalami kecacatan, terutama pada bagian mata yaitu kelopak mata tidak bisa menutup sempurna
  2. Mati rasa pada kaki dan tangan
  3. Jari yang kaku dan memendek, bahkan hingga putus.

Baca juga: Apa Itu Empty Sella Syndrome, Penyakit yang Diidap Ruben Onsu?

Pengobatan penyakit kusta

Suhardi (40) warga desa Bambangan Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kaltara menunjukkan sejumlah bekas luka yang mulai kambuh akibat lepra. Setiap ada benjolan sebesar ujung jari pecah, tubuh Suhardi akan dipenuhi borok dan berulatKompas.com/Ahmad Dzulviqor Suhardi (40) warga desa Bambangan Pulau Sebatik Kabupaten Nunukan Kaltara menunjukkan sejumlah bekas luka yang mulai kambuh akibat lepra. Setiap ada benjolan sebesar ujung jari pecah, tubuh Suhardi akan dipenuhi borok dan berulat

Penyakit kusta kerap dianggap sebagai penyakit kutukan dan sulit disembuhkan. Faktanya, penyakit ini tidak bisa ditularkan secara genetik dan dapat disembuhkan.

Masih dilansir dari sumber yang sama, pengobatan penyakit kusta dapat dilakukan dengan cara memutus mata rantai penularan.

Metode pengobatan utama penyakit kusta adalah dengan obat antibiotik. Penderita kusta akan diberi kombinasi beberapa jenis antibiotik selama 6 bulan hingga 2 tahun.

Baca juga: INFOGRAFIK: 4 Mitos Kusta yang Jangan Lagi Dipercaya

Obat untuk menyembuhkan penyakit kusta dikemas dalam Blister yang disebut MDT (Multi Drug Therapy) atau pengobatan lebih dari 1 macam obat.

Kombinasi obat dalam Blister MDT tergantung dari jenis penyakit kusta yang dialami.

Bagi penderita penyakit kusta tipe kering, obat harus dikonsumsi selama 6 bulan (6 Blister).

Sementara bagi penderita penyakit kusta jenis basah, obat wajib diminum selama 12 bulan (12 Blister) dan teratur.

Baca juga: Mengenal Basic Skincare dan Urutan Pemakaiannya agar Kulit Sehat

KOMPAS.com/Dhawam Pambudi Infografik: 4 Mitos Kusta yang Jangan Lagi Dipercaya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com