Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diet Vegan Disebut Bikin Badan Jadi Lemas, Benarkah? Ini Kata Ahli Gizi

Kompas.com - 12/12/2021, 19:30 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Diet vegan atau pola makan tanpa konsumsi produk hewani menjadi perbincangan hangat di media sosial Twitter.

Salah seorang warganet mengungkapkan, manfaat kesehatan yang dirasakan seseorang yang melakoni diet vegan hanya terasa selama 1-2 tahun saja.

"Cerita orang-orang jadi vegan 1-2 tahun merasa sehat, mulai tahun ketiga baru badan hancur," tulis salah satu ikun di Twitter, Jumat (10/12/2021).

Menurut akun itu, gizi nabati berbeda dengan gizi hewani. Oleh karena itu, tidak semua orang cocok melakoni diet vegan.

"Beberapa tahun pertama jadi vegan itu sebenarnya proses eksperiman untuk nguji apakah badan bisa efektif make gizi dari tanaman," kata dia.

"Yang lolos uji pada jadi influencer vegan, yang gagal ya badan ancur, mesti balik lagi makan daging," demikian narasi yang dibagikan akun tersebut.

Baca juga: 5 Cara Menurunkan Berat Badan Populer, dari Diet Paleo hingga Atkins

Vegan yang kembali makan daging

Akun itu membagikan sebuah artikel dari The Guardian, yang menceritakan pengalaman seorang vegan yang akhirnya kembali mengonsumsi daging.

Melansir The Guardian, 4 Desember 2021, pengalaman beralih dari diet vegan ke konsumsi gizi hewani dibagikan oleh Freya Robinson (28) perempuan asal Sussex Timur, Inggris.

Pada 2015, Robinson memutuskan untuk menjadi seorang vegan, dan selama setahun berikutnya ia tidak mengonsumsi produk hewani sama sekali.

Kemudian, pada 2016, ketika sedang berlibur bersama keluarganya di Bulgaria, ia melintas di depan sebuah restoran steak dan terbersit di pikirannya untuk mampir.

"Aku masuk dan memesan steak terbesar yang bisa kumakan dan benar-benar menghabiskannya," kata Robinson.

Setelah menghabiskan seporsi steak itu, Robinson memesan seporsi lagi dan menyantapnya hingga tandas.

Robinson mengklaim, selama setahun melakoni diet vegan, ia menderita berbagai permasalahan kesehatan. Keluhan yang ia rasakan mulai dari lesu, pikiran berkabut, menstruasi yang menyakitkan dan kulit kusam, yang ia yakini merupakan hasil dari melakoni diet vegan.

Robinson mengatakan, keluhan-keluhan kesehatan itu tidak datang secara tiba-tiba, tetapi timbul secara bertahap sehingga nyaris tidak disadari.

"Karena itu tidak tiba-tiba terjadi, jadi Anda tidak langsung merasa tidak enak keeseokan harinya, itu terjadi berbulan-bulan. Itu terjadi amat-sangat lambat," kata Robinson.

Hanya dalam waktu satu tahun, Robinson merasa bahwa makanan nabati yang ia masak setiap hari menggunakan sayuran organik dari pertanian tempatnya bekerja, telah mempengaruhi tubuhnya.

Robinson mengungkapkan, pagi hari setelah menyantap steak itu, ia merasa luar biasa.

"Aku merasakan gelombang energi ini. Wajahku kembali bersinar. Aku ingat melompat dari tempat tidur dan baru pada saat itulah kusadari bahwa aku perlahan-lahan telah menghabiskan nutrisi penting dalam tubuhku,” ungkap Robinson.

Ia mengatakan, setelah kembali mengonsumsi produk hewani, kemampuannya untuk mengatasi stres kembali seperti sebelumnya dan tubuhnya terasa lebih fit.

Diet vegan belum tentu cocok untuk semua orang

Ahli gizi DR dr Tan Shot Yen mengatakan, diet vegan memang belum tentu cocok dijalani oleh setiap orang.

"Tentu tidak semua orang bisa. Apalagi yang masih terkendala dengan edukasi, atau usia tumbuh kembang, ibu menyusui dan hamil," kata Tan, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (12/12/2021).

Tan membenarkan bahwa keluhan-keluhan kesehatan dapat timbul apabila seseorang memaksakan diet vegan.

"Segala hal bisa terjadi. Makanya mesti dicek apakah dia anemia atau tidak, atau karena keterbatasan jenis menu vegan dan rasa yang tidak cocok, dia makan jadi amat sedikit," ujar Tan.

Menurut Tan, ada perbedaan mendasar pada gizi nabati dan hewani, yang membuat keduanya tidak bisa dipisahkan dan vital bagi tubuh manusia. Perbedaan itu adalah bioavabilitas.

"Bioavailabilitas. Zat besi misalnya, pada hewan bentuknya heme. Kemampuan tubuh menyerap lebih tinggi ketimbang asal nabati yang non-heme," kata Tan.

"Jadi walaupun di atas kertas jumlah kandungan zat besinya (nabati) tinggi, faktanya in vivo (dalam tubuh) tidak banyak yang bisa digunakan," jelas dia.

Diet seimbang ala "Isi Piringku"

Tan mengatakan, konsep diet yang tepat bisa mengacu pada konsep "Isi Piringku" dan empat pilar gizi seimbang. 

Mengutip laman Kementerian Kesehatan, "Isi Piringku" merupakan konsep diet seimbang yang memadukan komponen nabati dan hewani, terdiri dari:

  • Makanan pokok: nasi atau penggantinya 150 gr
  • Lauk hewani: 75 gr
  • Lauk nabati: 100 gr 
  • Sayuran: 150 gr 
  • Buah: 150 gr 

Adapun empat pilar gizi seimbang, yaitu pola hidup aktif dan berolahraga, menjaga berat badan ideal, mengonsumsi makanan dengan beraneka ragam, dan menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

"Pada prinsipnya konsep 'Isi Piringku'-kan sudah lebih banyak nabatinya. Hanya kita perlu lebih cermat memilih lauk yang berasal dari protein berkualitas, salah satunya ikan atau telur," jelas Tan.

Menurut Tan, diet seimbang dengan memadukan keanekaragaman sumber pangan dan nutrisi sangat penting untuk menjaga kesehatan tubuh.

"Keberagaman pangan itu perlu. Bukan mengeliminasi salah satu sumber makronutrien yang berkualitas tinggi," kata Tan.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: 6 Pantangan Saat Diet

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Pilihan Ikan Tinggi Kalsium, Bantu Cegah Tulang Rapuh

5 Pilihan Ikan Tinggi Kalsium, Bantu Cegah Tulang Rapuh

Tren
7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

7 Tanda Tubuh Kelebihan Gula yang Jarang Diketahui, Termasuk Jerawatan

Tren
Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Wilayah Potensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang 27-28 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

[POPULER TREN] Media Korsel Soroti Shin Thae-yong, Thailand Dilanda Suhu Panas

Tren
Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com