KOMPAS.com - Gebyok merupakan partisi ruangan dan dikenal sebagai bagian dari rumah adat tradisional Jawa.
Rumah adat tersebut muncul dan berkembang dari rumah adat Jawa tipe joglo di Kudus yang terus mengalami perubahan filosofi dan fisik.
Mengutip Kompas.com, (3/5/2020), penulis dan penggagas buku Gebyok Ikon Rumah Jawa, Triatmo Doriyanto mengatakan, meski sudah dikenal, namun belum banyak orang yang tahu asal mula partisi ini.
Baca juga: Gebyok, Partisi Lintas Budaya, Agama dan Sejarah Indonesia
Menurut Triatmo, gebyok bukan karya ukir semata. Gebyok adalah hasil sebuah proses akumulasi perjalanan sejarah, pertemuan budaya, agama, dan kearifan lokal bangsa Indonesia.
"Dalam sejarahnya, banyak tokoh yang menjadi pelopor dan arsitek dari gebyok yang menjadi ikon dari rumah Jawa, hingga bentuknya sekarang ini, yaitu hasil pengembangan oleh para ahli pertukangan dari masa ke masa, mulai dari Kudus dan Jepara," ucap Triatmo dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Sabtu (2/5/2020).
Selain itu, gebyok lekat dengan pola dan ukirannya yang indah.
Triatmo mengungkapkan, seorang tokoh bernama Rogomoyo turut meneruskan keterampilan seni ukir dan pertukangan di Desa Kaliwungu, Kudus, Jawa Tengah.
Berkatnya, gebyok dan seni ukirnya terus berkembang.
Tokoh lain yang memperkenalkan seni ini adalah RA Kartini yang berhasil mengangkat seni tersebut ke sebuah pameran di Den Haag, Belanda.
Bahkan, Kartini juga disebut turut menciptakan motif ukir khas Jepara. Ia turut mendorong para pengukir dengan mempromosikan hasil karya mereka kepada teman-temannya di Belanda.
Baca juga: Khaby Lame, Viral di TikTok, Meraup Rp 71,7 Miliar Tanpa Sepatah Kata
Dosen arsitek di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Purwanto Setyo Nugroho mengatakan, gebyok kayu jati perlu dijaga dari perubahan kelembaban untuk menghindari kembang susut yang ekstrem.
"Jadi, perlu diposisikan pada tempat yang ternaungi atau teduh," ujar Purwanto saat dihubungi Kompas.com, Rabu (26/1/2022).
Ia menambahkan, bahan dasar kayu juga harus dijaga dari rayap, jadi perlu dihindari kontak langsung dengan tanah.
"Untuk menambah keawetan dan keindahan, gebyok dapat diberi coating dengan bahan dasar dan warna natural," lanjut dia.
Sementara itu, Dosen Teknologi Bangunan Departemen Arsitektur Fakultas Teknik UI, Widyarko menjelaskan bahwa gebyok kayu yang spesifik kayunya adalah kayu jati tidak memerlukan perawatan yang berlebih.
Sebab kayu jati termasuk dalam kelas awet kayu 1-2, yang secara natural tahan di atas 35 tahun dari serangan hama.
Bahkan konon ada gebyok jati lawas yang bisa berumur d iatas 100 tahun.
"Gebyok-gebyok jati tersebut dahulu perawatannya sederhana, hanya dibersihkan saja secara rutin dari noda dan debu melalui kemoceng atau lap," ujar Widyarko saat dihubungi secara terpisah oleh Kompas.com, Rabu (26/1/2022).
Baca juga: Gebyok Indonesia Mejeng di Pameran Qatar
Widyarko menambahkan, dulunya untuk panen kayu jati memerlukan waktu minimal di atas 20 tahun setelah pohon tumbuh.
Saat ini, pohon jati belum berumur 10 tahun sudah banyak dipanen karena permintaannya yang semakin tinggi.
Akibatnya, kayu-kayu jati muda ini bisa bermasalah karena urat-uratnya belum matang dan terkadang belum cukup kuat terhadap hama dan cuaca luar.
"Selain itu, gebyok jati di bangunan modern tidak lagi hanya berperan sebagai partisi ruang dalam. Gebyok-gebyok jati tersebut justru banyak diperlakukan sebagai gerbang luar bangunan," ujar Widyarko.
"Apabila gebyok tersebut menggunakan kayu jati muda beberapa hal harus diwaspadai, sebisa mungkin gebyok tidak mendapat paparan hujan/panas langsung," lanjut dia.
Jika gebyok terpapar sinar matahari langsung, mulai susutnya akan merusak urat-urat kayunya dan akan mengundang rayap.
Widyarko menyarankan, gebyok alangkah baiknya rutin diberishkan dan sebaiknya setahun sekali diberi coating/pernis berbasis minyak atau air yang berperan ganda, untuk mempertahankan indah urat-urat kayunya dan juga memperkuat lapisannya dari radiasi matahari/hujan/rayap.
Baca juga: Vernix Caseosa pada Bayi Baru Lahir, Apa Penyebab dan Manfaatnya?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.