Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apakah Peningkatan Aktivitas Gunung Anak Krakatau Berpotensi Tsunami? Ini Kata BMKG

Kompas.com - 26/04/2022, 08:51 WIB
Alinda Hardiantoro,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung kembali menunjukkan adanya peningkatan.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memastikan adanya kenaikan level aktivitas Gunung Anak Krakatau dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga) pada Minggu (24/4/2022) pukul 18.00 WIB.

Peningkatan status aktivitas Gunung Anak Krakatau itu merupakan hasil dari pemantauan visual dan instrumental yang telah dilakukan.

Oleh karena itu, PVMBG melarang masyarakat hingga pendaki untuk mendekati Gunung Krakatau dalam dalam radius 5 kilometer (km) dari kawah aktif.

Baca juga: Prediksi Erupsi dan Potensi Letusan Besar Gunung Anak Krakatau

Lantas, apakah peningkatan status Gunung Anak Krakatau berpotensi menimbulkan tsunami?

Penjelasan BMKG

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, pihaknya bersama PVMBG akan terus memantau perkembangan air laut di Selat Sunda untuk mengantisipasi potensi terjadinya gelombang tsunami akibat aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Pasalnya, secara historis aktivitas Gunung Anak Krakatau memang pernah menyebabkan terjadinya tsunami.

Oleh karena itu, BMKG berupaya melakukan mitigas bencana sedini mungkin untuk mewaspadai potensi bencana tersebut.

Baca juga: 5 BUMN yang Masih Rugi, dari Krakatau Steel hingga Kertas Leces

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjawab wartawan di Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Selasa (8/6/2021) malam.KOMPAS.COM/ASIP HASANI Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjawab wartawan di Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Selasa (8/6/2021) malam.
Selain itu, BMKG juga mengimbau agar masyarakat turut mewaspadai potensi tsunami/gelombang tinggi terutama di malam hari.

"Masyarakat diminta untuk waspada terhadap potensi gelombang tinggi atau tsunami, terutama di malam hari," tegas Dwikorita, dalam konferensi pers, Senin (25/4/2022).

"Kenapa terutama di malam hari? Karena di malam hari sulit untuk bisa melihat secara visual adanya gelombang tinggi yang mendekati pantai," imbuhnya.

Baca juga: Benarkah Gempa Banten dan Erupsi Gunung Anak Krakatau yang Baru Terjadi Saling Terkait?

Sebaliknya, di siang hari mudah untuk mengamati kemungkinan terjadinya gelombang tinggi secara kasat mata.

Lebih lanjut, Dwikorita memastikan bahwa imbauan kewaspadaan ini bukan merupakan bentuk evakuasi.

Imbauan kewaspadaan dimaksudkan agar masyarakat senantiasa berhati-hati dengan meningkatkan kesiap-siagaan dan tetap memperhatikan update informasi dari pihak berwenang, seperti BMKG, PVMBG, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca juga: Analisis Ada Tidaknya Kaitan Erupsi Gunung Anak Krakatau dengan Gempa Banten

Pernah menimbulkan tsunami pada 2018

Foto dari rekaman CCTV aktivitas Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (24/4/2022) malam. Status gunung di Selat Sunda ini menjadi level III (siaga).KOMPAS.COM/TRI PURNA JAYA Foto dari rekaman CCTV aktivitas Gunung Anak Krakatau pada Sabtu (24/4/2022) malam. Status gunung di Selat Sunda ini menjadi level III (siaga).

Halaman:

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com