Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Menghayati Makna "Ngelakoni"

Kompas.com - 26/01/2022, 17:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Urip ki mung sadermo ngelakoni.
Sapa kang bisa ngelakoni kanti lila legawa,
ya iku sejatine suwargane Gusti Allah ing alam donya.
Kuwajibaning urip iku ana ing laku.
Ngilmu iku tinemune uga ana ing laku.
Mung wae, ngilmu iku angele
yen durung ketemu mula lakonana
najan nganti ing pojoking bumi.

Mohon dimaafkan saya tidak berani lancang menerjemahkan untaian kalimat indah bahasa Jawa di atas, demi tidak mengaburkan inti makna yang sebenarnya.

Dalam perbincangan dengan sang mahabegawan kebudayaan Jawa, DR Mohammad Sobary, otak dan nurani dangkal saya memetik hikmah kesadaran tentang kearifan yang terkandung di dalam satu di antara sekian banyak warisan kebudayaan leluhur Jawa, yakni ngelakoni.

Definisi

Alih bahasa ngelakoni ke dalam bahasa Indonesia yang paling mendekati inti sukma maknanya yang sebenarnya adalah yang melakukan.

Namun makna sejatinya ngelakoni memang hanya hadir utuh pada bahasa Jawa, yang apabila dipaksakan alih-bahasa langsung kehilangan inti-makna sejatinya.

Secara pribadi saya bersyukur sebab sudah merasa lebih bisa memperoleh apa yang disebut sebagai kearifan bukan dari teori atau deskripsi, tetapi lebih dari apa yang nyata dilakukan oleh mereka yang ngelakoni.

Saya sudah membaca puluhan buku maupun mendengar ratusan kotbah tentang kemanusiaan.

Namun saya merasa lebih mengerti tentang kemanusiaan dari apa yang nyata dilakukan secara sepi ing pamrih rame ing gawe oleh para pejuang kemanusiaan seperti Ibu Teresa dan Sandyawan Sumardi.

Saya belum sempat jumpa secara ragawi dengan ibu Teresa, maka belum sempat memperoleh kesempatan merongrong sang maha tokoh pejuang kemanusiaan penerima Anugerah Nobel dengan pertanyaan-pertanyaan dangkal tentang kemanusiaan.

Namun saya beruntung sempat menyaksikan apa yang secara nyata dilakukan oleh sang maha tokoh pejuang kemanusiaan Sandyawan Sukardi dalam perjuangan nyata menolong para korban bencana alam, pagebluk, huru hara, penggusuran, penindasan, penganiayaan oleh manusia terhadap sesama manusia di persada Nusantara.

Ngelakoni

Dari yang saya simak terhadap yang secara nyata dilakukan oleh para beliau yang ngelakoni, dapat saya simpulkan sebuah hikmah kesadaran untuk senantiasa berikhtiar menuju ke arah kearifan.

Hikmah kesadaran menuju kearifan itu adalah bahwa pada hakikatnya di antara bumi dan langit tidak semua perlu maka tidak semua bisa dideskripsikan, didefinisikan, diteorikan, diperdebatkan apalagi digosipkan.

Adalah jauh lebih arif dan bijak apabila kemanusiaan tidak diteorikan menjadi sekadar sesuatu yang abstrak, namun secara nyata diejawantahkan menjadi kenyataan nan indah secara nyata sepi ing pamrih rame ing gawe oleh para beliau yang ngelakoni.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com