Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dian Gemiano
CMO KG Media

Chief Marketing Officer KG Media | Chairman Indonesian Digital Association

Biasa disapa Gemi, seorang Marketing Strategy Enthusiast dengan pengalaman lebih dari 17 tahun di dunia advertising, branding, dan marketing. Pernah bekerja di agency periklanan sebagai Strategy & Innovation Director, pernah juga bekerja di perusahaan financial sebagai Head of Digital Marketing sebelum akhirnya berlabuh di KG Media. Menyukai kreativitas, sejarah, filosofi, behavioral psychology dan arloji-arloji tua. Sering juga diberi tugas memasak sarapan oleh istri dan anak tercinta.

Perang Iklan Media Digital dan Media Tradisional, Masihkah Relevan?

Kompas.com - 06/05/2022, 12:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TAHUN 2013, saya masih bekerja sebagai head of digital di sebuah agensi media periklanan bernama MEC Indonesia yang merupakan bagian dari group agensi periklanan WPP. Di tahun tersebut, WPP mengadakan sebuah acara bergengsi bernama STREAM dengan konsep unconference – sebuah konferensi industri periklanan dengan konsep unik yang membebaskan para peserta terundang untuk membuat agenda mandiri dengan topik yang bisa menarik perhatian peserta lain.

Di acara STREAM Indonesia 2013 tersebut, saya dan atasan saya Ajay Gupte melempar sebuah topik diskusi dengan judul Digital Specialist Killed Digital.

Pada periode tersebut, periklanan digital belum sebesar dan se-powerful seperti saat ini. Kontribusi periklanan digital di Indonesia saat itu masih sekitar 5 - 7 persen dari total belanja media, jika dibandingkan dengan tahun 2022 yang sudah mencapai 29 persen (data E-Marketer). Maka, bisa dikatakan bahwa di tahun 2013 industri periklanan digital di Indonesia masih layaknya bayi yang sedang belajar berjalan.

Baca juga: Riset Nielsen: Belanja Iklan Digital Naik, Tembus Rp 41 Triliun pada 2021

Namun dengan dorongan dan tekanan market negara lain yang sudah lebih maju, sang bayi seperti dipaksa berlari untuk mengejar ketertinggalan, sehingga para profesional periklanan digital waktu itu (termasuk saya) menggunakan segala cara untuk meyakinkan para pengiklan untuk mencoba dan mengalihkan budget iklan mereka ke media digital yang dipasarkan sebagai media masa depan.

Semangat menggebu-gebu para profesional periklanan digital pada periode tersebut mendorong sebuah narasi bahwa media digital lebih baik ketimbang media tradisional seperti TV, radio, print dan OOH (Out Of Home) karena iklan yang tampil di media digital dapat terukur dengan lebih presisi dan real time.

Gelisah dengan cara-cara menjual iklan digital

Narasi tersebut tentunya tidak salah karena faktanya memang demikian. Namun saya dan Ajay merasa ada yang salah dengan cara-cara menjual media dan iklan digital secara “arogan” seperti itu.

Jika kita lihat sejarah perkembangan media dan periklanan, tidak ada media baru yang benar-benar membunuh media-media sebelumnya, pun faktanya di tahun 2013 tersebut, di negara-negara yang sudah lebih maju industri periklanan digitalnya, TV masih mendominasi, iklan cetak masih banyak digunakan, radio dan OOH media malah semakin kreatif dan interaktif.

Kegelisahan tersebut yang membuat saya dan Ajay melempar topik Digital Specialist Killed Digital di ajang STREAM 2013, karena kami yakin jika para specialis periklanan digital menjual produknya dengan cara seperti itu maka industri periklanan digital sedang menggali kuburnya sendiri.

Kami juga percaya bahwa setiap platfom media mempunyai nilai unik sendiri-sendiri dan seharusnya para profesional periklanan digital berusaha sekuat tenaga untuk mencari cara agar berbagai platform media bisa terintegrasi untuk memberikan dampak yang lebih signifikan bagi bisnis para pengiklan.

Sejak saat itu, kami berdua selalu vokal menyuarakan integrasi multi-platform media bahkan nama jabatan saya waktu itu diubah dari head of digital yang terkesan eksklusif menjadi head of strategy & innovations demi mengkampanyekan apa yang kami percayai.

Baca juga: Perbedaan Periklanan dan Publisitas dalam Komunikasi Pemasaran

Fast forward ke tanggal 4 Mei 2022, dalam perjalanan pulang sehabis mudik Lebaran, saya dikirim sebuah tautan artikel oleh kolega saya Arja Sadjiarto, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Petra, Surabaya.

Artikel tersebut bersumber dari Harvard Business Review dengan judul Why Marketers Are Returning To Traditional Advertising, terbitan 29 April 2022. Isi dari artikel tersebut membangkitkan lagi passion saya bersama Ajay Gupte dalam upaya mendorong integrasi platform periklanan tanpa “merendahkan” media-media tradisional yang sering dianggap out dated.

Data-data yang diutarakan dalam artikel tersebut mulai membuktikan hipotesis-hipotesis yang kami percayai sejak dulu. Di bawah ini beberapa data dan informasi yang menurut saya penting dicermati oleh para professional periklanan:

1. Belanja iklan media tradisional diprediksi akan mengalami peningkatan.

Data dari The CMO Survei edisi ke-28 mencatat penurunan belanja iklan di media tradisional secara rata-rata setiap tahunnya turun 1,4 persen antara tahun 2012 hingga 2022, sementara total belanja marketing global naik sebesar 7,8 persen di periode yang sama.

Meski demikian data terakhir menunjukan pergeseran di mana para marketer melihat kenaikan belanja iklan di media tradisional sebesar 1,4 persen di Agustus 2021 dan 2,9 persen di Februari 2022. Pergeseran positif ini didorong oleh perusahaan-perusahaan berbasis B2C (business-to-consumerservice sebesar 10,2 persen, disusul oleh B2C product sebesar 4,9 persen dan yang lebih mengejutkan perusahaan-perusahaan yang memperoleh pendapatan 100 persen dari transaksi online memprediksi menaikan belanja iklan media tradisional sebesar 11,7 persen dalam 12 bulan ke depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Orangutan Obati Sendiri Lukanya dengan Tanaman Herbal, Bukti Primata Cerdas

Orangutan Obati Sendiri Lukanya dengan Tanaman Herbal, Bukti Primata Cerdas

Tren
Cek, Ini Ketentuan Naik Kereta Api bagi Ibu Hamil

Cek, Ini Ketentuan Naik Kereta Api bagi Ibu Hamil

Tren
Kasus Pembunuhan Wanita dalam Koper, Awalnya Korban Minta Dinikahi

Kasus Pembunuhan Wanita dalam Koper, Awalnya Korban Minta Dinikahi

Tren
Indonesia Dilanda Suhu Panas Awal Mei 2024, Benarkah Itu “Heatwave”?

Indonesia Dilanda Suhu Panas Awal Mei 2024, Benarkah Itu “Heatwave”?

Tren
Viral, Video Seekor Ikan Makan Kelabang, Kalajengking, dan Ular, Jenis Apa Itu?

Viral, Video Seekor Ikan Makan Kelabang, Kalajengking, dan Ular, Jenis Apa Itu?

Tren
Jalan Tol di China Runtuh, 51 Orang Tewas dan 23 Kendaraan Terjatuh

Jalan Tol di China Runtuh, 51 Orang Tewas dan 23 Kendaraan Terjatuh

Tren
Gelombang Panas Menerjang Kawasan Asia, Apa Penyebabnya?

Gelombang Panas Menerjang Kawasan Asia, Apa Penyebabnya?

Tren
Perebutan Tiket Terakhir Menuju Olimpiade Paris, Kapan Babak Play-off Indonesia Vs Guinea U23?

Perebutan Tiket Terakhir Menuju Olimpiade Paris, Kapan Babak Play-off Indonesia Vs Guinea U23?

Tren
Ramai soal 'Heatwave' Melanda Negara-negara Asia, Apakah Berpotensi Terjadi di Indonesia?

Ramai soal "Heatwave" Melanda Negara-negara Asia, Apakah Berpotensi Terjadi di Indonesia?

Tren
Beda Surat Tilang Asli Polisi dan Penipuan yang Dikirim ke WhatsApp

Beda Surat Tilang Asli Polisi dan Penipuan yang Dikirim ke WhatsApp

Tren
Sepak Bola dan Nasionalisme Kita

Sepak Bola dan Nasionalisme Kita

Tren
Media Asing Soroti Kekalahan Indonesia dari Irak, Sebut Skuad Garuda Bermain Sangat Baik

Media Asing Soroti Kekalahan Indonesia dari Irak, Sebut Skuad Garuda Bermain Sangat Baik

Tren
Singapore Airlines Bayar Ganti Rugi Penumpang Rp 42 Juta karena Kursi Pesawat Tak Bisa Direbahkan

Singapore Airlines Bayar Ganti Rugi Penumpang Rp 42 Juta karena Kursi Pesawat Tak Bisa Direbahkan

Tren
Update Harga BBM Mei 2024: Pertamina Tetap, Shell, Vivo, dan BP Naik

Update Harga BBM Mei 2024: Pertamina Tetap, Shell, Vivo, dan BP Naik

Tren
Bertemu di Play-off Olimpiade Paris 2024, Ini Perbandingan Ranking FIFA Indonesia Vs Guinea

Bertemu di Play-off Olimpiade Paris 2024, Ini Perbandingan Ranking FIFA Indonesia Vs Guinea

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com