Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Agustian GP Sihombing
Biarawan

Anggota Justice Peace and Integrity of Creation (JPIC), biarawan Ordo Kapusin Provinsi Medan, dan mahasiswa magister filsafat.

Mengoptimalisasi Kesadaran Ekologis

Kompas.com - 29/06/2022, 07:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA kagum membaca hasil ekspedisi yang dilakukan harian Kompas di Papua, secara khusus Papua Barat dan hasil liputan Mongabay di Desa Toro di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada Februari 2022. Kekaguman saya ditujukan pada Hans Mandacan dan warga Kampung Kwau di Papua Barat dan masyarakat Toro di Sulawesi Tengah karena gerakan masif dan kolektif kelompok masyarakat di sana yang dengan berani membela alam yang ingin disalahgunakan pihak lain.

Apa yang dilakukan kedua kelompok masyarakat tersebut sungguh bernilai. Zaman sekarang, sikap permisif untuk mengeksploitasi alam sudah biasa. Kesadaran dan habitus ekologis rasanya sudah diabaikan.

Baca juga: Australia Hadapi Bencana Ekologi yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Orang-orang dan bangsa-bangsa berlomba-lomba menunjukkan siapa yang pantas diakui dan disegani kekuasaannya. Mata mayoritas umat manusia telah tertutup oleh glamour, hedonisme, dan konsumerisme. Sementara kesadaran untuk tetap menjaga serta melestarikan lumbung bahan dasar pembuatan sarana dan prasarana kehidupan tidak ditumbuhkembangkan.

Krisis ekologis

Leonardo Boff dalam Cry of Earth, Cry of the Poor (1997) menyatakan, sikap konsumtif manusia telah membuat bumi menjerit. Keadaan tersebut sungguh mencekam dan harus segera dikoreksi. Abad 20 dan 21 merupakan era ekologis, era paham-paham tentang relasi manusia dengan alam dalam ekosentris dan biosentris dikumandangkan.

Akan tetapi, dalam era ekologis (ecological era) ini, manusia justru menciptakan situasi yang mengarah pada krisis ekologis (ecological crises) yang kian hari kian parah. Menurut Boff, krisis ekologis belum dapat diatasi dengan bijaksana. Ada banyak hal yang bisa diuraikan sebagai bagian partikular dari krisis ekologis baik di ranah internasional, nasional, maupun lokal; atau dalam kualifikasi keseriusan, ada krisis yang parah, cukup parah, dan tidak parah.

Salah satu krisis ekologis yang bisa membidik sasaran konteks internasional, nasional, maupun regional adalah perubahan iklim dan meningkatnya suhu di muka bumi. Krisis ini tidak hanya dirasakan di belahan bumi Eropa, tetapi di seluruh belahan bumi bahkan sampai ke kampung-kampung terpencil.

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang 2021 tercatat ada 3.092 kejadian bencana di Indonesia. Bencana yang terjadi didominasi oleh bencana hidrometeorologi.

Dalam COP 26 di Glasgow 2021, perhatian dunia terarah pada antisipasi sekaligus usaha kolektif untuk mengatasi perubahan iklim dan suhu bumi agar tidak naik 2,0 derajat Celcius. Maka, salah satu proyek akbar adalah mengurangi emisi karbon yang dihasilkan bahan bakar fosil dan mewujudkan net zero emissions (netto).

Selain itu, upaya untuk menjaga perlindungan terhadap hutan yang menjadi penyuplai oksigen dan kesejukan di muka bumi menjadi agenda yang amat penting. Tidak mudah untuk mengatasi masalah deforestasi. Sebab, bisa saja bersinggungan dengan pelbagai rasionalisasi kepentingan publik dan universal.

Umar Pasandre, warga Suku bajau di Desa Torosiaje memperingati hari pohon sedunia dengan keliling hutan mangrove yang dikelolanya. ia memanjat pohon tua yang masih bertahan di pesisir pantai Popayato Kabupaten Pohuwato.KOMPAS.COM/ROSYID A AZHAR Umar Pasandre, warga Suku bajau di Desa Torosiaje memperingati hari pohon sedunia dengan keliling hutan mangrove yang dikelolanya. ia memanjat pohon tua yang masih bertahan di pesisir pantai Popayato Kabupaten Pohuwato.
Kesadaran kolektif

Salah satu cara untuk mengatasi krisis ekologis, menurut Thomas Berry dalam The Great Work (1999), adalah mengoptimalisasi kearifan ekologis (ecological wisedom), seperti yang ditunjukkan Hans Mandacan dan warga Kampung Kwau di Papua Barat dan masyarakat Toro di Sulawesi Tengah. Mereka mencoba menghidupi pola hidup ekologis yang kemudian menjadi way of life. Mereka juga mewariskannya pada generasi berikut agar menjaga kekayaan alam dan hidup dalam kesatuan dengan alam, tempat hidup manusia digantungkan.

Kearifan ekologis yang dimaksudkan Thomas Berry dan ditampilkan oleh dua kelompok masyarakat di atas berasal dari empat sumber penting. Sumber pertama adalah kearifan orang-orang suku asli. Mereka memiliki keunggulan yang utuh, bagaimana hidup akrab dengan alam semesta. Mereka juga turut berpartisipasi untuk merawat dan menjaga alam agar tercipta keseimbangan dan keharmonisan. Sebab, mereka masih memiliki ikatan batin dengan alam.

Sumber yang kedua adalah kearifan kaum perempuan. Kaum perempuan dapat mengelaborasi pengetahuan tentang tubuh dengan pikiran, jiwa dengan roh, intuisi dengan rasionalitas, perasaan dengan intelektualitas, dan hal yang subjektif dengan objektif. Kearifan dalam relasi dengan alam pun tampak dari bagaimana seseorang mampu menyadari bahwa alam memiliki tiga elemen (tubuh, jiwa, dan roh) seperti yang juga dimiliki manusia. Maka, alam dan manusia sungguh dekat dan tak terpisah.

Baca juga: IPB: Food Estate Perlu Pertimbangkan Aspek Keberlanjutan Ekologi dan Ekonomi

Sumber yang ketiga adalah kearifan tradisi klasik. Kearifan ini terletak pada pengalaman pewahyuan diri alam dalam konteks spiritual transenden maupun imanen. Pewahyuan tersebut sesungguhnya merupakan pernyataan diri Sang Pencipta yang bisa dialami secara inderawi maupun yang hanya dirasakan dan diimani.

Sumber keempat adalah kearifan ilmu pengetahuan. Kearifan yang dimaksud terletak dalam temuan bahwa alam semesta menjadi ada melalui satu rangkaian transformasi evolusi yang berlangsung amat lama dalam proses dan seleksi yang panjang. Dalam proses evolusi tersebut ada perkembangan dari struktur-struktur sederhana menjadi kompleks.

Alam semesta semakin disadari lebih bersifat kosmogenesis daripada kosmos saja. Bahwa, di dalam alam ada proses regenerasi yang berlangsung untuk mempertahankan eksistensi setiap makhluk atau spesies.

Konversi ekologis

Kesadaran kolektif untuk memerhatikan alam dan segala isinya sudah sangat urgen dan diharapkan menjadi satu habitus. Kalau tidak, manusia justru akan berhadapan dengan pelbagai bencana dan kesulitan hidup.

Meski tidak mampu menyampaikan keluh kesah dan tangisnya secara verbal kepada manusia, alam tetap memiliki "bahasa penyampaian" untuk diperhatikan lewat ragam kejadian di muka bumi ini. Masalahnya, apakah manusia bijak membaca tanda-tanda dan bahasa tersebut? Apakah manusia sungguh mau bertobat dan memulai lembaran habitus yang ekologis? Atau apakah manusia tutup mata dan hidup sesuai dengan selera dan kerakusannya?

Sudah tidak bisa ditunda lagi bahwa manusia harus membarui pola pikir (forma mentis) dan pola aksi untuk kembali ke alam. Itu artinya,  manusia membuka mata untuk melihat realitas yang menyakiti alam dan memberi tangan untuk menyelamatkan alam dari kerakusan yang tidak mengenal batas ekologis.

Inilah pertobatan ekologis yang bisa kita pahami, amati, dan tiru dalam aksi dari usaha dan upaya kelompok masyarakat tradisional di Tanah Air ini. Ingat, bahwa untuk membentuk dan mewujudnyatakan kesadaran ekologis tidak mudah dan butuh pengorbanan. Namun, dengan berpaut pada Pancasila dan kearifan lokal yang berkenaan dengan pelestarian alam semesta, kita bisa mengoptimalkannya di tengah aktualisasi COP 26 dan Presidensi G-20 untuk memanfaatkan alam.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

KAI Berikan Diskon 30 Persen untuk Agen Travel selama Periode Lebaran

KAI Berikan Diskon 30 Persen untuk Agen Travel selama Periode Lebaran

Tren
7 Poin Penting Isi RUU DKJ, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Rakyat

7 Poin Penting Isi RUU DKJ, Gubernur Jakarta Tetap Dipilih Rakyat

Tren
Sempat Tak Terdeteksi Radar, Ilmuwan Temukan Gunung Api Setinggi 9 Kilometer di Planet Mars

Sempat Tak Terdeteksi Radar, Ilmuwan Temukan Gunung Api Setinggi 9 Kilometer di Planet Mars

Tren
7 Makanan yang Perlu Dihindari Saat Berbuka Puasa Menurut Ahli Gizi

7 Makanan yang Perlu Dihindari Saat Berbuka Puasa Menurut Ahli Gizi

Tren
DPR dan Pemerintah Sepakat Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada

DPR dan Pemerintah Sepakat Gubernur Jakarta Dipilih lewat Pilkada

Tren
Viral, Video Ayam Gundul Hidup Tanpa Bulu, Ini Penjelasan Dokter Hewan

Viral, Video Ayam Gundul Hidup Tanpa Bulu, Ini Penjelasan Dokter Hewan

Tren
Minum Tablet Tambah Darah Diklaim Ampuh Cegah Lemas Saat Puasa, Ini Penjelasan Ahli Gizi

Minum Tablet Tambah Darah Diklaim Ampuh Cegah Lemas Saat Puasa, Ini Penjelasan Ahli Gizi

Tren
Kesaksian Jurnalis Al Jazeera yang Ditangkap Pasukan Israel Saat Meliput di RS Al-Shifa

Kesaksian Jurnalis Al Jazeera yang Ditangkap Pasukan Israel Saat Meliput di RS Al-Shifa

Tren
2 WNI Diduga Curi Data Jet Tempur KF-21 Korea Selatan, Ini Kata Kemenlu

2 WNI Diduga Curi Data Jet Tempur KF-21 Korea Selatan, Ini Kata Kemenlu

Tren
Dibuka Dua Hari Lagi, Berikut Syarat dan Prosedur Pendaftaran UTBK-SNBT 2024

Dibuka Dua Hari Lagi, Berikut Syarat dan Prosedur Pendaftaran UTBK-SNBT 2024

Tren
Profil Soenarko, Eks Danjen Kopassus Pimpin Demo Pilpres 2024 di KPU

Profil Soenarko, Eks Danjen Kopassus Pimpin Demo Pilpres 2024 di KPU

Tren
Benarkah Soundtrack Serial 'Avatar The Last Airbender' Terinspirasi dari Tari Kecak Indonesia?

Benarkah Soundtrack Serial "Avatar The Last Airbender" Terinspirasi dari Tari Kecak Indonesia?

Tren
Penumpang Keluhkan AC KA Airlangga Bocor tapi Cuma Dilakban oleh Petugas, KAI Beri Penjelasan

Penumpang Keluhkan AC KA Airlangga Bocor tapi Cuma Dilakban oleh Petugas, KAI Beri Penjelasan

Tren
Paspampres Bantah Petugasnya Adang Kakek yang Pergi ke Masjid di Labuhanbatu Saat Kunjungan Jokowi

Paspampres Bantah Petugasnya Adang Kakek yang Pergi ke Masjid di Labuhanbatu Saat Kunjungan Jokowi

Tren
Menilik Tragedi Thalidomide, Bencana Medis Terbesar yang Korbankan Puluhan Ribu Bayi

Menilik Tragedi Thalidomide, Bencana Medis Terbesar yang Korbankan Puluhan Ribu Bayi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com