BAGAIMANA caranya supaya ekspansi bisnis perusahaan yang kami dukung tak dihambat warga, biar cepat dapat cuan?
Gampang saja caranya Pangeran, jika ada wargamu yang berdemonstasi dan melakukan aksi protes, panggil saja polisi, minta mereka kongkang senjata agar nyali warga menjadi ciut. Jika mereka terus-menerus melakukan aksi protes terhadap kebijakanmu, tahan saja mereka menjadi tersangka, niscaya kekuasaanmu langgeng dan korporasi yang Anda dukung terus mengepakan sayapnya mengakumulasi modal dan menjadi kaya raya.
Seperti itulah alur berpikir seorang filsuf Itali, Niccolo Machiavelli, tentang “Sang Penguasa”. Tesis penting Machiavelli di atas muncul dengan melihat jatuh-bangunnya Republik Florence semasa hidupnya (1469-1527).
Dia menyaksikan kejatuhan pengeran Pietro de Medici akibat gerakan reformasi spiritual, Saveranola dan beberapa pemipin Republik Florence lainnya. Machiavelli juga terlibat dalam politik praktis ketika Pangeran Soederini, sahabatnya menjadi penguasa.
Soederini mengangkatnya menjadi sekretaris dan menjadi penasihat untuk urusan militer di Republik Florence. Dengan perjalan hidupnya itu, Machiavelli dalam gagasan filsafat politiknya lalu merumuskan bagaimana caranya agar Sang Penguasa itu langgeng?
Dia mengemukakan bahwa cara paling mudah bisa dengan cara mengokang senjata agar rakyatnya takut dan dia terus berkuasa dan bisa juga dengan bermulut manis, mengelus-elus agar warga berbelas kasih dan terpukau, sehingga kekuasaan Sang Penguasa tak diganggu.
Gagasan Machiavelli di atas sengaja saya angkat untuk dikaitkan dengan konteks sosial-politik yang terjadi hari-hari ini di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT yang sudah ditetapkan sebagai destinasi wisata super premium oleh pemerintah.
Di Labuan Bajo, para pelaku pariwisata dan masyarakat sipil turun ke jalan, melakukan aksi demonstransi menuntut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) menghentikan kebijakan kenaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo (TNK), khususnya untuk Pulau Komodo dan Pulau Padar.
Baca juga: Polda NTT Sebut Situasi Labuan Bajo Sudah Kondusif, Personel BKO Ditarik
Dua destinasi pariwisata itu adalah magnet bagi para wisatawan untuk berkunjung ke Labuan Bajo. Dengan kata lain, dua tempat ini adalah tempat favorit bagi wisatawan datang ke Labuan Bajo dibandingkan tempat wisata lainnya.
Ledakaan wisatawan ke dua tempat itu serentak membuat pelaku pariwisata lokal, usaha kecil menengah dan masyarakat Manggarai Barat umumnya mendapat berkah. Paling kurang dengan pertumbuhan pariwisata Labuan Bajo, ekonomi pelaku pariwisata, terutama pelaku usaha kecil dan masyarakat Manggarai Barat sedikit terangkat, meskipun ceruk terbesarnya diambil pebisnis besar.
Banyak pemberitaan menyebutkan, lebih dari 10.000 wisatawan domestik dan mancanegara membatalkan kunjungan akibat kenaikan tiket masuk ke Pulau Komodo dan Padar. Salah satu hotel bintang lima di Labuan Bajo dilaporkan kehilangan 600 tamunya karena wisatawan membatalkan kunjungan mereka. (Bisnis.Com, 1/8/22).
Para pelaku pariwisata skala kecil mulai dari travel agent, pengusaha kapal, dan pemandu wisata sangat dirugikan akibat kebijakan ini.
Yang mendapat kue besar dan keuntungan besar dari kebijakan itu justru elite bisnis yang sudah mulai membangun resort dan mendapat izin pinjam pakai kawasan di TNK.
Ini adalah kebijakan negara yang kacau atas nama konservasi. Padahal, kalau dilihat secara jeli, kebijakan konservasi dan keuntungan untuk daerah dari kebijakan itu tak terlalu berfek signifikan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.