Urip ki mung sadermo ngelakoni.
Sapa kang bisa ngelakoni kanti lila legawa,
ya iku sejatine suwargane Gusti Allah ing alam donya.
Kuwajibaning urip iku ana ing laku.
Ngilmu iku tinemune uga ana ing laku.
Mung wae, ngilmu iku angele
yen durung ketemu mula lakonana
najan nganti ing pojoking bumi.
Mohon dimaafkan saya tidak berani lancang menerjemahkan untaian kalimat indah bahasa Jawa di atas, demi tidak mengaburkan inti makna yang sebenarnya.
Dalam perbincangan dengan sang mahabegawan kebudayaan Jawa, DR Mohammad Sobary, otak dan nurani dangkal saya memetik hikmah kesadaran tentang kearifan yang terkandung di dalam satu di antara sekian banyak warisan kebudayaan leluhur Jawa, yakni ngelakoni.
Alih bahasa ngelakoni ke dalam bahasa Indonesia yang paling mendekati inti sukma maknanya yang sebenarnya adalah yang melakukan.
Namun makna sejatinya ngelakoni memang hanya hadir utuh pada bahasa Jawa, yang apabila dipaksakan alih-bahasa langsung kehilangan inti-makna sejatinya.
Secara pribadi saya bersyukur sebab sudah merasa lebih bisa memperoleh apa yang disebut sebagai kearifan bukan dari teori atau deskripsi, tetapi lebih dari apa yang nyata dilakukan oleh mereka yang ngelakoni.
Saya sudah membaca puluhan buku maupun mendengar ratusan kotbah tentang kemanusiaan.
Namun saya merasa lebih mengerti tentang kemanusiaan dari apa yang nyata dilakukan secara sepi ing pamrih rame ing gawe oleh para pejuang kemanusiaan seperti Ibu Teresa dan Sandyawan Sumardi.
Saya belum sempat jumpa secara ragawi dengan ibu Teresa, maka belum sempat memperoleh kesempatan merongrong sang maha tokoh pejuang kemanusiaan penerima Anugerah Nobel dengan pertanyaan-pertanyaan dangkal tentang kemanusiaan.
Namun saya beruntung sempat menyaksikan apa yang secara nyata dilakukan oleh sang maha tokoh pejuang kemanusiaan Sandyawan Sukardi dalam perjuangan nyata menolong para korban bencana alam, pagebluk, huru hara, penggusuran, penindasan, penganiayaan oleh manusia terhadap sesama manusia di persada Nusantara.
Dari yang saya simak terhadap yang secara nyata dilakukan oleh para beliau yang ngelakoni, dapat saya simpulkan sebuah hikmah kesadaran untuk senantiasa berikhtiar menuju ke arah kearifan.
Hikmah kesadaran menuju kearifan itu adalah bahwa pada hakikatnya di antara bumi dan langit tidak semua perlu maka tidak semua bisa dideskripsikan, didefinisikan, diteorikan, diperdebatkan apalagi digosipkan.
Adalah jauh lebih arif dan bijak apabila kemanusiaan tidak diteorikan menjadi sekadar sesuatu yang abstrak, namun secara nyata diejawantahkan menjadi kenyataan nan indah secara nyata sepi ing pamrih rame ing gawe oleh para beliau yang ngelakoni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.