Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Luhut Sebut PCR Bisa Diwajibkan Kembali untuk Syarat Perjalanan

Kompas.com - 10/11/2021, 09:30 WIB
Retia Kartika Dewi,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko marves) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Pemerintah tengah mengkaji opsi penerapan kembali tes polymerase chain reaction (PCR) bagi syarat perjalanan. 

Opsi menerapkan kembali PCR sebagai syarat perjalanan menurut Luhut mengantisipasi lonjakan kasus seiring mobilitas masyarakat jelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).

"Kita sedang mengevaluasi apakah nanti penanganan mobilitas penduduk ini akan kita terapkan kembali pelaksanaan dari PCR. Itu sedang kami kaji," kata Luhut dalam konferensi pers virtual di akun YouTube Sekretariat Presiden pada Senin (8/11/2021).

Baca juga: Luhut Sebut Covid-19 di RI Terkendali, Benarkah? Ini Kata Epidemiolog

Sebelumnya, Pemerintah memberlakukan kewajiban tes PCR bagi penumpang pesawat, Namun tak berselang lama aturan tersebut direvisi. 

Termasuk syarat perjalanan 250 kilometer atau 4 jam bagi pengendara motor dan mobil yang wajib tes PCR atau antigen. Aturan tersebut juga dicabut seiring banyaknya kritik dari masyarakata. 

Tes PCR masih mahal

Ketua Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Penanganan Covid-19, Alexander Ginting mengatakan, tes PCR jauh lebih unggul untuk mendeteksi virus Covid-19.

Namun meskipun lebih unggul, aturan penggunaan tes PCR sebagai syarat perjalanan tergolong mahal, juga kendala ketersediaan alat di lab, waktu tunggu hasil lab, dan masa berlaku.

"Tapi dari segi keakurasian yang paling kuat adalah PCR, asalkan teknik pengambilan sampelnya benar," lanjut dia.

Selain itu, Alex mengungkapkan, mobilitas masyarakat tetap ditekan sesuai prioritas, di mana ada mobilitas tinggi di situ ada kerumunan atau akumulasi orang yang berpindah.

Jika ada orang berpindah dan kerumunan membuat laju infeksi di komunitas semakin tinggi.

Ia menyampaikan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah guna sebagai alternatif menekan laju mobilitas masyarakat jelang libur Nataru.

Hal itu antara lain:

  • Posko PPKM di desa dan kelurahan tetap melaksanakan tugasnya untuk mengendalikan, mengawasi, dan mengelola 3M dan 3T bagi masyarakat setempat.
  • Vaksinasi di atas 70 persen.
  • Pembatasan mobilitas atas skala prioritas.

Baca juga: Dirut Bio Farma Klaim Harga Tes PCR di RI Lebih Murah Dibanding Negara Tetangga

 

Cukup tes antigen

Di sisi lain, epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan bahwa hal yang perlu diketahui dalam pemilihan strategi testing khususnya dalam negeri itu harus merujuk pada strategi kesehatan masyarakat.

Hal ini tentu berbeda dengan strategi klinis di rumah sakit untuk mendeteksi virus.

"Kalau di rumah sakit untuk fasilitas isolasi/karantina harus konfirmasi dengan RT-PCR, itu hal yang umum," ujar Dicky saat dihubungi terpisah oleh Kompas.com, Selasa (9/11/2021).

Sementara untuk kepentingan masyarakat, menurut Dicky yang terpenting tes dapat untuk mendeteksi penularan dan hasilnya cepat. 

Karena itu menurutnya strategi yang dipilih harus efektif, mudah, dan cepat untuk masyarakat.

Kemudian, karena bakal digunakan oleh masyarakat di mana dilakukan secara massal, pemerintah harus memperhatikan dari segi harga dan keakuratan alat kesehatan itu.

Karena akan digunakan secara masif, ada baiknya mencari yang efektif dan murah.

Diketahui, biaya testing menggunakan RT-PCR paling tinggi seharga Rp 495.000, sedangkan untuk biaya testing antigen paling tinggi Rp 99.000 untuk Jawa-Bali dan Rp 109.000 untuk luar Jawa-Bali.

Akurasi tes antigen

Dicky menambahkan, menurut riset terakhir di University of College London pada Oktober 2021, bahwa rapid test antigen sangat berguna bagi sarana atau tools kesehatan bagi public health untuk memutus potensi transmisi virus.

"Orang yang memiliki hasil positif dari rapid tes antigen dipercaya harus tidak boleh ke mana-mana harus diisolasi," ujar Dicky.

Antigen menurut dia juga efektif sebagai alat tes untuk misalnya orang masuk event besar, musik, olahraga, dan juga perjalanan. 

Kemudian, hasil riset juga menyebutkan, rapid tes antigen memiliki keakuratan sebesar 80 persen efektif mendeteksi setiap level Covid-19 dari awal.

Bahkan akurasinya meningkat hingga 90 persen dalam mendeteksi Covid-19 pada orang yang infeksius.

Baca juga: Apakah Peserta SKB CPNS Wajib Bawa Hasil Tes PCR/Antigen? Ini Kata BKN

 

Selain itu, Dicky mengatakan bahwa munculnya riset ini mengubah persepsi sebelumnya, di mana rapid tes antigen tidak akurat dan tidak bisa digunakan sebagai syarat tes Covid-19.

Padahal saat ini sudah bisa menjadi rujukan dan hasil tes ini juga diperkuat dari Harvard School Public Health.

"Rapid tes antigen bisa menangkap setiap orang yang menularkan atau menjadi ancaman bagi masyarakat, kan jadi pas, dan cukup dengan rapid tes antigen untuk perjalanan," ucap Dicky.

Tidak hanya digunakan sebagai syarat perjalanan, tes antigen juga dapat diterapkan pada sekolah, tempat kerja, sarana olahraga, acara musik, dan lainnya.

Ia mengingatkan, pemerintah harus memahami dalam konteks bagaimana memprioriaskan mana antara antigen dengan PCR dalam kebijakan strategi kesehatan masyarakat.

"Kesimpulan dari riset ini ya (pakai) tes antigen saja," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

NASA Perbaiki Chip Pesawat Antariksa Voyager 1, Berjarak 24 Miliar Kilometer dari Bumi

Tren
Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Profil Brigjen Aulia Dwi Nasrullah, Disebut-sebut Jenderal Bintang 1 Termuda, Usia 46 Tahun

Tren
Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Jokowi Teken UU DKJ, Kapan Status Jakarta sebagai Ibu Kota Berakhir?

Tren
Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Ini Daftar Gaji PPS, PPK, KPPS, dan Pantarlih Pilkada 2024

Tren
Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Pengakuan Ibu yang Paksa Minta Sedekah, 14 Tahun di Jalanan dan Punya 5 Anak

Tren
Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Jadi Tersangka Korupsi, Ini Alasan Pendiri Sriwijaya Air Belum Ditahan

Tren
Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Daftar Lokasi Nobar Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024

Tren
Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Bolehkah Penderita Diabetes Minum Air Tebu? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Bandara di Jepang Catat Nol Kasus Kehilangan Bagasi Selama 30 Tahun, Terbaik di Dunia

Tren
La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

La Nina Berpotensi Tingkatkan Curah Hujan di Indonesia, Kapan Terjadi?

Tren
Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Kasus yang Bikin Bea Cukai Disorot: Sepatu Impor hingga Alat Bantu SLB

Tren
Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Biaya Kuliah Universitas Negeri Malang 2024/2025 Program Sarjana

Tren
Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Hari Pendidikan Nasional 2024: Tema, Logo, dan Panduan Upacara

Tren
Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Beredar Kabar Tagihan UKT PGSD UNS Capai Rp 44 Juta, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Semifinal Indonesia Vs Uzbekistan Piala Asia U23 2024 Hari Ini, Pukul Berapa?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com