Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rian Fauzi
dosen

Dosen Sejarah dan Ketua Jurusan Sejarah STKIP Setiabudhi
Pemerhati Sejarah Sosial dan Kolonial

Menemukan Kepahlawanan

Kompas.com - 04/12/2021, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

DISKURSUS kepahlawanan hendaknya tidak terpaku pada satu momentum tertentu, misalnya ketika peringatan Hari Pahlawan.

Sebab nilai-nilai kepahlawanan akan selalu relevan setiap saat, setiap zaman.

Ini pula yang dinyatakan oleh Julinar Said dalam pengantar Ensiklopedi Pahlawan Nasional bahwa “Pahlawan adalah tokoh yang dapat memberi jawaban atas tantangan jamannya. Pahlawan umumnya muncul di tengah suasana jaman yang sulit, sehingga mendorong manusia berjiwa besar untuk mengatasi kesulitan itu. Daya dan kemampuan yang dimiliki dikerahkan sehingga lahirlah tindakan-tindakan yang mempunyai manfaat besar bagi masyarakat luas”.

Pahlawan juga lahir untuk mengemban misi yang disesuaikan dengan karakteristik dan nuansa jamannya.

Misi para pahlawan pada periode sebelum abad 20 mewakili karakteristik perjuangan dengan dominasi peperangan fisik.

Sementara para pahlawan yang hidup pada permulaan hingga pertengahan abad 20 (masa pergerakan nasional, dan periode perang kemerdekaan) merepresentasikan perjuangan dengan corak yang relatif beragam, yakni peperangan fisik yang dikombinasikan dengan perjuangan melalui meja perundingan (diplomasi).

Karakteristik

Memahami karakteristik jiwa jaman (zeitgeist) sangat diperlukan agar kita tidak menilai perjuangan para pendahulu secara serampangan.

Sebab masih ada pendapat membandingkan keberhasilan perjuangan pendahulu yang berbeda masa.

Misalnya, serangkaian peperangan pada abad ke-17 sampai abad ke-19 terhadap pihak kolonial yang selalu berujung kekalahan.

Lalu orang membandingkannya dengan upaya perjuangan pada masa pergerakan nasional sampai Indonesia merdeka yang hanya diraih dalam beberapa dekade saja.

Ini jelas perbandingan keliru yang mengabaikan karakteristik jiwa zaman, sebagai tela’ah penting kajian sejarah.

Kita tidak dapat memaksakan Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Diponegoro atau Tuanku Imam Bonjol untuk menyuarakan perlawanan lewat pers sebagai alat menghimpun persatuan dan memantik gairah nasionalisme.

Kita juga tidak bisa menyarankan Sultan Hasanudin dan Pangeran Antasari untuk melakukan upaya internasionalisasi masalah melalui meja perundingan dengan tujuan memperoleh simpati dunia luar.

Semua itu tidak dapat dilakukan, bahkan dalam perandaian sekalipun. Sebab dari aspek kelengkapan instrumen penunjang, khasanah ilmu (politik) dan suasana lingkungan saat itu belum memadai.

Dengan lain perkataan, kita tidak dapat memaksa suatu peran yang ditakdirkan pada jaman tertentu untuk dialihkan pada jaman lainnya.

Perjuangan melawan hegemoni penjajah, sekecil apapun, dalam periode klasik atau kontemporer, harus dipandang sebagai kontribusi besar terhadap upaya untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.

Sekali lagi, setiap jaman memiliki perbedaan karakteristik dan aspirasinya masing-masing. Ini berarti pendekatan dan tantangannya juga bisa beragam.

Maka perjuangan sebenarnya belum selesai. Peperangan masih terus terjadi dengan transformasi pola sedemikian rupa.

Penjajahan tidak lagi melekat pada perilaku penindasan fisik secara terang-terangan, atau eksploitasi sumber daya alam oleh pihak luar.

Namun juga pada cara berpikir yang datar dan perilaku yang kontraproduktif dengan nilai persatuan.

Ancaman disintegrasi dapat hadir kapan saja, dan di mana saja. Kita tidak hanya perlu mengadopsi nilai patriotisme, melainkan juga mengadaptasikannya dengan konteks hari ini.

Adaptasi dan aktualisasi spirit kepahlawanan

Adaptasi dan aktualisasi nilai-nilai kepahlawanan sangat diperlukan mengingat ancaman yang dihadapi bangsa ini semakin kompleks.

Tanpa adanya upaya adaptif, kita akan tergerus oleh beragam permasalahan serius.

Senjata yang diperlukan bukan lagi pedang, bukan pula senjata api, melainkan transformasi diri untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang tengah melaju pesat di era disrupsi.

Menurut James Mittelman (dalam Bambang W, 2020) dinyatakan as era the compresses the time and space aspect of social relations (mengompres aspek ruang dan waktu dalam hubungan sosial).

Ditambahkannya bahwa era ini telah menghadirkan sejumlah kawan dan lawan yang tidak lagi tampak. Kenyataan dan fiksi menjadi sulit untuk dibedakan.

Orang-orang begitu mudah percaya terhadap sesuatu tanpa upaya verifikasi. Terlebih bermuatan politis dengan narasi kebencian yang banyak menyasar pengguna media sosial tanah air.

Tidaklah mengherankan jika di sana-sini banyak terdengar perselisihan yang berujung perpecahan.

Berbagai konten hoaks di media sosial telah berubah menjadi kolonialisme jenis baru yang merusak cara berpikir dan meregangkan persatuan bangsa.

Dalam konteks ini, pers memegang peran penting dan dapat menjelma sebagai pahlawan berjiwa besar dalam misi untuk mengurai benang kusut informasi liar yang menjadi ancaman aktual.

Ancaman dalam dunia digital tidak dapat diabaikan mengingat pengaruhnya yang dominan dalam menggiring opini dan memengaruhi pikiran rakyat banyak.

Dilansir dari kominfo.go.id, Indonesia adalah negara dengan pengguna internet sebanyak 175,4 juta pengguna.

Jumlah sebanyak itu tentu cukup fantastis untuk dijadikan sebagai sasaran penyebaran propaganda dari pihak-pihak yang senang melihat Indonesia diliputi perpecahan.

Pada masa kolonial, strategi memecah belah (devide et impera) secara efektif mampu untuk melemahkan persatuan negeri jajahannya tanpa bantuan teknologi.

Bayangkan ancaman seperti apa yang tengah dan akan kita hadapi kemudian hari di tengah hamparan dunia digital yang tanpa sekat.

Ini baru satu ancaman di tengah tumpukan ancaman besar dan membahayakan lainnya.

Pada titik ini kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap segala bentuk ancaman yang berpotensi meretakan persatuan dan keutuhan bangsa.

Kita harus mengaktualisasikan spirit kepahlawanan di jaman ini, sebagaimana Bung Tomo, Jenderal Soedirman, K.H Hasyim Asy’ari, K,H Ahmad Dahlan dan pahlawan lainnya yang terlebih dahulu mengaktualisasikannya pada jaman ketika merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Jadwal Timnas Indonesia di Semifinal Piala Asia U23: Senin 29 April 2024 Pukul 21.00 WIB

Tren
Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Duduk Perkara Kemenkop-UKM Imbau Warung Madura Tak Buka 24 Jam

Tren
Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Benarkah Pengobatan Gigitan Ular Peliharaan Tak Ditanggung BPJS Kesehatan?

Tren
Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Arkeolog Temukan Buah Ceri yang Tersimpan Utuh Dalam Botol Kaca Selama 250 Tahun

Tren
Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Beroperasi Mulai 1 Mei 2024, KA Lodaya Gunakan Rangkaian Ekonomi New Generation Stainless Steel

Tren
Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Pindah Haluan, Surya Paloh Buka-bukaan Alasan Dukung Prabowo-Gibran

Tren
3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

3 Skenario Timnas Indonesia U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Hak Angket Masih Disuarakan Usai Putusan MK, Apa Dampaknya untuk Hasil Pilpres?

Tren
Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Daftar Cagub DKI Jakarta yang Berpotensi Diusung PDI-P, Ada Ahok dan Tri Rismaharini

Tren
'Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... '

"Saya Bisa Bawa Kalian ke Final, Jadi Percayalah dan Ikuti Saya... "

Tren
Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Thailand Alami Gelombang Panas, Akankah Terjadi di Indonesia?

Tren
Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain'

Sehari 100 Kali Telepon Pacarnya, Remaja Ini Didiagnosis “Love Brain"

Tren
Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Warganet Sebut Ramadhan Tahun 2030 Bisa Terjadi 2 Kali, Ini Kata BRIN

Tren
Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Lampung Dicap Tak Aman karena Rawan Begal, Polda: Aman Terkendali

Tren
Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Diskon Tiket KAI Khusus 15 Kampus, Bisakah untuk Mahasiswa Aktif?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com