Namun, kepolisian gagal menangkap target, karena MSA (42) diduga berada di salah satu dari tiga mobil yang melaju di jalan Sambong Dukuh, Kecamatan Jombang.
Petugas berupaya menghentikan iring-iringan kendaraan yang diduga ditumpangi MSA, tetapi dua mobil berhasil kabur. MSA tidak ada di mobil yang dihentikan polisi.
Upaya penangkapan kembali dilakukan, Kamis (7/7/2022) pagi. Ratusan anggota Polda Jatim dan Polres Jombang mengepung Ponpes Shiddiqiyyah untuk menjemput pelaku.
Penjemputan paksa berjalan cukup panjang, karena keberadaan MSA yang bersembunyi di dalam area ponpes seluas 5 hektar tidak kunjung diketemukan.
Ada pula ratusan simpatisan yang berusaha melindungi dan menyembunyikan keberadaan MSA di sana.
Kepolisian memang sudah berhasil masuk ke area pondok, tetapi karena luasnya area ponpes itu, keberadaan MSA urung ditemukan hingga hari gelap.
Setelah belasan jam terkepung, akhirnya MSA menyerahkan diri pada malam hari sekitar pukul 23.00 WIB.
Ia pun di bawa oleh pihak kepolisian ke Polda Jawa Timur untuk menjalani proses hukum selanjutnya.
Kepolisian mengamankan 320 orang yang merupakan simpatisan dari MSA, karena menghalangi proses penangkapan.
Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol. Dirmanto menyebut, ratusan orang ini bukanlah santri atau orang dalam lingkungan pesantren.
"Kita sudah melakukan upaya mengamankan para simpatisan ke Polres Jombang. Jumlah simpatisan itu ada sekitar 320 orang. Kemudian 20 di antaranya adalah anak-anak, ini masih kita pilah-pilah karena banyak yang dari luar kota," kata Dirmanto, Kamis (7/7/2022).
Diketahui, sebagian simpatisan itu berasal dari Malang, Banyuwangi, Semarang, Yogyakarta, bahkan ada yang dari Lampung.
Baca juga: Halangi Penangkapan Anak Kiai Jombang Tersangka Pencabulan, 320 Orang Diamankan Polisi
Akibat penghalangan upaya penangkapan, Kementerian Agama pun langsung mencabut izin operasional Pondok Pesantren.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono Abdul Ghafur mengatakan, keputusan tegas ini diambil, karena pihak pesantren dinilai menghalangi polisi dalam menjalankan proses hukum terhadap tersangka yang menjadi buronan kasus pencabulan itu.
"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” jelas Waryono.