Santer dikabarkan, Bupati Penajem Paser Utara juga melengkapi koleksi properti yang dimilikinya dengan “membeli” Pulau Malamber di Sulawesi Barat seharga Rp 2 miliar.
Pulau Malamber merupakan salah satu pulau dari 12 pulau di gugusan Kepulauan Bala-balakang.
Pembelian Pulau Malamber oleh Abdul Gafur dibenarkan oleh Camat Bala-balakang, Juara (Kompas.com, 14 Januari 2022).
KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Bupati Penajam Paser Utara berdasarkan bukti yang “cethoh weleh-weleh” terkait kasus dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa serta perizinan di beberapa proyek pekerjaan di dinas pekerjaan umum dan tata ruang serta dinas pendidikan, pemuda dan olahraga.
Bupati Abdul Gafur dituduh “memalak” para kontraktor melalui pejabat bawahannya seperti sekretaris daerah, kepala dinas pekerjaan umum dan tata ruang serta kepala bidang dinas pendidikan, pemuda dan olahraga.
Nilai kontrak proyek-proyek tersebut sekitar Rp 112 miliar antara lain untuk proyek tahun jamak peningkatan jalan Sotek – Bukit Subur senilai Rp 58 miliar dan pembangunan gedung perpustakaan dengan nilai kontrak Rp 9,9 miliar.
KPK juga menelisik “permainan” Bupati Abdul Gafur di pemberian izin untuk hak guna usaha (HGU) lahan sawit dan perizinan pemecah batu (Kompas.com, 14 Januari 2022).
Dengan melihat sepak terjang Bupati Penajam Paser Utara yang masih seusia jagung kepemimpinannya, terentang luas pola korupsinya dari memalak kontraktor infrastruktur, pemberian HGU yang bertarif hingga tarif receh untuk penambang galian tipe C.
Dari kasus rasuah yang melibatkan Bupati Penajam Paser Utara ini, KPK dituntut untuk berani merunut kemana aliran uang “kongkalingkong” antara pejabat daerah, kontraktor hingga berakhir ke partai.
Kasus rasuah Bupati Penajam Paser Utara ditengarai KPK berkelindan dengan kiprah Abdul Gafur yang akan “running” sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Demokrat Kalimantan Timur (Kompas.com, 15 Januari 2022).
Dana kutipan dari para kontraktor yang kebagian proyek di Penajam Paser Utara dikumpulkan Abdul Gafur dalam rekening milik Bendahara Umum DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis.
Abdul Gafur Mas’ud sampai saat ini tercatat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Balikpapan.
Dari penuturan teman-teman politisi dari berbagai partai, sumbangan atau setoran ke partai jamak dilakukan dengan penyerahan uang tunai dan menghindari transfer melalui perbankan guna memuluskan langkah politik dari para penyetor.
Cara penyerahan tunai dianggap teman partai aman dari monitoring KPK atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Jabatan ketua DPC apalagi ketua DPD sebuah partai politik begitu valuable karena sangat berkuasa saat penyusan daftar calon anggota legislatif dan pemberian rekomendasi untuk calon kepala daerah yang akan maju di pilkada.
Setiap kebijakan ketua partai begitu “berduit” sehingga hampir semua kader mengincar posisi nomor satu di partai, walau untuk tingkat kabupaten atau provinsi.
Belum lagi tiket otomatis, jamak untuk ketua DPC diplot sebagai kandidat bupati atau wali kota dan untuk ketua DPD selangkah lagi menjadi calon gubernur atau wakil gubernur.
Yang menjadi pertanyaan adalah apakah “berani” KPK mengusik terlalu dalam aliran uang rasuah dari tingkat pemberi hingga tingkat penerima di akhir?
Kasus Harun Masiku atau kasus Menteri Sosial Juliari Batubara terhenti hingga tingkat pemberi dan penerima yang maksimal hanya “menyentuh” oknum partai tanpa bermuara di level akhir.
Kasus Menteri Sosial Idrus Marham dan Menteri Kelautan dan Perikana Edhy Prabowo juga tandas di level penerima yang juga oknum partai.