Konsep yang diusung dalam kelas standar, antara lain, mewujudkan akses dan mutu sesuai standar pelayanan, menyediakan kebutuhan standar minimal sarana prasarana dan alat kesehatan, serta menyediakan sumber daya manusia yang sesuai dengan rasio pasien.
Asih mengungkapkan sebenarnya penerapan kelas standar sudah dilakukan sejak program JKN berjalan pada 2014.
”Penerapan kelas standar seharusnya sudah dilakukan sejak program JKN berjalan pada 2014. Sambil menunggu persiapan rumah sakit kemudian diharapkan selesai pada 2020 dan karena belum siap juga akhirnya ditargetkan bisa mulai berjalan pada 2022 nanti,” kata Asih.
Asih menambahkan, penerapan kelas standar akan dijalankan secara bertahap setelah peraturan presiden terkait terbit.
Kini, berbagai persiapan masih dilakukan, terutama untuk menghitung kebutuhan tempat tidur dan besaran iuran yang akan ditetapkan pada peserta.
Penerapan kelas standar ini bertujuan untuk memastikan layanan bagi seluruh peserta terstandar serta terjamin mutu dan keselamatannya.
Standardisasi kelas rawat inap ini akan diukur dalam 12 indikator yang telah ditentukan, antara lain bahan bangunan, luas tempat tidur, jarak antartempat tidur, dan jumlah maksimal tempat tidur per ruangan.
Selain itu, diatur juga soal suhu ruangan, spesifikasi kamar mandi dalam ruangan, spesifikasi kelengkapan tempat tidur, serta pencahayaan ruangan.
Berdasarkan hasil self assessment KRI (kelas rawat inap) JKN 2021, sebanyak 81 persen rumah sakit sudah siap mengimplementasikan kebijakan KRI terstandar.
Akan tetapi, dari jumlah itu, 79 persen rumah sakit masih perlu penyesuaian kecil. Sisanya, sekitar 18 persen rumah sakit memerlukan penyesuaian sedang-besar.
Kendala penyesuaian infrastruktur rumah sakit umumnya ditemui pada rumah sakit dengan masa operasional di atas 20 tahun.
”Kita sedang berusaha, semoga perpres bisa terbit pada pertengahan 2022. Masyarakat perlu paham bahwa kelas standar ini bukan berarti menjadi kelas abal-abal. Justru fasilitas yang diberikan terstandar dan memastikan mutu dan keselamatan peserta,” ujar Asih.
Baca juga: Kartu BPJS Kesehatan Nonaktif, Ini Cara Mengaktifkannya Kembali
Melansir Grid melalui Kompas.com, Jumat (10/12/2021), layanan BPJS Kesehatan hanya terbagi menjadi dua kelas, yaitu:
Peserta KRIS PBT bisa naik kelas ke KRIS non PBT dengan menambahkan biaya selisih, sesuai dengan biaya kenaikan kelas.
Kebijakan ini pastinya berdampak pada iuran yang akan dikenakan kepada para peserta meski hal ini belum dijelaskan lebih jauh.
Ada dua kriteria yang berbeda untuk KRIS bagi PBT, dan KRIS bagi non PBT. Perbedaan tersebut mengacu kepada ketentuan minimal luas tempat tidur, dan jumlah maksimal tempat tidur per ruangan.
Peserta KRIS PBT memiliki hak atas perawatan ruang minimal 7,2 meter persegi per tempat tidur, sementara KRIS non PBT, 10 meter persegi per tempat tidur.
Jumlah maksimal tempat tidur bagi KRIS PBT adalah enam per ruangan, sedangkan KRIS non PBT, maksimal empat tempat tidur per ruangan.
Baca juga: Cara Daftar Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan BPJS
Sementara itu hal yang sama dari KRIS PBT dan KRIS non PBT adalah: