KOMPAS.com - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan, penggunaan kompor listrik bisa menghemat pengeluaran masyarakat hingga 20 persen.
Sementara ahli ITB menyebut, kompor listrik menghemat hingga Rp 48.000 per bulan atau 30 persen. Namun di sisi lain kompor listrik juga memiliki kekurangan.
Sebelumnya Erick mengatakan, dengan menggunakan kompor listrik masyarakat bisa menghemat pengeluaran hingga 20 persen dibandingkan menggunakan kompor LPG.
“Kalau 15 juta kompor terpakai penghematan yang luar biasa dalam menekan kompor LPG. Rakyat diuntungkan, yang rata-rata biaya masak di rumah Rp 147.000, jadi Rp 118.000 per bulan, hemat lagi 20 persen,” kata Erick dikutip dari Kompas.com (1/4/2021).
Baca juga: Erick Thohir Sebut Pakai Kompor Listrik Bisa Hemat 20 Persen, Bagaimana Hitungannya?
Sementara itu PLN melalui Twitter-nya mengatakan bahwa pihaknya siap mengawal program pengalihan kompor berbasis energi impor (elpiji) ke kompor berbasis energi domestik (kompor listrik) atau kompor induksi.
PLN siap kawal program pengalihan kompor berbasis energi impor (elpiji) ke kompor berbasis energi domestik (kompor listrik) atau kompor induksi, sebagai solusi menekan impor & memperbaiki neraca perdagangan. (Video dibuat sebelum pandemi Covid-19)#komporinduksi pic.twitter.com/u76WpbdCtT
— PT PLN (Persero) (@_pln_id) November 23, 2021
Benarkah kompor induksi lebih hemat dibandingkan kompor gas elpiji?
Staf Kelompok Keilmuan (KK) Teknik Ketenagalistrikan Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) dan Anggota Pusat Penelitian Energi Baru Terbarukan ITB, Dr. Ing. Deny Hamdani menjelaskan kompor induksi adalah salah satu jenis kompor listrik yang cara kerjanya menginduksi medan magnetik pada wadah logam bersifat ferromagnetic (besi, baja).
Sehingga timbul arus yang memberikan efek panas dengan adanya resistansi pada wadah.
Terkait penggunaannya untuk sehari-hari, kompor induksi menurut dia bisa lebih hemat hingga 30 persen atau sekitar Rp 48.000/bulan.
"Opex (harga energi) lebih ekonomis hingga 30 persen (sekitar Rp 48.000/bulan) dengan asumsi tarif listrik Rp 1.500/kwh, harga gas Rp 12.500/kg, kompor induksi 2 kali lebih cepat panas dari kompor gas, durasi masak 3 jam/hari dalam sebulan," kata Deny pada Kompas.com, Selasa (7/12/2021).
Operating Expense (Opex) adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan suatu produk maupun melaksanakan kegiatan bisnis atau sistem kerja. Dalam hal ini harga sumber kompor daya kompor.
Sementara untuk gas bersubsidi, Opex kompor induksi menjadi lebih mahal Rp 13.000/bulan. Dia menambahkan Opex tergantung pada subsidi gas/listrik.
Selain itu, kelebihannya dibandingkan kompor gas menurut Deny yaitu:
Baca juga: Mengenal Apa Itu Kompor Induksi dan Kelebihannya
Di sisi lain kompor induksi atau kompor listrik tetap memiliki kekurangan. Deny mengatakan daya listrik kompor ini relatif besar, sehingga perlu pasang daya listrik besar, untuk daya 1 kW perlu daya listrik terpasang di rumah 2.200 VA.
Kemudian Capex (harga kompor dan perawatan) relatif lebih mahal, ratusan ribu (jenis portable) hingga jutaan rupiah (jenis tanam).
"Capex bertambah jika harus menambah daya dan instalasi kabel rumah," imbuhnya.
Capex (Capital Expenditure) adalah pengeluaran yang dilakukan untuk membeli, merawat, dan memperbaiki kompor agar terus dapat digunakan.
Baca juga: Soal Kompor Induksi, Ini Penjelasan PLN
Selain itu pemanasan hanya di area sekitar alas wadah, sehingga tidak cocok untuk semua jenis masakan.
Deny menyebutkan ada banyak batasan penggunaan, yaitu:
Dia juga membahas kompor induksi yang jenis tanam. Menurut Deny perbedaan harganya lebih tinggi (dalam orde jutaan rupiah) dibandingkan kompor portable (dalam orde ratusan ribu rupiah).
Sehingga, kata dia, untuk kompor tanam diperlukan waktu tahunan untuk impas, sedangkan kompor portable dalam jangka bulanan.
Baca juga: Ini Kelebihan dan Kekurangan Kompor Induksi
Lebih lanjut dia mengatakan jika biaya perawatan ikut diperhitungkan, biasanya produk yang lebih canggih (kompor induksi) memerlukan perawatan yang relatif lebih mahal.
Hal itu akan menambah nilai Opex yang pada gilirannya mengurangi tingkat keekonomian kompor induksi.
"Secara sederhana tingkat keekonomisan kompor induksi bisa diukur dengan membandingkan antara harga kompor yang lebih mahal namun dengan harga energi yang lebih murah," ujar Deny.
Dia menyimpulkan, kompor induksi sulit bersaing dalam kondisi berikut:
Selain jenis induksi, kompor listrik juga memiliki jenis lain yakni heating filamen dan infrared, dengan karakteristik yang sedikit berbeda satu sama lain.
Deny mengatakan untuk jenis lain perlu dilakukan studi lebih lanjut.