Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Manusia Mulai Jarang Tertawa di Usia 23 karena Dunia Kerja? Ini Kata Psikolog

Kompas.com - 30/05/2022, 07:05 WIB
Taufieq Renaldi Arfiansyah,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Penelitian yang menyatakan bahwa manusia akan mulai jarang tertawa di usia 23 akibat dunia kerja ramai dibicarakan di media sosial.

Dalam postingan salah satu akun di media sosial dijelaskan jika penelitian itu dilakukan oleh dua akademisi di sekolah bisnis dari Stanford University di California, Amerika Serikat.

Studi tersebut mengungkapkan ketika manusia mencapai usia 23 tahun maka frekuensinya untuk tertawa dan tersenyum akan semakin menurun setiap harinya.

Hal ini akibat kecenderungan manusia mulai kehilangan selera humor di usia tersebut.

Dua akademisi yang bernama Jennifer Aake dan Naomi Bagdonas tersebut menyusun penelitiannya menjadi sebuah buku dengan judul Humour, Seriously.

Mereka percaya jika dunia kerja menjadi penyebab berkurangnya senyum dan tawa seseorang, hal ini lantaran humor kurang dimanfaatkan dalam dunia kerja.

Padahal jika dimanfaatkan dengan benar, humor akan menjadi sebuah kekuatan yang besar bagi perusahaan.

Postingan tersebut salah satunya dibagikan oleh akun ini, pada Sabtu (28/5/2022).

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh INFIA - Fact (@infia_fact)

Hingga Minggu (29/5/2022) pukul 14.52 WIB, postingan tersebut sudah mendapatkan 65.090 like dengan 2.049 komentar.

Baca juga: Senyum dan Cemberut Mudah Menular, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Penjelasan terkait penelitian

Psikolog Klinis dan Co-Founder Ohana Space Veronica Adesla mengatakan penelitian mengenai penurunan humor dan tawa sudah dilakukan oleh Gallup pada 2013.

Dari survei yang dilakukan oleh Gallup terhadap 1,4 juta orang di 166 negara diketahui bahwa penurunan humor dan tawa secara signifikan terjadi mulai usia 23 tahun.

"Dimana turning point-nya di usia 23 tahun, frekuensi di mana kita tertawa atau tersenyum pada hari tertentu mulai menurun," kata Vero kepada Kompas.com, sabtu (29/5/2022).

Hal ini juga didukung oleh penelitian lainnya di mana Naomi Bagdonas dan Jennifer Aaker melaporkan kalau rata-rata anak usia 4 tahun itu tertawa sebanyak 300 kali setiap hari.

Sedangkan rata-rata orang usia 40 tahun membutuhkan waktu 2,5 bulan untuk mencapai jumlah tawa yang sama dengan anak usia 4 tahun.

Penelitian dari kedua orang tersebut dilakukan terhadap 700 orang dari berbagai industri berbeda, namun Vero menduga penelitian tersebut tidak dilakukan secara global.

Dari penelitian tersebut menunjukkan jika orang yang berada dalam dunia kerja memiliki kecenderungan untuk tidak menunjukkan selera humor mereka.

Karena saat bekerja, humor atau tawa dinilai sebagai bentuk sikap ketidakseriusan dalam melakukan perkerjaan.

"Mereka menemukan konsep bahwa ternyata orang-orang dengan profesional bekerja, kalau profesional itu mereka takut menunjukkan sense of humor, karena takutnya dinilai bekerja tidak profesional, karena memasukkan humor di dalamnya," ungkap Vero.

Baca juga: Humor: Antara Tawa, Kritik, dan Resistensi Kekuasaan

Ilustrasithinkstockphotos.com Ilustrasi

Humor itu penting

Vero mengatakan jika humor itu penting. Ketika seorang punya selera humor maka ia dinilai memiliki kepercayaan diri, lebih berkompeten dan punya status pekerjaan yang lebih tinggi.

Sehingga, pola pikir para pekerja atau karyawan untuk selalu serius atau tidak ada humor dalam bekerja itu salah.

"Ternyata humor itu dibutuhkan gitu," ujarnya.

Namun dalam mengutarakan humor, Vero mewanti-wanti agar jangan sampai mengeluarkan humor yang justru menyakiti lawan bicaranya.

"Karena humor yang sehat itu bisa membuat ikatan hubungan kita dengan orang lain itu lebih kuat sebenernya," jelasnya.

Baca juga: Anak dengan Selera Humor yang Tinggi Biasanya Cerdas, Benarkah?

Bahaya jarang tertawa

Humor memiliki banyak manfaat untuk seseorang, karena sewaktu melakukan humor, tubuh akan merespons dengan tawa.

Ketika tertawa maka tubuh akan memicu hormon oksitoksin untuk membuat kita nyaman dan memiliki hubungan lebih erat dengan orang di sekitar.

Tertawa juga dapat membantu menghadirkan emosi yang lebih positif, sehingga seseorang akan jarang terkena stres.

Vero menuturkan, jika jarang atau tidak bisa tertawa, maka seseorang akan rentan terkena stres dan akan berdampak kepada kondisi kesehatan tubuh.

Berikut bahaya jika orang jarang tertawa:

  • Rentan terkena stres
  • Rentan sakit
  • Imun tubuh berkurang
  • Gangguan kesehatan mental
  • Gampang cemas
  • Dapat terkena gangguan emosi
  • Gampang depresi

Jika terdapat orang yang susah tertawa, saat ini dapat berlatih humor dengan mengikuti terapi tawa.

"Humor atau bercanda menurunkan kemungkinan terkena gangguan kesehatan mental, mengurangi kemungkinan kita gampang sakit, tentunya lemah secara imun tubuh, sehingga imun tubuh kita lebih kuat gitu dengan ini dan kita jadi lebih bisa menghadapi persoalan yang kita hadapin," jelasnya.

Tentunya dengan pikiran yang lebih jernih, dengan mental yang lebih sehat, dengan tubuh yang lebih sehat kita bisa mengambil keputusan yang lebih baik.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com