Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Cita-cita Jokowi di COP26 dan Retorika Pertambangan Indonesia

Kompas.com - 10/11/2021, 11:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pemeriksaan lapangan selanjutnya pun hanya sebatas formalitas untuk memenuhi kebutuhan administrasi.

Hingga terdengar tudingan yang perlu diklarifikasi kebenarannya bahwa alat negara tersebut selalu pulang dengan gratifikasi yang lebih dari cukup, meninggalkan bekas-bekas lahan tambang yang telantar dan masyarakat yang semakin menderita.

Tudingan bentuk interaksi seperti ini kabarnya sudah menjadi kelaziman, dan jika benar secara tidak sadar merepresentasikan dominasi korporasi dalam asimetri kekuasaan.

Langkah strategis dan berani 

Semua profil ini pada prinsipnya menegasikan pernyataan dan komitmen Presiden Joko Widodo pada COP 26 tersebut. Karena itu, banyak pihak bereaksi dengan menuduh pernyataan di forum tersebut omong kosong.

Untuk itu, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah strategis dan berani, jika benar-benar ingin mengantar Indonesia sebagai pemain utama dalam melawan perubahan iklim dunia.

Ini sekaligus menjadi agenda negara untuk mengakselerasi kejahteraan rakyat melalui pengelolaan sumber daya alam secara ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Kunci dari komitmen ini adalah reformasi tata kelola sumber daya mineral secara mendasar. Peningkatan kapasitas birokrasi melalui penguasaan dan penerapan teknologi dalam perlindungan lingkungan mutlak diperlukan.

Misalnya, pengawas pertambangan harus beralih menggunakan teknologi penginderaan jauh untuk memantau kegiatan pertambangan, bukan hanya produksi, tetapi juga keberhasilan kegiatan reklamasi dan rehabilitasi lahan secara rinci.

Bukti-bukti pemantauan tersebut harus terdokumentasi dengan baik dan transparan hingga dapat diakses oleh berbagai pihak.

Dokumentasi tersebut kemudian harus menjadi rujukan bagi pemerintah untuk menyetujui (atau tidak) rencana penambangan perusahaan setiap tahun.

Pemerintah juga harus berani membatasi laju bukaan tambang jika perusahaan tidak mampu menunjukkan keberhasilan program reklamasi yang seimbang.

Dalam tataran yang lebih lanjut, kalkulasi ini hendaknya menjadi dasar bagi pemerintah untuk memberikan penghargaan bagi perusahaan yang ramah lingkungan, dan sebaliknya, menjadi bukti bagi mereka yang lalai sehingga dan harus diberi sanksi.

Agenda ini harus dilakukan secara sistematis, dan disertai dengan implementasi lapangan yang konsisten.

Ini adalah langkah awal menuju wajah baru Indonesia sebagai negara yang ramah terhadap investasi hijau di sektor sumberdaya alam, seperti cita-cita yang disiratkan oleh presiden kita pada forum COP26.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com