Ketidakwajaran lain yang dilihat oleh Licus adalah kenaikan gaji itu terjadi di tengah situasi pandemi yang berdampak langsung pada perekonomian rakyat.
Ia menuturkan, kenaikan tersebut justru memperlihatkan sikap DPRD DKI yang tak peduli dengan situasi rakyat saat ini.
Jumlah tunjangan yang tercantum dalam anggaran juga terlalu fantastis, misalnya tunjangan perubahan.
"Bayangkan Rp 80 juta sebulan per anggota. Itu artinya sehari seorang anggota DPRD DKI mendapatkan jatah 2,6 juta," jelas dia.
"Itu baru dari satu jenis tunjangan, bayangkan tunjangan sebesar itu tampak sia-sia ketika tak setiap hari anggota itu bekerja sehingga kinerja mereka minim," tambahnya.
Baca juga: Selain Jiwasraya, Berikut Kasus Korupsi Terbesar di Indonesia
Lucius pun tak bisa menemukan alasan logis guna membenarkan anggaran DKI Jakarta dihabiskan untuk membiayai kemewahan orang-orang yang berkinerja minim.
Karena itu, besaran serta momentum kenaikan gaji dan tunjangan itu sangat sulit dijelaskan sebagai sesuatu yang wajar diberikan kepada DPRD DKI Jakarta.
"Anggaran DKI Jakarta masih banyak diperlukan untuk urusan yang lebih penting," ujarnya.
Baca juga: Sederet Kasus Kebocoran Data Penduduk di Server Pemerintah