Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Berpotensi Alami Gelombang Panas seperti Eropa? Ini Kata BMKG

Kompas.com - 23/07/2022, 13:00 WIB
Diva Lufiana Putri,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Fenomena gelombang panas melanda sejumlah negara di Eropa. Fenomena ini membuat suhu beberapa negara meningkat drastis hingga mencapai 40 derajat celsius.

Tak pelak, panasnya suhu saat gelombang panas menyebabkan potensi kebakaran hutan dan lahan jadi melonjak drastis.

Bahkan, seperti diberitakan Kompas.com (20/7/2022), gelombang panas telah menewaskan 1.063 jiwa di Portugal dalam kurun waktu 7-18 Juli 2022.

Hal serupa terjadi di Spanyol, sebagaimana diwartakan Kompas.com (21/7/2022), lebih dari 500 jiwa meninggal dunia selama gelombang panas dalam 10 hari terakhir.

Lantas, akankah fenomena gelombang panas juga berpotensi terjadi di Indonesia? Perlukah Indonesia waspada?

Baca juga: Gelombang Panas Eropa, Penyebab dan Mengapa Dampaknya Bisa Sangat Mematikan

Penjelasan BMKG

Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto mengatakan, gelombang panas tidak akan terjadi di Indonesia.

"Di Indonesia tidak ada fenomena gelombang panas, suhu panas terik di wilayah Indonesia umumnya berkisar antara 34-36 derajat celsius terjadi pada siang hari," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (23/7/2022).

Penjelasan Guswanto, gelombang panas atau heatwave menurut World Meteorological Organization (WMO) adalah kondisi udara panas berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut.

Kondisi udara panas tersebut, ditandai dengan suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata, hingga 5 derajat celsius atau lebih.

Baca juga: China dan Sejumlah Negara Eropa Alami Gelombang Panas, Aspal Meleleh hingga Ratusan Orang Tewas

Fenomena gelombang panas, tutur Guswanto, biasanya terjadi di wilayah lintang menengah dan tinggi, seperti di Eropa dan Amerika.

Lebih lanjut, gelombang panas yang terjadi di wilayah Eropa atau Amerika biasanya terjadi pada saat periode musim panas berlangsung.

Secara umum, gelombang panas dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di wilayah Eropa ataupun Amerika.

"Di mana ketika terdapat pola tekanan udara tinggi di atmosfer yang dapat terjadi selama beberapa hari bahkan beberapa minggu yang kemudian dapat mendorong pergerakan massa udara hangat dan terkompresi di sekitar permukaan, sehingga menimbulkan kondisi suhu udara yang lebih panas dan cenderung lembap," jelas Guswanto.

Baca juga: Ribuan Orang Tewas karena Gelombang Panas, Bagaimana Fenomena Ini Sebabkan Kematian?

Seorang laki-laki tampak menyegarkan wajah di air mancur di Trafalgar Square, London pusat, Selasa (19/07/2022). Inggris tengah dilanda gelombang panas dengan suhu yang mencetak rekor hingga di atas 40 derajat Celcius pada wilayah tertentu.AARON CHOWN/PA WIRE/PA VIA AP Seorang laki-laki tampak menyegarkan wajah di air mancur di Trafalgar Square, London pusat, Selasa (19/07/2022). Inggris tengah dilanda gelombang panas dengan suhu yang mencetak rekor hingga di atas 40 derajat Celcius pada wilayah tertentu.

 

Panas di Indonesia

Sementara itu, di wilayah Indonesia, yang terjadi adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian.

Guswanto menjelaskan, fenomena suhu panas lebih disebabkan pengaruh posisi Matahari dan kondisi tutupan awan yang sangat kurang pada siang hari.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Cerita Dante Lauretta yang Dibayar NASA Rp 16,2 Triliun untuk Cegah Asteroid Tabrak Bumi

Cerita Dante Lauretta yang Dibayar NASA Rp 16,2 Triliun untuk Cegah Asteroid Tabrak Bumi

Tren
Profil Calvin Verdonk dan Jens Raven, Calon Penggawa Timnas yang Jalani Proses Naturalisasi

Profil Calvin Verdonk dan Jens Raven, Calon Penggawa Timnas yang Jalani Proses Naturalisasi

Tren
Bisakah Suplemen Kesehatan Mencegah Kantuk Layaknya Kopi?

Bisakah Suplemen Kesehatan Mencegah Kantuk Layaknya Kopi?

Tren
Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Tren
Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Tren
Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Tren
Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Tren
7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

Tren
Batal Menggagas Benaromologi

Batal Menggagas Benaromologi

Tren
Bukan Pluto, Ilmuwan Temukan Bukti Baru Adanya Planet Kesembilan dalam Tata Surya

Bukan Pluto, Ilmuwan Temukan Bukti Baru Adanya Planet Kesembilan dalam Tata Surya

Tren
Disebut Hewan Pemalas, Berikut Beberapa Fakta Unik tentang Kungkang atau Sloth

Disebut Hewan Pemalas, Berikut Beberapa Fakta Unik tentang Kungkang atau Sloth

Tren
Ramai soal Aturan Warung Madura Buka 24 Jam, Ini Penjelasan Menkop-UKM

Ramai soal Aturan Warung Madura Buka 24 Jam, Ini Penjelasan Menkop-UKM

Tren
Ramai soal Mahasiswi Undip Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Mundur Usai Diungkap Warganet

Ramai soal Mahasiswi Undip Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Mundur Usai Diungkap Warganet

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com