Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang Asrini Widjanarko
Kurator seni

Kurator seni, esais isu-isu sosial budaya, aktivis, dan seorang guru. Kontak: asriniwidjanarko@gmail.com

Kartini, Kesalehan Sosial dan Eksibisi Indonesian Women Artists #3

Kompas.com - 04/05/2022, 06:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Akhirnya berkolaborasi dengan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) tentang kualitas
oksigen, yang sebagian besar kontribusinya tidak di darat tapi di laut. Saya ke Teluk Jakarta dan Cirebon mengambil contoh; membawanya ke laboratrium BRIN dan diuji para ahli”
Hasilnya algae dan phytoplankton di laut (penghasil oksigen untuk bumi) kondisinya
memprihatinkan.

Konsep karya Indah dikaitkan dengan mitologi Jawa di lakon Pewayangan: imej-imej kuno sosok Batarakala, gelombang samudera, laut dan waktu tersisa.

Indah elok membawa mitologi lokal merespon gejala global. “Sejak ribuan tahun lalu, para
leluhur memberi pesan perlunya keseimbangan manusia dan alam”, tegasnya.

Seniman lain, Melati Suryodarmo masih percaya bahwa ingatan tragik sebuah bangsa layak menjadikan mawas diri; waktunya ada rekonsiliasi semua pihak.

Berani berdamai pada masa lalu (sejarah yang gelap) dan memaafkan yang sudah.

Melati menyampaikan pesan dengan instalasi baju-baju bertumpuk yang tergantung, mesin jahit simbol upaya merenda memori dan ia dan tubuhnya melakukan performan seninya selama 5 jam pada pembukaan pameran April lalu.

Ia menorehkan kapur putih pada dinding hitam sembari merintih: “I’m sorry”.

Seniman yang Juni nanti berpameran di Museum Bonnefanten, Belanda sebagai penghargaan atas kemenangannya di tahun ketujuh penyelenggaraan the Bonnefanten Award for
Contemporary Art (BACA), berujar:

“Karya instalasi dan performan saya lebih universal. Tidak hanya untuk bangsa kita. Dunia lelah dengan sejarah tragik bangsa-bangsa bertikai, penuh konflik, dan cerita-cerita genosida pun perang. Kengerian akan masa lalu layak dijahit ulang; agar tak menjadi beban bagi generasi penerus” imbuhnya.

Isu dunia abad 21 juga disitir oleh seniman lainnya, Bibiana Lee dengan karya samsak tinju instalatif yang memberi partisipasi pengunjung melayangkan bogem tangan mereka pada obyek seninya.

Bibiana mengeksplorasi krisis identitas di era cyber media, melahirkan rasa saling curiga antar anak bangsa, ras dan warna kulit secara global; mencipta tegangan-tegangan akut.

Ketegangan politik, fenomena Brexit dan “kebangkrutan bangsa Yunani”, krisis imigran, kesenjangan ekonomi apalagi hadirnya perang Rusia-Ukrania memicu ketidaksaling percayaan terutama bangsa Eropa dan Amerika terhadap bangsa Asia.

Bibiana mencatat ada gejala xenophobia, terutama dalam satu dekade ini, usai China sangat dominan sebagai kekuatan ekonomi dan politik anyar bagi dunia.

“Saya membuat samsak tinju sebagai lambang stigma yang terjadi untuk segera kita hantam bersama. Dengan teks-teks dan imej yang bertabur di TV, media sosial, pengalaman langsung menyaksikan peristiwa-peristiwa demonstrasi yang rasis sungguh sangat tidak bisa ditoleransi”

“Malahan, ada julukan seperti ujaran-ujaran kebencian yang dialamatkan tatkala Covid 19 merebak sebagai KungFlu, plesetan kata Kungfu dan Flu dari China. Stigma pada bangsa Asia menghebat, justru dipopulerkan oleh para pimpinan politiknya, seperti Trump di Amerika Serikat,” ujar Bibiana.

“Saya ikut merasakan apa yang mereka alami, di manca negara, di negeri-negeri jauh itu bahwa I’m Not A Virus” ujarnya.

Bibiana secara tersamar, separuh memancing rasa solidaritas dengan parodi yang perih; mengijinkan pemirsa pameran menolak stigma.

Maka bulan Mei awal ini yang dipeluk spirit Hari Raya Idul Fitri, sebagai janji pintu maghfirah (ampunan) terbuka dari sang Pencipta— mengingat ulang kata Kartini, keinginan tertingginya menjadi Hamba Allah.

Niscaya, sebagai abdi-Nya; kita bersama runduk membawa kasih wujud kesalehan sosial dan pemaafan pada sesama, tatkala dunia terkulai dirundung angkara murka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com