Tindakan menertawakan (laughing at) ini dapat dibaca sebagai bentuk pelanggaran sekaligus pengukuhan terhadap budaya dan ideologi patriarki yang mengharuskan perempuan memiliki bentuk tubuh langsing 'ideal' yang sesuai dengan standar kecantikan tertentu, sedangkan laki-laki yang mengenakan daster tadi dianggap melanggar konsep "maskulinitas", atau dengan kata lain prinsip yang dilanggar akan beresiko ditertawakan oleh masyarakat.
Di sisi lain, humor juga dapat berfungsi sebagai sarana kritik 'ideal'. Menurut Sujoko (1982), strategi ini cocok digunakan di Indonesia karena sesuai dengan kepribadian tradisional bangsa kita yang tidak suka dikritik secara langsung.
James Danandjaya (dalam Suhadi, 1989) mengatakan bahwa humor dapat berfungsi sebagai sarana penyalur perasaan yang menekan diri seseorang yang disebabkan oleh represi atau dominasi kekuasaan, ketidakadilan sosial, persaingan politik, ekonomi, suku bangsa atau golongan, dan kekangan dalam kebebasan gerak, seks, atau kebebasan mengeluarkan pendapat.
Jika ada muncul represi dan tekanan dari kelompok penguasa, humor biasanya hadir sebagai bentuk resistensi dari tekanan tersebut.
Di rezim Orde Baru yang represif dan anti-kritik, humor kerap dimanfaatkan oleh pengkritik sebagai bentuk resistensi secara halus terhadap dominasi kekuasaan karena mengkritik pemerintah secara langsung kerap berakhir bencana.
Hal ini pernah dilakukan oleh Warkop DKI yang guyonannya sering menyentil lanskap sosial-politik di Orde Baru yang pada saat itu berupaya mencengkram segala lini, termasuk indoktrinasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di lingkungan kampus.
Kondisi sosial-politik ini direspon secara jenaka oleh Warkop DKI melalui lelucon mereka yang sesungguhnya adalah kritik terhadap dominasi Orde Baru. Mereka kerap melontarkan guyonan tentang militerisasi kampus, pemaksaan P4 di lingkungan kampus, urbanisasi, maraknya gelar sarjana lulusan luar negeri, program keluarga berencana (KB), dan lain-lain.
Baca juga: Humor Politik dan Politik Humor ala Anies Baswedan dan Kiky Saputri
Di era kebebasan berpendapat humor semakin mendapatkan momennya, saat ini banyak komika yang bermunculan di televisi maupun media sosial untuk menyuarakan kritik terhadap pemerintah atau pejabat publik secara langsung, salah satunya adalah komika Kiky Saputri yang kerap melakukan roasting (bentuk komedi yang melibatkan ejekan) kepada pejabat secara live seperti kepada Sandiaga Uno, Erick Thohir, dan Fadli Zon.
Uraian di atas menjelaskan bahwa humor bukan hanya sebatas lelucon yang mengundang tawa, tetapi wahana yang menyimpan beban makna yang mencerminkan realitas sosial sehingga menurut penulis sekaligus akademisi Seno Gumira Ajidarma sudah saatnya humor mendapatkan perhatian khusus dari para insan kampus.
Pengagas Lembaga Kajian Humor Institut Humor Indonesia Kini (IHIK3) itu juga menambahkan bahwa ilmu pengetahuan wajib untuk memeriksa segala hal yang digemari secara massal sebagai suatu fenomena dan gejala sosial budaya, dan menurut dia humor masuk dalam kategori tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.